"Tidak saya sangka kalau kamu tadi sedang pura–pura," cetus Bima setengah menyindir. "Maksud saya—ciumannya. Terkesan begitu tulus." Arafah memanyunkan bibirnya seraya membuang muka. Bima selalu bercanda diwaktu yang tidak tepat. "Aku tidak pura–pura untuk yang satu itu, Mas Bima." Arafah bergumam kecil, hampir tidak terdengar saking pelannya. "Semua yang kukatakan tadi, semua yang kulakukan—termasuk momen kita berciuam, itu sungguh dari hatiku." Bima melebarkan matanya kemudian tersenyum puas. Ketegangan menyelimuti ruangan bersamaan terucapnya sebuah pengakuan. Sayang Bima tidak dapat merespon dengan berteriak saking senangnya. Pria itu mengutuk lagi mengumpat dalam hati, sebab momen yang ditunggu justru dia dapati ditengah situasi hidup dan mati. "Mereka semakin dekat. Saya harus k