Kirana dan Nou tengah asik bermain di dapur. Kirana berencana membuat kue untuk Nou dan yang lainnya. Ia ingin membuat Nou merasakan makanan buatan Kirana. Ia akan membuat kue yang enak dan lembut agar Nou mudah memakannya dan mengunyahnya.
Ia memasukkan tepung dan bahan lainnya. Nou ia taruh di pushing car wagon.
Dengan berbagai mainan. Nou awalnya diam dan asik memainkan mainannya sembari melihat Kirana.
"Mamam...." Kirana melirik Nou.
"Siap, Nou! Sebentar lagi kita makan cemilan. Oke!"
"Dada...mamam."
"Iya, ya... Sabar ya." Nou melempar mainannya tanpa sepengetahuan Kirana. Nou nampak turun dari atas mainanya dan merangkak mengambil mainan.
Kirana yang kelupaan telur. Membuka kulkas dan mengambil telur beberapa butir. Setelah itu ia langsung membawanya ke meja tanpa menutup pintu kulkas.
Sedang asik mengaduk adonan kue. Kirana melirik Nou yang tak ada suaranya. Kirana melotot karena Nou tidak ada di tempat.
"Nou???" Kirana panik. Saat ia menoleh ke belakang. Kirana menahan tawanya. Ternyata Nou masuk ke dalam kulkas.
Dan Kirana mendadak panik, saat Nou tengah mengambil cabai.
"Astaga!!! Nou!!!!" Teriak Kirana panik. Ia lantas mengambil Nou dari dalam kulkas dan menggendongnya.
Tepat saat itu Adinata muncul dengan wajah marah. Namun, detik berikutnya ia terdiam.
"Nou???" Adinata bingung.
"Ia mengambil cabai, Adinata." Kirana langsung membuang cabai dari tangan Nou dan mencuci tangan Nou dengan sabun hingga bersih.
Adinata nampak lega. Dan kaget melihat kondisi dapur yang berantakan. Begitu Nou selesai mencuci tangan. Adinata langsung mengambil Nou dari gendongan Kirana.
"Bagaimana Nou bisa memegang cabai?" Selidik Adinata.
"Nou masuk ke dalam kulkas," jawab Kirana. Adinata bengong.
"Ha??? Nou??" Adinata menatap anaknya. Nou tertawa dan mencubit pipi Adinata.
"Mamam yah... Dada...Nana...."
"Apa?"
"Dia cerita kalau aku buat makanan untuk Nou, Adinata." Adinata tersentak. Bagaimana Kirana paham bahasa bayi?
"Bagaimana kau bisa tau?"
"Entahlah, insting saja."
"Insting?"
"Ya, insting seorang ibu." Kirana melanjutkan mengaduk adonan. Adinata masih bingung. Kan, Nou bukan anak kandungnya? Bagaimana bisa Kirana punya insting setajam ibu?
Kirana menyelesaikan pekerjaannya dan hasilnya ia langsung taruh di meja makan. Adinata yang selesai mandi langsung ikut bergabung di ruang makan.
Galen dan Nou nampak bercanda sementara Kirana menyiapkan makan malam dan kue yang ia buat tadi sore.
Nou juga nampak asik memakan kue yang dibuat oleh Kirana.
"Kue apa itu?" Tanya Adinata saat melihat Nou makan dengan lahap di suapi Galen.
"Pumpkin muffin rasa jeruk," jawab Kirana. Adinata melirik Kirana.
"Ini yang kau buat tadi?"
"Ya, mau coba?" Adinata menatap kue itu lagi. Ia ambil satu dan ia gigit sedikit.
Rasa manis dan harum jeruk langsung terasa. Saat masuk ke dalam mulut rasanya sangat lembut dan meleleh. Enak.
"Hmm... Enak." Tanpa sadar Adinata memuji. Lantas diam saat tau semua orang melihat ke arahnya. Ia berdehem dan bersikap sok cool.
"Hmm... Maksudku, enak seperti kue kabanyakan," ralatnya. Galen tersenyum miring dan menggelengkan kepala. Anaknya masih saja sok jaim.
Kirana hanya tersenyum kecil.
Adinata nampak sibuk dengan laptopnya malam ini. Galen nampak duduk di ruang keluarga dengan tv menyala. Kirana menggendong Nou yang mulai mengantuk.
Sesekali Adinata melirik ke arah Kirana yang dengan telanten dan sabar menyanyikan lagu untuk Nou. Ternyata setenang ini ya, jika Nou ada yang menjaga. Nou juga nampak tenang dan tak rewel. Justru terlihat semakin gembira dan menggemaskan.
Ia benar-benar rindu sosok ibu ternyata. Tanpa sadar Adinata melamun dan memperhatikan setiap gerakan Kirana. Hingga Kirana salah tingkah sendiri melihat Adinata.
"Aku bawa Nou ke kamarnya dulu." Adinata tersentak dan langsung malu saat sadar Kirana memerhatikan dirinya. Sialan!
Ia pun kembali fokus dengan laptopnya. Galen terkekeh dan berdiri dari duduknya. Setelah Kirana masuk ke dalam kamar Nou. Galen mendekat ke arah Adinata.
"Jangan malu-malu, toh Kirana istrimu, hehehe." Galen menepuk pundak Adinata dan masuk ke dalam kamar.
Adinata menghela nafas. Tidak-tidak! Buang jauh-jauh fikiran itu!
Adinata hendak tidur di kamar. Namun, setelah melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 12 malam ia memikirkan Kirana yang tak kunjung kembali ke kamar. Apa ia berniat tidur di kamar Nou?
Adinata mencoba melihat Kirana di kamar Nou. Ia buka kamar Nou dan melihat pemandangan yang begitu hangat. Kirana nampak di peluk oleh Nou dengan mesranya. Mereka persis seperti ibu dan anak.
Tanpa terasa Adinata menahan haru melihat itu. Dadanya sesak, ia tutup perlahan. Anaknya pasti sangat senang dapat merasakan belaian seorang ibu secara nyata.
Tubuhnya merosot ke bawah. Rasa rindu mendadak membuncah untuk mantan istrinya. Andai Inggrid yang ada di dalam sana. Betapa bahagianya mereka. Adinata akan dengan senang hati masuk ke dalam kamar Nou dan memeluk mereka berdua.
Tapi, Adinata tak bisa melakukan itu sekarang. Itu bukan Inggrid. Itu adalah Kirana. Ibu pengganti bagi Nou. Ia bangun dan melangkah masuk ke dalam kamarnya.
Pagi ini Kirana bangun lebih awal. Ia tak mau seperti kemarin. Di mana Adinata yang menyiapkan sarapan untuk mereka semua.
Setelah menyiapkan s**u untuk Nou, ia pun memasak sarapan untuk semua. Setelah selesai, Kirana berniat untuk mengambil pakaiannya karena ia belum mandi.
Begitu masuk tanpa permisi. Kirana dan Adinata tersentak bersamaan karena Adinata tengah telanjang d**a dan hendak memakai kemejanya.
Kirana langsung salah tingkah dan hendak keluar.
"Masuklah, tak apa." Kirana menghentikan langkahnya. Ia melirik ragu ke arah Adinata. Ternyata ia tengah mengancingkan kemejanya.
"Maafkan aku, aku tidak sengaja."
"Tak masalah, toh, aku suamimu." Adinata beranjak dari sana dan melihat ke arah cermin. Ia melihat penampilannya dan merapihkan anak rambutnya dengan gel.
"Kau sudah mandi?" Tanya Adinata.
"Hmm... Baru mau."
"Oh, mandilah. Nanti aku buatkan sarapan."
"Aku sudah buat." Adinata menghentikan kegiatannya dan menengok ke arah Kirana.
"Kamu?"
"Ya."
"Terima kasih, seharusnya kamu tidak usah repot."
"Tidak apa-apa, itu sudah tugasku." Adinata terdiam. Tugas?
"Tugas?"
"Ya, aku kan seorang istri. Bukankah itu tugasku untuk membuat sarapan dan merawat anak?" Adinata semakin terdiam.
"Apakah berarti kamu juga tau apa tugas utamamu?" Kirana tersentak.
"Tugas utama?" Adinata mengangguk. Ia lantas mendekat sembari membuka kancing kemejanya lagi. Kirana menelan salivanya dan hendak bergerak mundur.
"Apa yang mau kamu...."
"Ssttt ... Bukankah ini juga salah satu tugasmu?" Bisik Adinata di telinga Kirana. Membuat tubuh Kirana meremang.
"Tapi, aku...." Kirana memejamkan mata saat merasakan hembusan nafas di telinganya. Rasanya geli.
Adinata menekan leher Kirana dan melumat bibirnya. Kirana melotot karena tak percaya ia akan kembali merasakan ciuman panas Adinata.
Jemari Adinata mencengkram pundak Kirana dan perlahan ia menarik pakaian Kirana hingga pundaknya terekspos.
Ciuman mereka semakin panas saat lidah Adinata mulai menyusup masuk dan membelit lidah Kirana. Ia tarik dan hisap membuat Kirana kaget. Ciuman Adinata benar-benar membuat Kirana kewalahan.
Ia kehabisan nafas, dan saat itu Adinata melepas ciumannya sejenak. Memberi waktu bagi Kirana untuk bernafas. Saat Kirana menarik nafas sebanyak-banyaknya. Adinata mengecupi leher dan pundak Kirana. Membuat Kirana tak karuan rasanya. Sekujur tubuhnya sangat mendamba dan menikmati cumbuan Adinata.
Tepat, saat Adinata hendak meremas d**a Kirana. Suara Nou merusak semuanya. Adinata tersadar dari perbuatannya dan buru-buru melepas diri dari Kirana.
Ia mengusap rambutnya dengan kesepuluh jarinya. Lalu mengambil kemeja yang jatuh di lantai.
"Ehmm... Maafkan aku, Kirana." Adinata memakai kemejanya dengan cepat dan keluar dari kamar.
Kirana masih bengong dengan apa yang baru saja terjadi padanya.