Setelah dandan rapi, Bunga Lilyana menyiapkan adiknya agar terlihat rapi sama seperti dirinya juga, hari ini berniat pergi ke kantor polisi, kalau tidak diselidiki, bagaimana para warga bisa tenang?! Pasti akan selalu menyalahkan Bunga tanpa tahu kejadian yang sebenarnya. Santos lagi-lagi mengambil kertas dan bulpen untuk menulis, "Kita mau pergi ke mana?" tanya anak berusia 7 tahun itu dalam bentuk tulisan.
"Ke kantor polisi, Sayang. Doakan semua berjalan lancar, ya!" jawab Bunga Lilyana, selalu pilu menatap adiknya.
"Apakah kita akan baik-baik saja, Kak?" tanya Santos lagi, tidak tenang sejak kejadian di pesta pernikahan kakaknya yang gagal menimpa dirinya.
"Kita akan baik-baik saja, Sayang. Percayalah," ucap Bunga, mencium kening adik laki-lakinya penuh cinta.
"Baiklah," tulis Santos untuk yang terakhir kalinya kemudian keluar kamar mengikuti kakaknya.
"Kau jadi pergi ke kantor Polisi?!" seru Aira, frustasi. Beberapa jam ini ada jutaan followers BW media memaki, stres dan ingin membalas Bunga bercampur menjadi satu, tapi sabar ... Aira disuruh sabar oleh Juan, biar orang lain yang melakukan hal jahat pada Bunga Lilyana tanpa diketahui oleh orang lain, dan Mirna?! Adalah orang yang cocok untuk membalas Bunga. Juan menemuinya sementara Aira berdiam di rumah mendinginkan kepalanya.
"Ada kejahatan menimpaku kenapa aku tidak boleh lapor polisi, Aira?" jawab Bunga Lilyana, santai menatap adik sepupunya. Umur mereka sebenarnya sama, berhubung ibu Aira adalah adik kandung ayahnya Bunga, memang sudah sewajarnya memanggil adik atau nama.
"Apa kau pikir polisi akan percaya?!" Aira masih saja berusaha keras menahan Bunga.
"Polisi adalah pengayom masyarakat. Mana mungkin tidak percaya, Aira?! Sudahlah! Sudah siang! Kakak berangkat dulu, ya! Sampai jumpa," Bunga dengan pelan menarik tangan adiknya, kalau dibiarkan di rumah, takut Juan dan Aira akan menghabisinya.
********
Juan paling malas jika harus membahas masalah Bunga Lilyana dengan Mirna dan keluarganya, hatinya melarang tapi keinginan di hatinya untuk melindungi Aira lebih besar, tidak peduli mana yang salah Juan akan tetap membela Aira.
"Bunga akan lapor polisi, jika ada apa-apa! Kalian tahu, kan?! Apa yang harus kalian lakukan?! Bunuh Bunga dan kalau tidak bisa! Ganti kalian yang akan aku bunuh," tajam Juan, menahan amarah menatap Mirna, Mono dan juga Muna. Muna adalah anak dari Mirna dan Mono. Sementara Mono sendiri adalah kepala desa di tempat Bunga Lilyana tinggal.
"Berapa bayarannya?!" potong Mirna, langsung saja pada intinya. "Kalau besar kami terima! Sebaliknya kalau kecil, cari orang lain saja! Aku tidak ada waktu." Mirna tidak takut apalagi tunduk pada Juan, mungkin sudah wataknya licik, kejam dan juga tega.
"Sama seperti bayaran awal," jawab Juan, menahan amarah menatap Mirna. "Dasar serakah! Sudah sering mengorupsi bansos warga, masih mata duitan pula," batin Juan, tidak percaya ada orang serakah di dunia ini seperti Mirna.
"Itu sangat kecil, Tuan Juan. Kali ini keselamatanku dipertaruhkan, bukan hanya aku tapi juga suamiku, anakku juga bisa jadi korban jika kami ketahuan bersalah, apa kau pikir bayaran di awal itu cukup?! Tidak, Tuan. Kau harus menaikkan bayarannya," ucap Mirna, memainkan kuku di jarinya.
"Kau berani memerasku?!"
"Apa aku harus takut?! Jika kau jahat! Aku sangat licik! Jadi jangan main-main dengan orang licik sepertiku, Tuan. Mengungkapkan keburukanmu sangat mudah bagiku, justru memusuhiku akan merugikan bagimu. Apa kau sanggup?!" dengan tatapan licik Mirna menatap Juan.
"Dua kali lipat," tawar Juan. Malas bermusuhan dengan Mirna. Aira bisa jadi terluka karna mereka, hal yang lebih buruk lagi adalah ... keluarga besar Handoko grup taruhannya. Kalau kakak angkatnya tahu, Juan bisa dihabisi tanpa rasa iba sedikitpun. Bhadra yang merupakan anak angkat di keluarganya begitu tidak toleran, jika ada hal yang berselisih paham dengan pikirannya, pasti akan dia habisi bahkan tidak sudi menganggapnya adik, jangankan Juan, Bunga Anindya saja bisa jadi sampah tak berguna di mata Bhadra, dulu pria itu sangat mencintainya, berhubung bosan, dia menjalin hubungan dengan Larasati mungkin dengan wanita lain juga. Juan tak bisa membayangkan jika kakaknya tahu mengenai keburukannya, perusahaan keluarganya mungkin juga akan hancur, perusahaan Handoko grup maju karna naungan dari perusahaan milik Bhadra, BW Technologi, BW Resort, BW Pangan terbaik, BW Intertaiment dan masih banyak lagi perusahaan milik Bhadra Bawika. Handoko grup tak ada apa-apanya, hanya karna Ibu dan Ayah Juan yang pernah membesarkan Bhadra saja membuat Bhadra membantu perusahaan mereka, ingin balas budi, masalah biaya hidup, Bhadra sudah punya sejak kecil. Kecelakaan pesawat membuat mama dan papanya tiada, kesedihan itulah yang membuat Bhadra bagai monster gila kerja guna mengurangi kesedihannya.
"Kau gila, Tuan?! Masalah kali ini membahayakan semua nyawa keluargaku, suamiku, bahkan anakku. 10 kali lipat," pinta Mirna, tanpa tedeng aling-aling.
"Kau berani meminta bayaran setinggi itu?!" Juan tidak sabar.
"Untuk orang kaya sepertimu! Uang itu tidak banyak, Tuan. Mau silahkan! Tidak mau biarkan warga tahu mengenai keburukanmu!" ancam Mirna, tidak main-main.
"Bedeb4h!! Ban9sat!! Baiklah!! Sepakat!" murka Juan, menyodorkan beberapa amplop ke muka Mirna. Dengan angkuh Mirna cek isinya, dan setelah dirasa cukup, Mirna menatap Juan meminta penjelasan, kebetulan mereka berempat ketemuan di hutan.
"Di mana Bunga Lilyana saat ini?!" tanya Mirna, ingin memulai rencananya, jangan sampai gagal karna uang sudah ada di tangannya.
"Tadi saat aku pergi, dia masih bersiap di rumah, ingin pergi ke kantor polisi," jawab Juan, frustasi.
"Baiklah! Bagaimana dengan berita yang beredar saat ini, Tuan?! Semua masyarakat menggunjing kita?!" seru Mirna, geram ingin mencabik muka Bunga.
"Untuk saat ini jangan sakiti Bunga, semua masyarakat memperhatikannya, sakiti Bunga dengan cara yang halus, buat dia putus asa dengan tidak ada orang yang berani membelanya, bukankah masyarakat sini masih marah padanya! Gunakan kesempatan ini untuk menyakitinya, jangan biarkan Bunga lapor polisi!! Masalah cara!! Aku tidak mau kasih masukan lagi! Apa gunanya aku membayarmu jika apa-apa harus aku yang memberitahukan padamu! Paham?! Camkan dan jangan sampai mengecewakan! Kau tahu aku, bukan?! Aku bisa membalasmu dengan sangat mudah jika mau. Sayang aku masih perlu! Kalau tidak ..."
"Terima kasih sudah memakai jasa kami, Tuan Juan. Tugas sudah pasti dilaksanakan! Pergilah!" usir Mirna, membuat Juan geram ingin menampar mulutnya tapi dipegangi oleh Mono secara langsung.
"Lawanmu bukan istriku, Pak. Tapi, Aku!" sinis Mono, tajam menatap Juan.
"Dasar pria lemah! Sudah pengecut! Masih berani menampar mama pula! Pria yang meminta bantuan seorang wanita! Bukankah pria lemah, Tuan?! Gaji sudah dibayarkan! Sebaiknya Anda menghilang! Jangan sampai istrimu yang baik hati dan lemah lembut tapi palsu itu memarahimu," tambah Muna, mencibir Juan.
"Jaga ucapanmu!! Istriku sangat lugu!" marah Juan, tidak terima.
"Lugu?! Astaga! Mamaaaa!! Aira sangat lugu?! Sungguh ingin tertawa aku mendengarnya!! Semua pria di desa juga tahu dia wanita seperti apa?! Manis di depan buruk di belakang! Kau pikir kenapa dia tidak pernah ditaksir pria?! Karna dia hanya mau hartanya saja! Sementara Bunga Lilyana?! Dia sangat cantik!! Banyak pemuda desa mencintainya, bahkan tergila-gila ingin menikah dengannya. Tapi apa kenyataannya?! Bunga menolak karna jatuh cinta padamu!! Pada pria rendah sepertimu!! Sungguh!! Aku ingin tertawa melihat kebodohanmu! Heh! Lugu apanya?! Selain jelek Aira juga tidak tahu aturan!" seru Muna, menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak habis pikir pria kaya seperti Juan terpedaya, Muna saja tidak sudi punya suami seperti Juan, selain bodoh! Hanya kekayaan saja yang diandalkan, selebihnya tidak mengerti apa-apa. "Bunga yang malang," batin Muna, kasihan tapi karna ada uang, persetan dengan nasib Bunga Lilyana.
"Sudah cukup!! Muna! Kau mengerti apa?! Pergi saja berbelanja! Ini bawa sebagian uangnya!" Mirna menyerahkan uang ke arah Muna membuat wanita itu tertawa.
"Aaa ... Mama! Kau yang terbaik! Aku mencintaimu. Pa, Muna pergi dulu!" gadis berusia dua puluh lima tahun itu pergi meninggalkan mereka bertiga, dia memang gila belanja dan berfoya-foya bersama temannya.
Mendengar ucapan Muna, hati Juan semakin merasa tidak enak. "Apa benar Aira bukan gadis baik?" batinnya resah tak menentu. "Baiklah! Aku pergi dulu!"
"Iya, Tuan. Silahkan," Mirna mengabaikan Juan.
Mono mendekat dan memeluk tubuh gemuk istrinya. "Sayang, kali ini apa yang harus kita lakukan?!" tanya Mono, pria berusia lima puluh tahun itu nafsu menggerayangi istrinya.
"Serahkan padaku, Pa. Semua akan baik-baik saja," Mirna memulai rencananya, dia sebenarnya juga geram pada Bunga karna gadis itu membuat banyak masyarakat mengatai dia meski tidak secara langsung, gambar dirinya tidak ada di sosial media, tapi berita mengenai dirinya menghajar Bunga, dimaki banyak orang.
"Dasar kompor bangs4t!! Mak lampir nyinyir! Istri kepala desa sampah! Semoga anaknya bernasib lebih buruk dari pada Bunga. Sok kuasa padahal hanya kepala desa biasa! Ingin sekali kuremas mulutnya! Orang seperti dia dibuat mati saja!!" berbagai komenan pembaca dibaca oleh Mirna, cerita Bunga diunggah di salah satu aplikasi milik BW Media, sudah diolah dan ditambahi membuat para pembaca gemas ingin menghabisi Mirna. Ditambah lagi ... aplikasi itu memiliki ratusan juta followers. Dan Bhadra, adalah pemimpin perusahaan yang tidak kenal ampun.
Di tempat lain ....
"Cih! Ada manusia viral mau lapor polisi, Guys!" ejek Muna, saat bertatapan dengan Bunga Lilyana di jalan. Tadi pagi berita tentang pernikahan Bunga dengan Juan yang gagal bertebaran di media, dan pemilik nama medianya ... bukanlah orang sembarangan, Bhadra Bawika! Sang pengusaha muda idaman para wanita. Kalau dia sudah membantu Bunga, maka hanya jalan buntu saja bagi kedua orangtuanya, tapi apa peduli Muna?! Persetan ayah dan ibunya mau dipenjara atau tidak!! Yang pasti, Muna akan tetap bersenang-senang dan jika kekurangan uang, Om Ramon suami dari Bu Reni siap memberi, bisa dibilang, Muna simpanan para pria tua.
"Jangan menggangguku, Muna. Aku tidak ada urusan denganmu!" kesal Bunga, malas bertengkar dengan teman gadisnya di desa.
"Tidak ada urusan?! Yang akan kau laporkan itu adalah ibuku!! Wanita yang sudah melahirkanku!! Dan suaminya!! Sudah berselingkuh denganmu kemaren malam yang lalu. Dasar rendahan!! Masih dibiarkan tinggal di desa! Malah tidak tahu terima kasih," ejek Muna, menghentakkan kakinya keras menginjak kaki Bunga Lilyana.
"Aaakkhh ... " rintih Bunga, kesakitan. Airmatanya jatuh menetes karna saking sakitnya.
"K .. k ..." Santos menangis meniupi kaki Bunga, adik kecilnya itu tidak mau kakaknya kenapa-kenapa.
"Wanita sampah! Sekali sampah tetaplah sampah! Kalian tahu?! Aku meminta semua teman sosial mediaku mengunggah foto dia di sosial media masing-masing dan bilang bahwa dia adalah gadis jal4ng! Rendahan dan tidak tahu aturan! Lempar dia dengan kotoran, Guys!" adu domba Muna berhasil membuat teman-temannya baik laki-laki maupun perempuan menyiksa Bunga, dengan cara melemparinya dengan batu bahkan menjambak rambut dan menendang perut Bunga.
"Aakkhhhh!! Aakkkhhh!!" Santos berniat melindungi kakaknya tapi dilempar oleh teman laki-laki Muna.
"Hentikan!! Berani menyakiti adikku!! Maka akan aku patahkan tangan dan kakimu!! Itu sumpahku!!" teriak Bunga, tak tega adiknya dianiaya.
"Takut apa?! Mau lapor polisi?! Lapor saja!! Ayo!! Laporkan kita juga!! Apa kau berani?! Berani macam-macam!! Adikmu menyusul ayah dan ibumu ke neraka!!" tantang Muna, menendang perut Bunga sampai gadis itu mengeluarkan darah dari mulutnya, sementara Santos menangis meraung-raung takut kakaknya tiada. Lima orang memegangi badan Bunga sementara Bunga sendiri tak bisa berbuat apa-apa dianiaya Muna, teman-temannya dan ada beberapa anak lain yang Bunga tidak kenal, anak Mirna itu terus menyiksa Bunga bahkan sampai menginjak dan menendang dengan keras kepala Bunga.
Merasa tak berdaya, Bunga meraih ponselnya dan menghubungi seseorang, tapi lama tidak diangkat, putus asa dan ingin mati saja menyelimuti perasaan Bunga. Tapi ... bagaimana dengan adiknya?! Bunga tak bisa membiarkan dia sendirian tinggal di dunia. "Aku mohon ... cepatlah diangkat!" batin Bunga, terluka.
Waktu terus berjalan, entah kenapa Bunga selalu dibenci semua orang?! Padahal tidak pernah sekalipun dia mencari masalah dengan orang seperti Muna, Ibu Mirna, Bapak kepala desa, Aira, Juan dan warga sekalipun! Tapi kenapa mereka terus menyiksa?!
Kenapa?!
Pikiran tidak berdaya dan ingin mati terus ada dalam diri Bunga, tapi adiknya?! Akan ikut siapa?! Haruskah mati bersamanya?! Tidak!! Santos masih kecil, baru sebentar melihat dunia, kalau Bunga memikirkan dirinya saja! Bagaimana dengan kebahagiaan kedua orangtuanya di alam keabadian kelak?! Mereka pasti akan menyalahkan Bunga, membenci Bunga dan tidak mau melihat Bunga karna tidak bisa berbuat apa-apa untuk adiknya, Bunga menjadi hampir gila. Satu demi satu orang-orang yang menghajar Bunga mulai meninggalkan Bunga di jalan dan tergolek sendirian. Adik Bunga pingsan melihat kakaknya bercucuran darah dari kepala, telinga dan mulutnya, Muna menelpon Ibunya dan bilang telah melakukan hal baik, merasa bangga pada putrinya, Mirna menghadiahinya uang lagi dan membuat teman-teman Muna yang telah menghajar Bunga makan-makan. Sungguh para manusia yang tak punya perasaan.
Tidak mau menyerah, pria yang ditelpon Bunga melalui akun pribadinya akhirnya mengangkat. "Hallo," jawabnya dingin, penuh penekanan, tapi juga menyejukkan hati Bunga, seolah hanya dia saja manusia penyelamatnya. Pria itu menekan panggilan video membuat Bunga mau tidak mau harus bertatapan muka dengannya.
"T-tolong, Aku ... " rintih Bunga, dengan wajah dipenuhi luka, Bhadra tak bisa melihat wajahnya secara jelas.
"K-kau?! Apa yang terjadi denganmu?!" seru Bhadra, entah kenapa hatinya panas ingin menghancurkan siapa saja yang sudah menyiksa Bunga Lilyana, si gadis pembawa berita emas.
"C-ceritanya panjang ... bawa adikku pergi bersamamu! Aku mungkin akan segera menemui ajalku, kalau bukan, Kau ... tak ada yang mau peduli pada kami lagi. Aku mohon ..." rintih Bunga, menangkupkan kedua tangannya, airmatanya deras mengalir membasahi pipi.
"Jangan gila!! Kau akan baik-baik saja!! Aku akan membawamu ke Jakarta!" seru Bhadra, ada rasa kasihan melihat Bunga Lilyana.
"J-jangan ... biar adikku saja! Datanglah kesini sebelum aku mati! Berjanjilah!! Beri hukuman pada mereka semua. Ah!" Bunga tidak kuat dan langsung pingsan di jalan. Seperti sampah yang berserakan, Bunga menatap adiknya lama berharap dia menemukan kebahagiaan, kalau tidak?! Jadi hantu pun Bunga rela demi melindungi adiknya.
TBC.