Eps. 3 Masuk Ke Kesulitan Baru

1117 Kata
Jason melirik sekilas ke kaca spion, lalu menoleh cepat ketika melihat sesuatu yang tak biasa, seorang wanita bergaun pengantin berdiri di sisi mobil sport merahnya. Wajahnya pucat, rambutnya sedikit berantakan, dan matanya tampak cemas. Ia mengetuk kaca dengan tergesa, membuat Jason mengernyit. 'Siapa dia?' Pemandangan itu terlalu aneh untuk diabaikan. Ketukan di kaca semakin keras hingga akhirnya Jason menurunkan kaca sepenuhnya. “Signor, tolong buka pintunya. Biarkan aku masuk dan duduk sebentar,” ucap wanita itu dengan suara bergetar, hampir menangis. Jason menatapnya tajam. “Aku nggak tahu kamu siapa. Kamu… pengantin baru?” tanyanya ragu, melihat jelas gaun putih dan riasan sempurna yang kini mulai luntur oleh keringat. “Aku butuh bantuanmu,” jawabnya cepat, menatap Jason dengan mata memohon. “Aku akan jelaskan semuanya setelah aku duduk. Tolong, hanya sebentar saja.” Jason menghela napas pendek, masih menimbang situasi. Sekilas ia menatap ke sekitar, melihat beberapa orang mulai memperhatikan dari trotoar. Akhirnya ia mengulurkan tangan, membuka kunci pintu dari dalam. “Masuklah,” katanya singkat. “Dan pastikan penjelasanmu masuk akal.” Gianna segera menarik pintu dan masuk, menutupnya rapat, sementara mobil itu masih berhenti di tengah hiruk-pikuk Piazza Spagna. Meski sudah duduk di dalam mobil, Gianna tidak bisa merasa aman. Napasnya masih memburu, dadanya naik-turun cepat. Tangannya gemetar di pangkuan, sementara matanya terus menatap kaca spion. Bayangan di sana membuat darahnya seolah berhenti mengalir. Di belakang, di antara kerumunan orang dan mobil-mobil yang berhenti, terlihat beberapa pengawal berbadan tegap berlari, menyisir setiap sisi jalan dengan pandangan waspada. Gianna mengenali mereka, pengawal Sergio. Jantungnya mencelos. Ia tahu, bila tertangkap, segalanya berakhir. Ia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, lalu merosotkan tubuh ke jok, berusaha menunduk sedalam mungkin agar tak terlihat. “Mereka mengejarku…,” lirihnya, suaranya bergetar ketakutan. Ia memejamkan mata sesaat, menahan air mata yang hampir tumpah. Jason yang duduk di kursi pengemudi menatapnya dengan alis berkerut. Tatapannya tajam dan dingin, tapi di balik itu ada sedikit rasa ingin tahu. Ia menoleh sebentar ke kaca spion, melihat bayangan pria-pria bersetelan hitam itu, lalu kembali menatap Gianna. “Aku masih menunggu penjelasan darimu,” katanya datar, suaranya berat dan tenang, kontras dengan kepanikan gadis di sampingnya. Gianna menatapnya cepat, napasnya tersengal. “Aku akan jelaskan, tolong… jangan biarkan mereka melihatku,” bisiknya memohon. Jason memutar pandangan ke depan, mengetuk setir pelan. “Baik. Tapi kalau kamu ingin tetap di mobil ini,” ujarnya dingin, “Aku sarankan kau mulai bicara sekarang.” Gianna menatap sosok pria di hadapannya, Jason Aldern, pria yang terkenal di kalangan Roma sebagai Il Lupo, serigala tanpa ampun. Wajahnya tampan namun keras, dengan rahang tegas dan mata abu-abu dingin yang seolah bisa menembus pikiran siapa pun. Rambut hitamnya sedikit berantakan, namun justru menambah kesan liar dan berbahaya. Ia mengenakan jas hitam pas badan dengan kemeja tanpa dasi, lengan baju sedikit tergulung, memperlihatkan tato samar di pergelangan tangannya. Di jarinya melingkar cincin perak sederhana, simbol kekuasaan dalam dunia kelamnya. Ketika berbicara, suaranya rendah dan tenang, tapi membawa aura ancaman yang membuat siapa pun enggan menentangnya. Dengan napas yang masih tersengal, Gianna menatap pria di sampingnya. Suara Jason yang tenang justru membuatnya makin gugup. “Ceritanya panjang, Signor,” ucapnya pelan, jemarinya saling meremas di pangkuan. “Tapi aku akan ceritakan garis besarnya. Aku… kabur dari pernikahan.” Jason mengerutkan alis, memandangnya sekilas. “Kabur?” Gianna mengangguk cepat, matanya memohon pengertian. “Aku dipaksa menikah oleh keluargaku. Dengan seorang politisi tua… orang berpengaruh di Roma.” Jason memiringkan kepala, tatapannya tajam. “Siapa mempelai pria kamu?” “Signor Sergio,” jawab Gianna dengan suara lirih namun jelas. Jason mengulang namanya pelan, “Sergio?” Suaranya datar, tapi ada nada berbeda di dalamnya antara mengenali dan menahan sesuatu. Sejenak hening. Mesin mobil berdengung lembut, sementara di luar, lampu kota memantul di kaca depan. Jason tidak langsung menanggapi. Ia menatap jalan, lalu kembali ke wajah Gianna yang kini penuh ketakutan. Ia sendiri bukan orang Roma, hanya datang ke kota ini untuk menyelesaikan urusan bisnis gelap yang tak perlu diketahui siapa pun. Namun mendengar nama Sergio, sesuatu di matanya berubah, dingin, tapi kini ada kilatan lain, sesuatu yang menandakan pria itu mungkin tahu lebih banyak dari yang terlihat. “Tolong aku, Signor, aku mohon…” Suara Gianna bergetar penuh ketakutan. Matanya berkaca, jemarinya mencengkeram rok gaunnya kuat-kuat. Di luar, suara langkah tergesa dan teriakan samar dari para pengawal Sergio masih terdengar. Mereka kini sudah menyebar ke jalanan, mencari pengantin yang hilang. Jason diam. Tatapannya kosong ke depan, jari-jarinya mengetuk setir pelan. Ia tampak sedang menimbang sesuatu. “Tak ada untungnya bagiku membantu kamu,” ucapnya akhirnya, suaranya datar tapi menusuk. Gianna tercekat, matanya kembali melirik ke kaca spion. Bayangan pria-pria berbadan besar dengan jas hitam kini hanya berjarak dua mobil di belakang mobil sport merah itu. Napasnya tercekat. “Signor, tolong,” lirihnya. “Aku janji akan melakukan apa pun yang kamu minta, asal kamu mau bantu aku keluar dari sini.” Jason menoleh perlahan, menatapnya miring. Di matanya muncul kilatan licik seperti seseorang yang baru saja menemukan permainan menarik. Senyum kecil terbentuk di sudut bibirnya. “Apa kamu yakin nggak akan menyesal dengan keputusanmu itu?” tanyanya pelan, menguji. “Begitu keputusan dibuat, tidak ada jalan kembali.” Gianna menatapnya lurus, wajahnya pucat tapi matanya mantap. “Ya, aku yakin, Signor. Katakan saja padaku… syaratnya apa.” Jason terdiam sejenak, lalu tersenyum samar, senyum dingin yang membuat udara di dalam mobil terasa menurun beberapa derajat. “Baik,” katanya akhirnya. “Karena kamu sudah memutuskan, aku akan mengunci jawabanmu itu. Dan setelah ini, kamu nggak akan bisa kabur lagi dariku.” Ia menatap dalam ke mata Gianna dan menambahkan pelan, hampir seperti bisikan berbahaya, “Syaratnya sederhana, Signorina, kamu harus menjadi mempelai wanitaku.” Gianna tercekat, napasnya seolah berhenti. Syarat apa ini? Ia lolos dari pernikahan dengan Sergio, tapi kini harus menikah dengan pria asing, seseorang yang bahkan tak ia ketahui nama maupun asal-usulnya. Tatapan Jason tetap dingin, tak berubah sedikit pun. Di matanya tak ada simpati, hanya kalkulasi dingin seorang pria yang terbiasa mengendalikan orang lain. “Apa kamu setuju?” tanyanya lagi, Suaranya rendah namun berwibawa, seakan memberi perintah. Gianna membeku sejenak, jari-jarinya gemetar di pangkuan. Ia tahu, ini gila, tapi di luar sana, para pengawal Sergio sudah semakin dekat. Bayangan hitam mereka terlihat di spion, mendekati mobil merah itu dengan langkah cepat. “Ya, Signor…,” jawabnya lirih, hampir tak terdengar. Saat kata itu terucap, Jason menyeringai tipis. “Baik,” gumamnya datar. Detik berikutnya, suara ketukan keras terdengar di jendela. Salah satu pengawal Sergio berdiri tepat di samping mobil Jason, menunduk sambil mencoba mengintip ke dalam. Gianna menahan napas, jantungnya hampir melompat dari da-da. Jason meliriknya cepat, lalu berbisik tanpa ekspresi, “Sekarang, pengantin baruku… duduk diam dan jangan bersuara.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN