Menjauh. Hanya itu yang aku pikirkan sekarang. Menjauh dari rumah pria bernama Aditya Hermawan. Aku pergi tanpa melihat lagi ke belakang sana. Terdengar suara Pak Adit yang memanggilku. Tapi aku tidak peduli. Hanya terus berlari keluar dari rumah ini. "Sani!" Sialnya walau pria itu tengah sakit, ia berhasil mengejarku. Lenganku dicekalnya. "Lepas, Pak!" "Tidak! Kamu gak boleh pergi!" "Saya bilang lepas!" "Kamu gak akan bisa lepas dariku, Sani." "Lepaskan saya!" Aku berusaha melepaskan tanganku. "Ingat kontrak kita, apa kamu rela mengembalikan tiga bulan gajimu? Hah?" Pak Adit ngos-ngosan. "Saya gak peduli, mau tiga bulan kek, setahun kek, pokoknya saya gak peduli!" "Kamu akan aku tuntut!" "Silakan! Saya gak takut! Hidup susah sudah akrab dengan saya." Pak Adit nampak frustasi.