Jantung Arafah berdebar kencang. Meski mereka telah menikah, tetap saja ada perasaan aneh yang menjalari tubuhnya setiap kali Bima menatapnya seperti itu. Seperti seseorang yang haus akan sesuatu. "Lelah?" tanya Bima, suaranya serak lagi dalam. Arafah mengangguk kecil. "Lumayan. Perjalanan panjang cukup menguras tenaga, Mas." Bima mengembuskan napas panjang, lalu mengangkat sebelah tangan, menepuk lembut puncak kepala Arafah. "Kalau gitu, istirahat dulu. Rencananya saya mau menyiapkan sesuatu untuk makan malam kita. Mau request masak apa?" Arafah terbelalak, matanya membola sempurna. "Memangnya Mas bisa masak?" Bima menyipit. "Kenapa terdengar seperti saya tidak tau apapun tentang basic skill itu, ya?" Tahu suaminya tersinggung, Arafah buru‐buru mengoreksi tanggapannya tadi. "Eh, buk