#PART 6 >PERTARUNGAN BATIN<

2019 Words
Bhadra Bawika menatap keluar jendela kaca, kalau sudah seperti itu, pikirannya gundah gulana, Manaf yang merupakan tangan kanannya bertanya. "Tuan, apa ada yang sedang Tuan pikirkan?" ucapnya sopan. "Ada, Manaf. Mengenai Bunga." "Nyonya Bunga?! Tuan ... bukankah Nyonya Bunga sudah makan, kenapa masih Tuan pikirkan?!" "Bukan Bunga Anindya, Manaf. Tapi Bunga Lilyana, gadis desa berasal dari pulau Kalimantan," jelas Bhadra, datar. "Benarkah? Ada Bunga lain selain Bunga Anindya?" Manaf masih tidak percaya. "Manaf! Coba kau pikirkan! Apa ada manusia yang tega di zaman seperti ini?!" "Ada, Tuan Bhadra. Anda sendiri," batin Manaf, hanya bisa berucap dalam hati tanpa berani bicara jujur pada atasannya, bisa dipecat. Bhadra selalu menyiksa istri pertamanya mentang-mentang dia yatim piatu, bahkan makanpun harus dijejal-jejalkan ke mulut. Mengingat Bunga Anindya, ingin rasanya Manaf menjawab dialah manusia kejam di zaman modern seperti ini. "Manaf!! Kau dengar, Aku?!" ulang Bhadra, tidak sabar. "B-banyak, Tuan. Terakhir kulihat berita ada seorang anak menghabisi nyawa ibunya sendiri, ayahnya juga bahkan ada pula kedua orangtua yang menghabisi anaknya sendiri karna emosi. Sangat banyak sebenarnya, apa ada masalah?" tanya Manaf, hati-hati. Tidak biasanya atasannya seperti ini. "Ada seorang wanita Anggap aja namanya Bunga Lily. Dia dipermalukan calon suami di hari pernikahannya. Alasannya ... karna sang wanita punya selingkuhan yaitu Bapak kepala desa, dan yang membuat si gadis berselingkuh ini, juga calon suami dari si Bunga Lily itu sendiri. Jadi bisa disimpulkan, demi membatalkan pernikahannya, sang pria ini merendahkan harga diri Bunga Lily dengan cara memfitnahnya," jelas Bhadra, yang memang sangat marah, membuat Manaf gemetar. Apakah atasannya berniat menikah lagi?! Untuk yang ketiga kali?! Kalau kasihan sama seseorang, entah orang itu mau atau tidak biasanya Bhadra akan menikahinya, seperti istri pertama Bhadra sendiri saat ini, atas nama kasihan .... Bhadra menikahi Bunga Anindya. Alasannya gadis itu akan aman jika tinggal di rumahnya, di rumah gadis itu sendiri hampir terjadi pemerkosaan, untung Bhadra datang dan langsung menyelamatkan Bunga Anindya, setidaknya ... itu pikiran Manaf. "Hanya seperti itu saja masih tergolong normal, Tuan. Di beberapa berita lain malah ada beritanya sang pria membunuh calon istri karna selingkuh, sementara si Lily! Hanya dibatalkan pernikahannya saja, tidak ada yang sulit," ucap Manaf, jangan sampai gadis itu mengambil posisi istri ketiga setelah atasannya menikahi istri kedua, Larasati. "Apa sudah kebiasaanmu mengambil kesimpulan di awal, Manaf?! Aku belum selesai bercerita tapi kau sudah menduganya hanya dengan keinginan hatimu sendiri! Pergilah!" usir Bhadra, tidak mau melihat Manaf sama sekali, untuk saat ini, dia ingin sendiri. "Maaf, Tuan. Maksud, Saya ..." "Panggil Veronica kesini!" dengan angkuh Bhadra memotong ucapan Manaf, Bhadra memang susah ditebak keinginannya, kadang tidak peduli, kadang perhatian, kadang juga sangat jahat hingga membentak siapa saja yang tidak sependapat dengannya. Korban kali ini ... adalah Manaf. "Baik, Tuan," Manaf meninggalkan ruangan Bhadra yang merupakan seorang Direktur utama dalam dunia pertelevisian, juga beberapa aplikasi ternama di dunia, tak hanya itu Bhadra seolah manusia serakah yang segalanya dia lakukan dan hebatnya ... selalu sukses, keberhasilan itulah yang kadang membuat perusahaan lain iri tapi juga memohon-mohon untuk segera dinaungi, di bawah pimpinan Bhadra Bawika, perusahaan kecil sekalipun bisa berubah jadi besar, contohnya Handoko grup, perusahaan milik keluarga itu dulunya hanya kecil-kecilan dan hampir bangkrut, ditangani Bhadra Bawika, Handoko grup yang menangani di bidang dekorasi, perhotelan dan beberapa makanan itu menjadi sangat maju. Manaf keluar dan tetap bersikap sangat sopan, jika atasannya kejam, jangan salahkan Manaf tetap menyayanginya karna hanya Bhadralah tempat Manaf bersandar, Manaf juga yatim piatu sama seperti Bunga Anindya, dan perlakuan Bhadra pada Manaf, lebih seperti ke seorang adik daripada ke seorang bawahan, kekurangan Bhadra hanya satu, tidak mau dibantah, jika dituruti keinginannya, apapun akan Bhadra berikan, jika dilawan, Bhadra akan semakin kejam, dan Bunga Anindya, adalah wanita yang suka melawan. "Selamat pagi, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Veronica, seperti biasa genit pada atasannya, kalau bukan dengan sikap, Veronica rayu dengan gaya berpakaian seksi. "Hal yang aku minta posting tadi malam, apakah ramai diminati penggemar?" tanya Bhadra, tidak tertarik sedikitpun pada Veronica. "Luar biasa, Tuan. Postingan banyak dibagikan dan dikomen bahkan sampai jutaan orang. Mereka bilang kasihan Bunga Lily, calon suaminya tidak tahu diri, dan banyak orang pula yang menelanjangi Bunga di pesta pernikahan, itu jadi bahan bullyan masyarakat. Hanya saja ... kenapa tidak kita perjelas muka penjahatnya?" tanya Veronica, heran. "Aku manusia yang selalu waspada, Veronica. Meski menyentuh perasaanku sekalipun, aku tidak mau ditipu, lagipula siapa Bunga Lily?! Hanya umpan untuk kepentingan perusahaan kita saja, jangan sampai rating kita kalah sama perusahaan lain. Dan lagi!! Semakin misterius, semakin ingin pula masyarakat menanti akhir dari cerita si Bunga Lily ini," jawab Bhadra, sungguh percaya diri, Veronica yang mengagumi Bhadra sejak remaja, malah kalah dengan Bunga Anindya yang dulunya hanyalah seorang gadis miskin, sudah miskin, tidak punya sanak saudara pula! Dan herannya! Bhadra menyukainya, selalu mengurung Bunga di kamar, andai dirinya yang jadi tawanan Bhadra, Veronica bakal melakukan segalanya termasuk menyerahkan tubuh, jiwa dan hatinya sampai mati, Veronica sangat mencintai Bhadra hingga dibiarkan tetap di sisinya saja sudah merupakan anugerah baginya, cinta Veronica tulus dari lubuk hati yang paling dalam, bukan karna harta benda apalagi kekayaan. Veronica, Bunga Anindya dan Bhadra Bawika merupakan teman sejak remaja, setiap kali mencari perhatian, selalu Bunga Anindya yang menang. Veronica semakin geram, padahal usahanya sudah banyak, tapi tetap saja kalah dengan Bunga yang tidak pernah melakukan apa-apa untuk Bhadra, iri di hati Veronica tak seorangpun bisa mengetahuinya, dia tipe wanita yang pandai mengendalikan pikiran, juga tidak genit seperti wanita jal4ng pada umumnya jika suka pada seorang pria. Veronica akan tetap elegan. "Kau sungguh jenius, Tuan. Sangat kagum punya atasan sepertimu," puji Veronica, tersenyum manis menatap Bhadra. "Panggil Bhadra saja jika sedang berdua, tidak perlu pakai embel-embel tuan. Bukankah kau dan aku adalah teman?" pinta Bhadra membuat hati Veronica berdebar-debar tidak karuan, pipinya bersemu merah karna malu, selama kenal, baru kali ini Bhadra bersikap lembut. "Ba-baiklah, Bhadra. Terima kasih," ucapan begitu lembut keluar dari bibir Veronica, dia begitu sangat bahagia. "Kau bisa kembali bekerja," Bhadra tidak sabar tapi tetap terlihat tenang, sudah wataknya. Salah tingkah dan bingung harus bagaimana Veronica meninggalkan ruangan dan akan pergi ke ruangannya, tapi belum sampai membuka pintu ruangan Bhadra, Bhadra menghentikannya. "Tunggu!" hati Veronica semakin berdebar kencang, perasaannya campur aduk, antara senang, gugup dan gelisah bercampur menjadi satu. Bhadra mendekatinya perlahan demi perlahan, tubuhnya yang tinggi besar, deru nafasnya yang bak singa mengancam, dan wajahnya yang sangat tampan membuat siapa saja terpana jika melihatnya apalagi berdiri berdekatan dengannya, seperti Veronica saat ini, dia hampir pingsan, kakinya terasa lemas dan kesenangan yang tiada tara memuncak di sekelilingnya, semua itu menyebabkan Veronica malu tanpa sebab. "Kau sudah makan?" Bhadra menyingkirkan salah satu rambut yang menutupi mata Veronica ke belakang telinga, perasaan Veronica bagai melambung tinggi di udara, diperhatikan Bhadra merupakan hal pertama untuknya, selama bertahun-tahun menjadi teman, baru kali ini Bhadra perhatian, dan itupun sangat dekat, seperti seorang pria bertanya pada kekasihnya, memang Bhadra dan Veronica sudah berteman sejak remaja, di sekolah SMA yang sama, yang membedakan adalah ... sikap Bhadra tidak seperti teman akrab pada umumnya, Bhadra cenderung dingin dan hanya seperlunya saja jika berbicara, selebihnya tidak mau peduli seperti saat ini, itulah kenapa Veronica sangat terpesona hingga ingin rasanya waktu berhenti agar diperhatikan Bhadra selamanya. "Aku ... em ... Aku ...." "Iya, Kau! Siapa lagi, Veronica?" "Oh! Maaf! Aku tidak fokus. Sudah, Bhadra. Kau sendiri?" tanya balik Veronica, berusaha mengatasi kegugupannya. "Ada daun kecil di belakang telingamu. Sebentar! Biar aku ambil," Bhadra membungkukkan badannya mendekati Veronica, setelah dekat, wajah Bhadra mendekat ke telinga sebelah samping di bagian belakang, jika orang melihat, pastilah mengira mereka sedang berciuman. Tak berapa lama kemudian, pintu ruangan Bhadra terbuka dan tampaklah Bunga Anindya di sana. "Kau?!" Veronica pura-pura panik dengan mendorong Bhadra, padahal dia berniat agar Bunga Anindya salah paham dan membenci suaminya. "Ya! Aku! Apa ada masalah?!" tajam Bunga Anindya, menatap Bhadra tanpa ekspresi. "Apa yang kau lakukan di sini?! Membuat muak saja!" marah Bhadra, kembali ke kursi kerjanya dan duduk dengan menyilangkan salah satu kakinya di sana. "Bibi Laras menyiapkan makanan untukmu! Karna beliau sibuk! Mau tidak mau aku disuruh antar kesini! Makanlah!" perintah Bunga Anindya, masih tidak mengerti apa yang akan dilakukan Veronica dan suaminya sebelum dia datang menghampiri. Apa Bhadra jatuh cinta pada wanita lain selain Laras lagi?! Bunga Anindya sudah tak peduli. "Apa kau masih ada urusan?! Kenapa tetap di sini?!" tajam Bunga Anindya, tidak mau dipengaruhi Veronica sama sekali. Dulu karena gadis itu Bhadra sering memarahinya, menghukumnya dan akhirnya sering tersiksa karnanya, sekarang tidak lagi! Bunga Anindya sudah tidak mau diperdaya Veronica lagi. "Apa kau tuli?! Aku bertanya apa masih ada urusan di ruangan suamiku ini?!" tajam Bunga Anindya sekali lagi, agar Veronica mengerti. "Em ... Aku ..." "Keluarlah!!" usir Bunga, tidak main-main tegasnya. "Kau jangan salah paham, Bunga. Kami berdua ..." "Kau bodoh?! Atau memang tidak mengerti?! Sekali aku bilang keluar! Maka keluar!!" teriak Bunga, hilang kesabaran. "Keluarlah, Veronica! Lanjutkan pekerjaanmu! Terus awasi perkembangan mengenai Bunga Lily. Jika ada apa-apa! Maka beritahu padaku! Gadis itu bilang akan menunjukkan bukti selanjutnya, nantikan saja! Kalau tidak! Berita emas akan hilang dari perusahaan kita," pinta Bhadra, tetap tenang bahkan cenderung tidak peduli pada amarah Bunga Anindya. "Baik, Bhadra. Aku pasti akan menuruti semua permintaanmu," dengan sinis Veronica menatap Bunga Anindya tapi gadis itu tidak peduli. Setelahnya, Veronica keluar meninggalkan ruangan. "Huh! Sok berkuasa! Padahal Larasati lebih dicinta dari pada dia! Kalau Bhadra suka padanya, kenapa harus menikah lagi?! Dasar Bunga bangkai tidak tahu diri!" batin Veronica, mengumpat Bunga Anindya dalam hatinya. "Tidak bermoral! Tetap memanfaatkan orang, dan selalu egois itu adalah sifatmu, Bhadra. Kalau tidak demikian, kau takut jatuh miskin, ya?!" ejek Bunga, ketus menatap suaminya. "Perbuatanku masih lebih baik dari pada perbuatanmu, Bunga. Munafik!! Ya! Kukira itulah sifat yang cocok untukmu! Apa kau tahu?! Semakin kau membenciku! Maka aku akan semakin menyiksamu, perasaanmu tidak ada artinya bagiku, dan lagi! Buang makanan ini karna aku tidak mau sesuatu yang sudah disentuh olehmu masuk ke dalam perutku. Haram!" hina Bhadra, tak kalah tajam. "Kau lupa, Tuan! Meski kau m4ti sekalipun! Aku tidak peduli! Tugasku hanya mengantar makanan sampai ke tempat ini! Mau makan atau tidak itu terserah padamu!! Yang pasti! Kau jangan mempersulitku! Selamat siang!" seru Bunga Anindya, ingin meninggalkan ruangan tapi dihantam kotak makan oleh Bhadra dari belakang. Braaakk!! Kotak makan itu melayang mengenai pintu dan makanannya berserakan jatuh ke lantai, Bunga Anindya meski hatinya tersiksa, pura-pura biasa saja dan melanjutkan jalannya. "Satu lagi! Jika cinta seseorang maka perhatikan dia semampu yang kau bisa, jangan cuma manis di depan tapi busuk di belakang. Kehamilan Laras semakin lama akan semakin besar, jika kau abaikan! Akan mencemarkan nama baikmu, bukan?! Dan nama baikmu, berhubungan dengan nama baikku, maka camkan itu dan jangan jadi pria pengecut." Bunga keluar dari ruangan Bhadra dengan cara membanting pintunya, setelahnya ... dia lari ke toilet wanita dan menangis sejadi-jadinya di sana. Sementara Bhadra sendiri dengan amarah yang meluap-luap meminta karyawan di bagian kebersihan membersihkan ruangan, Bhadra berteriak tanpa sebab, meja yang tadinya rapi dia gebrak hingga kertas di atasnya berjatuhan ke mana-mana. Jika sudah begitu, Manaflah yang pusing, dia sibuk menunda rapat yang seharusnya diadakan tepat waktu demi agar Bhadra bisa menenangkan hatinya lebih dulu. "Sial4n!! Wanita lakn4t!! Hanya bisa mengumpat tanpa bisa menilai dirinya sendiri!! Lihat saja Bunga Anindya!! Aku akan memberimu pelajaran!!" marah Bhadra, sangat kesal pada istrinya. Di tempat lain justru Bunga Anindya meneteskan air mata mengingat tingkah laku suaminya selalu buruk padanya, makan dipaksa sampai dijejalkan ke mulut seperti kemaren, dikurung dalam kamar dan baru hari ini dibebaskan, itupun mendapat perlakuan buruk yang sama seperti sebelumnya saat bertemu Bhadra, Bunga sungguh tak habis pikir mengenai suaminya, kenapa tidak dia ceraikan saja dirinya agar tidak meninggalkan luka lebih dalam. Kenapa harus diancam dan disiksa setiap berjumpa?! Bunga Anindya tidak terima. "Kenapa jadi seperti ini, Tuhan? Hamba juga ingin disayang seperti Larasati dan diperhatikan seperti dia memperhatikan Veronica. Kalau tidak suka, kenapa mengikat hamba di sisinya?!" putus asa Bunga Anindya seolah tak ada habisnya. "Apa salahku? Ayah ... Ibu ... bantu putrimu. Sungguh sengsara hidup tanpamu," beberapa menit menangis, Bunga membasuh mukanya dan berjalan keluar toilet seolah tidak terjadi apa-apa. Larasati tiba di ruangan Bhadra dan dengan manja bersandar di pelukannya. Bunga berusaha tidak peduli dan terus jalan ke mobil ingin segera tiduran di rumah. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD