Eps. 7 Belanja

1227 Kata
Daffin. Terdengar suara shower mengalir, mengguyur dari dalam kamar mandi. Air hangat menyapu kulit Daffin yang bersih yang membuat kulit putih itu kemerahan tersiram air hangat. Bahkan wajah putih berseri Daffin memerah di bawah guyuran shower. Punggung pria itu lebar dan kokoh. Di bahu kiri pria itu terlihat tanda lahir merah berbentuk bulan sabit. Tanda itu kemudian tertutup oleh handuk putih kala shower dimatikan. Lelah rasanya bekerja seharian di rumah sakit. Dan lelah itu tersapu oleh hangatnya air. Kini Daffin sudah berganti piyama handuk. Sejenak dia berebah untuk melemaskan otot yang masih terasa tegang setelah melakukan operasi barusan. Namun, sebentar saja dalam beberapa menit dia tertidur. "Aah ... tolong sudahi ini. Berhenti," erang seorang wanita mendesah di bawah tubuh Daffin. Daffin sedang bercinta dengan seorang wanita yang baru ditemuinya dalam keadaan mabuk. Padahal selama ini dia selalu mengontrol diri bila berhadapan dengan wanita. Siapa saja itu, jangan sampai kelepasan. Tapi malam ini, entah kenapa dia tak bisa mengontrol dirinya. Bersentuhan dengan kulit mulus seorang wanita kenapa menimbulkan sensasi yang berbeda. Terlebih setelah merasakannya. Daffin baru tahu rasanya seperti apa, nikmat tiada tara. Rasanya dia ingin terus mereguk manis yang dirasa oleh seluruh tubuhnya ini. Dia pria dewasa normal seperti yang lain. Dia juga ingin melampiaskan hasratnya yang selama ini terpendam. Lagi, dia pantas mendapatkan ini setelah lelah dengan rutinitas padatnya setiap hari. Wanita di bawah tubuh Daffin menggeliat. Bibirnya terus menolak, namun tubuhnya berkata lain dengan apa yang diucapkan dan terlihat menikmati gerakan yang disapukan Daffin. Wanita itu bahkan sampai mencakar dadanya kala sampai di puncak hingga terkulai lemas dan tak ada perlawanan lagi, pasrah pada apa yang dilakukan Daffin. "Hah! Jam berapa ini?" Daffin membuka mata cepat dengan tubuh berkeringat. Dia baru sadar rupanya sudah tertidur lama. Waktu saat ini sendiri sudah pukul 00. 00 tengah malam. Mimpi itu lagi. Setiap malamnya Davin sering terganggu dengan mimpi tersebut. Mimpi atas insiden yang terjadi beberapa tahun lalu. Ada perasaan takut merayap bila wanita yang ditiduri itu akan hamil. Tapi nyatanya sampai saat ini tak ada wanita yang datang mencarinya untuk meminta pertanggungjawaban. Itu Artinya dia aman! Daffin meraup muka kasar bila mengingat kejadian tiga tahun silam itu dimana beberapa bulan setelah kejadian itu dia masih terus memikirkannya. Hingga di suatu waktu dia mengemudi setelah melakukan operasi besar seorang pasien di luar kota, mengalami kecelakaan. Tulang belakangnya cedera yang mengakibatkan dirinya divonis mengidap aspermia sementara waktu. Entah, mungkin itu karma baginya. Hukuman yang harus diterima setelah kejadian itu yang mengharuskannya menjalani terapi penyembuhan sampai sekarang. "Sayang, aku tidak mengingat wajah wanita itu dengan jelas. Hah!" Setelahnya dia memejamkan mata sejenak sembari mengusap keringat dingin. Daffin kembali berbaring di kasur yang terasa dingin di tengah sunyinya malam yang mengantarnya kembali ke peraduan. *** "Aku hari ini beruntung sekali nggak bertemu dengan dokter dingin itu." Joy keluar dari rumah sakit dengan perasaan lega. Seharian ini dia disibukan oleh pekerjaan. Banyak yang harus dites di laborat. Tapi tak masalah, dia lebih banyak menghabiskan waktunya dalam ruangan daripada harus keluar dari laborat dan bertemu dengan Daffin. Joy ingat bila dirinya belum membeli bahan makanan dan peralatannya. Tak mungkin dia akan terus-menerus makan di warung Bu Sari. Dia harus banyak menabung untuk keperluan Levin, untuk keperluan sekolahnya nanti dan masih banyak lagi. Seandainya saja dia punya suami tentu hidupnya tidak akan seberat ini, harus menanggung semua beban hidup sendirian. Ada sebuah swalayan besar di seberang jalan. Lebih tepatnya berjajar mall di sana. Joy memutuskan untuk belanja di sini saja daripada harus mencari tempat lain dan itu makan waktu. Joy menyeberang. Kali ini dia bisa menyeberang dengan mudah setelah sebelumnya melihat cara orang di sekitarnya menyeberang jalan. Tiba di swalayan dia mengambil troli. Dia membuka list belanjaan yang tadi dibuatnya sebelum pulang. Dia membeli bahan sayuran untuk tiga hari kedepan dan peralatan memasak seperti piring, panci dan kompor. "Berapa semuanya?" tanya Joy setelah gilirannya dipanggil di depan kasir. "Sekian jumlahnya." Kasir menyebutkan total belanja Joy. Selesai membayar, Joy tak langsung pulang, dia melihat ada food court di swalayan ini. Dia pun beralih ke sana sebentar, untuk pesan makanan sekaligus mengistirahatkan sejenak punggungnya yang terasa lelah. Sembari memakan ayam goreng yang baru dipesannya, Joy mengedarkan pandangan ke sekitar. Banyak pengunjung di swalayan ini. Netranya kemudian terkunci pada sosok pria yang berdiri menjulang di stand parfum. 'Astaga! Itu kan dokter dingin itu. Kenapa dia juga ada di swalayan ini? Dunia memang sempit. Di sini pun aku bertemu dengannya. Tunggu! Siapa wanita yang bicara dengannya itu?' Ada seorang wanita yang kini tengah bicara dengan Daffin. Wanita rambut panjang hitam dengan kulit putih bersinar dan wajah ayu. Menurutnya familiar. Siapa dia? Setelah mengamati beberapa detik barulah dia tahu siapa wanita itu. "Rupanya itu Dokter Rima. Dia terlihat berbeda sekali di balik baju kasualnya" Dokter Rima adalah dokter ginekolog di rumah sakit. Yang jadi pertanyaan kenapa Daffin bicara dan dokter spesialis itu? Apakah mereka tidak sengaja bertemu di sini atau sebelumnya sudah janjian pergi ke sini? "Bukan urusanku kenapa aku penasaran pada mereka?" Joy segera menarik tatapannya dan fokus menghabiskan makanan yang ada di tangan daripada mengawasi mereka. Bila bisa dia berusaha tidak terlihat oleh mereka berdua. "Jadi begitu ... menurutmu tak masalah bila sebenarnya aku beralih terapi lain?" celetuk Daffin. Daffin sebenarnya tak sengaja bertemu dengan Dokter Rima di Swalayan ini. Di rumah sakit bila senggang, dia bicara dengan dokter ini untuk berkonsultasi tentang masalahnya, meski dia sendiri sudah ada dokter urolog yang biasa membantunya. Dia butuh pandangan dari dokter lain, sekadar untuk bahan pertimbangan saja. "Bisa saja asal terapi lain itu tidak bertentangan dengan terapi sebelumnya. Tapi itu akan membantu terapi sebelumnya dan mempercepat pemulihanmu, Dok," jawab Doter Rima. Daffin terlihat bicara beberapa saat dengan dokter Rima. Selesai mengobrol, Dokter Rima pergi meninggalkannya. Daffin yang sudah selesai belanja kemudian memutuskan untuk mampir ke foodcourt sebentar. Daripada nanti malam dia harus keluar ataupun berkeliling untuk mencari makan malam lebih baik dia beli sekarang saja di sini. Daffin melangkahkan kaki menuju ke food court tempat Joy berada. Dia memesan makanan kemudian membawanya menuju ke sebuah kursi. Joy yang melihat itu tersentak kaget, seolah tak percaya melihat pria itu masuk ke area ini. 'Kenapa dia juga makan di sini? Aku harus bagaimana sekarang? Apa pergi saja dari sini?' Joy tak ingin lagi melihat ataupun bicara dengan Daffin lagi lagi setelah kejadian beberapa waktu yang lalu. Dia tak ingin tampak buruk di depan pria setelah beberapa kali terlihat buruk di matanya. Daffin kemudian duduk di kursi dua meja di depan Joy sembari menyantap sandwich yang ada di tangan. Tatapannya lurus ke depan menerawang kemudian terkunci pada meja Joy. 'Aneh sekali pengunjung yang duduk di sana. Kenapa dia makan seolah bersembunyi dari sesuatu?' Daffin melihat entah siapa, menutupi wajahnya dengan barang belanjaan dan tas yang ditaruh di meja, sama sekali tidak terlihat siapa yang duduk di sana. Meski merasa tak nyaman saja melihat, Daffin meneruskan makan. Namun ketika dia menunduk rasanya dia seolah diperhatikan oleh seorang dari balik tas yang ada di meja itu mengintip dengan menggeser tas sedikit. Namun ketika dia kembali menatap lurus posisinya kembali seperti semula tertutup. 'Sudahlah, mungkin memang orang aneh.' Daripada harus melihat dan kesal, Daffin coba mengalihkan pandangan yang lain. Joy yang mengamati merasa situasi aman saat ini bila dia pergi. Dia pun segera beranjak dari duduknya sembari membawa tas belanjaan dan tas nya yang pindah disampirkan di bahu. "Itu ... orang aneh itu rupanya Joy?" decak Daffin kala menatap lurus dan melihat Joy dari samping.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN