Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Arafah terbangun di pagi hari dalam suasana yang benar-benar tenang. Tidak ada suara dentuman bom. Tidak ada teriakan minta tolong. Tidak ada rasa was-was atau ketakutan akan fakta bahwa nyawanya bisa terancam kapan saja. Kini hanya ada kehangatan yang menyelimuti tubuhnya dan suara napas teratur seseorang di sebelahnya. Arafah mengerjap pelan, membiarkan matanya menyesuaikan diri dengan cahaya lembut yang masuk dari celah tirai. Setelah sepenuhnya sadar, dia reflkes menoleh ke samping, menemukan Bima yang masih tertidur pulas. Pria itu berbaring miring menghadapnya, wajahnya tampak lebih rileks dibanding biasa. Napasnya yang stabil dan d**a bidangnya yang naik-turun dengan ritme teratur membuatnya terlihat damai—jauh dari sosok tegas dan di