Mood Zivanna membaik sekarang ini. Seolah beban yang menindih dadanya sejak pagi menguap bersama aroma manis yang memenuhi toko permen itu. Ia memilih sekantong permen dan beberapa batang cokelat kesukaannya, sementara Hakim dengan sabar membawakan keranjang kecil di tangannya. Saat mereka keluar, langit malam sudah sepenuhnya turun, lampu-lampu kota memantulkan kilau temaram di kaca mobil. Perjalanan pulang terasa ringan. Zivanna bersandar santai di kursinya, membuka bungkus cokelat lalu menggigit ujungnya, matanya sesekali melirik Hakim yang menyetir dengan fokus. “Mas, coba,” ujarnya sambil menyodorkan sepotong cokelat ke bibirnya. Hakim menoleh sekilas, lalu menggigitnya dengan tatapan yang nyaris membuat Zivanna kembali meleleh. Mereka mengulangnya beberapa kali, kadang ia menyuapi