Rasanya Zivanna benar-benar gila. Ia tidak bisa lagi membedakan mana siang dan malam, mana waktu untuk hidup normal dan waktu untuk….. Tuhan, kegiatan tak senonoh yang kini justru menjadi rutinitas diam-diam mereka. Setiap hari, entah bagaimana mulainya, tubuh mereka akan saling menemukan, saling menelan, seolah ada magnet yang mustahil dilawan. Di perpustakaan tua milik keluarga, mereka b********h di antara rak buku sambil menahan napas, hanya diterangi cahaya temaram dari jendela kaca patri. Di ruang makan, saat Eyang keluar menghadiri undangan, Hakim membaringkannya di atas meja makan panjang berukir dan membuatnya menangis karena terlalu nikmat. Bahkan di kebun, di balik rerimbun mawar putih yang mekar, Zivanna merasakan tubuhnya dipeluk dari belakang dan dijatuhkan ke atas rumput bas