Keheningan menyelimuti mobil. Udara di dalam kabin seperti membeku, seolah sistem pendingin mobil bekerja lebih keras dari biasanya, padahal sumber dinginnya bukan dari AC, melainkan dari sosok di kursi kemudi. Zivanna duduk terpaku, punggungnya menempel kaku pada sandaran, jemarinya saling menggenggam erat di pangkuan. Ia bahkan tak sanggup memalingkan wajah untuk menatap pria di sebelahnya. Hakim menyetir tanpa sepatah kata, hanya deru mesin yang memecah sunyi. Rahangnya mengeras, otot-otot di pipi dan lehernya tegang, dan mata itu… tatapan yang sempat ia lihat di lantai dansa tadi, dingin, tajam, penuh wibawa yang tak bisa ditawar, tatapan seorang kolonel, bukan sekadar suami. Bau logam samar dari seragam yang masih melekat pada tubuh Hakim bercampur dengan aroma udara malam yang masuk