Azka berjalan dengan langkah berat menuju ruang kerjanya. Pikirannya kacau, dadanya terasa sesak oleh emosi yang menumpuk. Setibanya di ruangan itu, ia menutup pintu dengan kasar hingga suara dentuman memenuhi ruangan. Napasnya memburu, tangannya mengepal erat. Semua yang baru saja ia dengar dari mulut Vera berputar kembali di kepalanya. "Jadi ini alasannya," gumam Azka lirih, suaranya bergetar oleh kemarahan yang ia tahan. "Bukan karena aku ... bukan hanya karena sikapku.Tapi karena tekanan dari tantenya sendiri!" Mata Azka membara. Bayangan Qiana yang memohon cerai darinya kini terasa berbeda. Ia dulu berpikir bahwa itu adalah karena perlakuannya yang dingin, karena ia tidak pernah menganggap Qiana sebagai istri. Namun, ternyata di balik semua itu, ada tangan kotor Vera yang memaksa Qi