“Kenapa sih kok bisa jatuh? Kamu pakai sabun sebanyak apa, Mas?” Nada suara Zivanna terdengar antara cemas dan gemas saat ia duduk di pinggir ranjang, mengoleskan minyak hangat ke bahu suaminya yang memar. Hakim hanya mendengus pelan, wajahnya tak sedingin tadi, lebih seperti sedang menahan malu. Ia tahu betul penyebab jatuhnya bukan karena sabun, bukan juga karena licin. Tapi karena satu panggilan yang membuat sistem keseimbangannya runtuh seketika: “Mas Hakim.” Astaga. Lidah Zivanna terdengar terlalu manja saat mengucapkan kata itu dan bayangan yang muncul di benaknya waktu itu bukanlah hal yang ingin dia pikirkan saat sedang mandi sendirian. Jadi, Hakim memilih diam. Kalau bisa, ditelan saja rasa malu ini bersama air hangat dari shower. Zivanna tak sadar. Ia terus memijat perlahan b