Keesokan hari, Azka duduk di dalam mobilnya yang terparkir di halaman rumah sakit. Kedua tangannya mencengkeram setir erat, pikirannya terus berputar. Malam tadi, ia tidak bisa tidur. Setiap kali menutup mata, bayangan Qiana terus muncul di benaknya. Gadis itu telah mengurusnya dan Tiara selama dua tahun tanpa mengeluh. Ia bukan hanya seorang ibu bagi Tiara, tetapi juga seseorang yang—entah sejak kapan—menjadi bagian penting dalam hidupnya. Azka mengeluarkan secarik kertas dari saku jasnya. Surat talak. Atau lebih tepatnya, surat talak palsu yang sudah ia siapkan. Ia tahu ini salah. Ia tahu ini hanya akan memperpanjang masalah. Tetapi, ia juga tidak bisa membiarkan Qiana pergi begitu saja. Azka menarik napas panjang sebelum keluar dari mobil dan berjalan menuju ruang rawat Diana. ***