Qiana duduk di bangku stasiun Cikini, memandang jalur kereta yang sebentar lagi akan membawanya menuju Depok. Tangannya memeluk erat tas belanjaan berisi makanan kesukaan keluarganya—lamang tape, kue bolu pandan, dan camilan lainnya yang ia beli dari sebuah toko di Atrium, Senen. Meskipun wajahnya tampak tenang, hatinya terus bergejolak. Keputusan meninggalkan mansion Azka membuatnya lega sekaligus sedih. Namun, Qiana tahu, saat ini ia membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri dan keluarganya, jauh dari tekanan yang selama ini menghimpit. Kereta tiba, dan Qiana segera naik, mencari tempat duduk di pojok yang lebih sepi. Perjalanan itu terasa panjang, tetapi ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan memandang ke luar jendela. Gedung-gedung tinggi berganti dengan pepohonan dan rumah-rumah sede