BAB 3

1224 Words
Kirana membawakan sarapan untuk sang Papa. Ia mencoba bersikap biasa. Ceria seperti tak ada masalah seperti kemaren. Ibrahim tahu betul. Anaknya tengah membohongi dirinya sendiri. "Ran." "Jangan ingatkan aku, Papa." Kirana langsung tersenyum dan menyuapi sang papa. Sesuap dua suap masuk ke dalam mulut tua Ibrahim. Yang bahkan sudah tak bisa mengunyah nasi dengan baik. Ia hanya mengkonsumsi bubur tiap harinya. "Papa hanya mau kamu bahagia." "Aku sudah bahagia, Papa." "Nak, sewaktu-waktu, Papa akan...." Ibrahim terdiam. Saat melihat Karina menaruh sendok dengan kasar. Menimbulkan benturan keras dengan mangkuknya. "Aku baik-baik saja, Papa." Kirana menekankan kalimat itu. "Apa kamu mau menunggu Papa mati dulu baru menikah?" Kirana menggigit bibir bawahnya. Astaga. Ada apa dengan papanya? Tak biasanya ia seperti ini. Tak pernah sekali pun papa membahas masalah pribadinya. Ini membuatnya sulit. "Apa kamu tidak mau melihat Papa-mu menyaksikan pernikahan kalian? Kau sudah tak sayang papa?" Kirana terisak. Ia menunduk setelah menaruh mangkuk bubur. Ia menangis. Melepaskan beban berat di pundaknya. "Aku... Aku takut, Papa. Aku tidak sanggup jika harus kehilangan papa juga. Mama sudah pergi, Pah... Papa juga sekarang berniat meninggalkan aku?" Tanya Kirana dalam tangisnya. "Aku sendirian nanti, Pah. Siapa yang akan menemani ku di rumah ini?" Kirana menggigit bibirnya kuat-kuat. Tubuhnya bergetar. "Adinata, ia yang akan membantumu keluar dari masalah itu, Nak. Dan Nou yang akan menghibur dirimu. Membuatmu selalu tersenyum ceria. Dan Om Galen yang akan menggantikan tempat Papa sebagai ayahmu." Kirana semakin terisak. Benarkah papanya akan benar-benar pergi seperti mamanya dulu? Haruskah ia terima pernikahan ini? Bahkan ucapan lamaran Adinata saja tak ada. Rasanya ia tak mungkin bisa hidup berdua dengan Adinata. Ia tahu betul, bahwa Adinata tak menyukai dirinya. ***** Galen tersentak mendapat kabar dari Ibrahim. Jika Kirana bersedia untuk menikah dengan Adinata. Dengan cepat Galen memesan taksi dan pergi ke kantor Adinata. Sesampainya di kantor. Galen langsung masuk ke ruangan anaknya kemudian bengong. Ia melihat mainan berserakan dan Adinata tengah telentang di atas karpet super empuk dengan Nou di sampingnya. Mereka nampak asik bermain persis seperti di taman bermain anak. Bukan di kantor. "Adinata?" Adinata tersentak dan langsung bangun. Ia langsung lega saat melihat sang ayah. Ia kira karyawan atau klien yang masuk. Bisa malu Adinata. "Beri salam sama kakek." Adinata mengayunkan tangan kecil Nou pada sang kakek. Nou tertawa merasakan genggaman tangan sang kakek. Galen pun langsung menggendong Nou. "Ada apa, Yah?" Tanya Adinata sembari membereskan mainan. "Ada hal penting yang ayah ingin sampaikan." Adinata berhenti memunguti mainan dan menatap sang ayah dengan serius. "Apa?" Tanya Adinata. "Kirana, bersedia menikah denganmu." Adinata melotot. Ia shock mendengar itu. Benarkah? Tapi, bagaimana mungkin. Ia masih gadiskan? Kenapa mau dengan duda beranak satu macam dia. Adinata mencoba bersikap biasa. Ia terus membereskan mainan Nou yang baru di belikan karyawan. Katanya hadiah. Entah hadiah apa. Adinata tak peduli. "Bagaimana? Kapan kamu akan melamar Kirana?" Adinata mengangkat mainan Nou dan ia masukkan ke dalam keranjang. "Ayah sungguh menjodohkan aku dengannya?" Adinata mendorong ranjang agar masuk ke dalam lemari kecil. "Tentu saja." "Ayah tidak curiga, ia hanya memanfaatkan kita?" Mendengar itu Galen langsung terkekeh. Adinata menatap Galen bingung. "Kenapa?" Adinata berdiri tegak dan menatap lurus ke arah Galen. "Kau sendiri? Apa tidak bermaksud memanfaatkan Kirana?" Adinata tersentak. Ia membuang muka mencoba mengatur perasaannya. "Jangan munafik, Adinata. Aku ini ayahmu. Aku tau betul sifatmu itu." Adinata menarik nafas. Yah... Ia tak pernah bisa bohong pada ayahnya. Adinata duduk dengan lemas. "Kalau ayah tau tujuanku, kenapa ayah masih menjodohkan ku dengannya?" "Karena ayah mengkhawatirkan Nou. Bukan dirimu." "Apa ayah yakin, Kirana benar-benar bisa di percaya?" "Tentu saja. Karena ada ayah di rumah juga." "Maksudnya?" "Setelah menikah, tinggalah di rumah. Jangan di apartemen lagi." Adinata diam lagi. Tinggal di rumah besar itu lagi. Di mana sang ibu dulu membesarkan dirinya. Dan juga mengadakan acara pesta pernikahan. Tapi, apartemen ini adalah satu-satunya tempat yang sangat penting bagi Adinata. Karena semua kenangan manis tentang istrinya ada di apartment ini. Haruskah ia tinggalkan itu semua demi istri baru yang tak ia cintai? **** Malam ini baik Kirana mau pun Adinata tak bisa tidur. Mereka memikirkan tentang pernikahan yang akan mereka lakukan tanpa ada rasa cinta atau ketertarikan satu sama lain. Mereka saling memeluk bantal guling. Mencoba memejamkan mata. Namun, kembali mereka buka dan telentang. Posisi mereka sama persis. Walau mereka tidak dalam satu rumah. Tidak dalam satu ranjang. Seakan mereka memiliki magnet yang membuat gerakan mereka dan fikiran mereka sama malam ini. Adinata.... Inggrid.... Kirana takut, ia menikahi orang yang salah. Adinata takut, saat ia telah menikah Inggrid mendadak muncul di hadapannya. Apa yang harus mereka lakukan??? Mereka sama-sama menghela nafas. Mencoba menenangkan diri mereka. Dan mencoba memejamkan mata. ***** Pagi ini Adinata libur kerja. Ia memilih bersantai dengan sang anak. Kembali ia berleha-leha dengan mainan yang berserakan dan sesekali mengajarkan anaknya untuk berjalan. Hingga datang Galen ke apartemen mereka dan mengganggu aktivitas mereka yang menyenangkan. "Tidak jalan-jalan?" Tanya Galen. "Tidak." "Bukankah anakmu suka ke kebun binatang?" Adinata melirik Galen. Ada apa dengan ayahnya? "Ya." "Bawalah ke sana. Jangan hanya di rumah saja. Bagaimana anakmu tidak bosan?" Adinata berfikir lagi. Ia lantas menatap Nou yang asik memukul-mukul mainannya. "Nou." Nou langsung menoleh ke arah Adinata. "Nou mau lihat gajah?" Mata Nou melebar. "mau???" Nou tersenyum lebar dan memukul-mukul mainan lagi. "Jajah... Jah....!" Teriaknya. Adinata terkesima. Nou sudah paham apa yang di maksud Adinata. Dengan cepat Adinata memeluk Nou. Ia kecupi seluruh wajah Nou. "Ayah sayang, Nou!" Galen tersenyum melihat itu. "Sudah sana siap-siap, biar ayah yang jaga Nou." "Ya, Yah." Adinata dengan cepat memasukkan semua perlengkapan Nou ke dalam tas. Susu botol, susu bubuk, termos kecil, air minum, aneka makanan. Buah-buahan. Dorongan bayi. Payung. Dan masih banyak lagi. Total semua tas yang ia bawa ada empat. Galen sampai bengong. "Kamu mau jalan-jalan atau mau pindahan?" "Namanya juga bawa anak, Yah," jawab Adinata percaya diri. "Ayo, Yah." Mereka pun keluar dari rumah. ***** Sesampainya di kebun binatang. Galen menghentikan langkahnya. Ia lelah. "Kenapa, Yah?" "Ayah capek." "Mau istirahat dulu?" Tawar Adinata. Padahal mereka baru sampai. Galen langsung mengangguk. Adinata pun mencari tempat yang pas untuk mereka duduk. Ia taruh ke empat tasnya dan ia pasang tikar ysng ia bawa dari rumah. Nou ia biarkan duduk di tengah-tengah tikar sembari ia berikan cemilan dan susu. "Enak, Nou?" Tanya Adinata. "Nak...nanak." Adinata dan Galen tertawa mendengar jawaban Nou. Ia usap kepala Nou. "Om Galen?" Adinata tersentak. Ia langsung melihat siapa yang memanggil ayahnya. Kirana? "Hay, Kirana... Akhirnya kamu sampai juga." Baik Kirana mau pun Adinata bingung di buatnya. "Om? Ini maksudnya apa ya? Tadi kata om, Om sendirian di sini dan tidak bisa pulang karena kelelahan. Tapi, ini??" Adinata langsung menoleh ke arah Galen. Galen nyengir. "Maaf-maaf... Habis, kalian ini sudah mau menikah, tapi, tidak pernah jalan berdua. Eh, bertiga." Ralat Galen saat melihat Nou menatapnya. "Jadi, ya sudah. Sekalian saja ayah buat kalian bertemu di sini. Toh, ayah memang sudah lelah. Tidak kuat jalan jauh. Kalian saja yang masih muda yang menjelajah di sini dengan Nou. Ayah akan duduk di sini. Menunggu kalian selesai berkeliling." "Aku bisa sendiri, kok, Yah." Kirana melirik Adinata. "Jangan sombong, suatu saat kamu akan butuh bantuan orang juga. Sudahlah jangan egois. Kalian kan bisa saling kenal juga nanti." "Tapi, Om...." "Kirana, kamu tau, kan, pesan papamu?" Kirana diam. Adinata melirik Kirana. "Yaudah, kasihan Nou, sudah dari tadi dia ingin lihat binatang." Adinata bangun dan menggendong Nou. "Tolong, bawakan tas Nou." Kirana mengangguk. Galen tersenyum lebar. Misinya berhasil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD