#PART 4 >KEBAHAGIAAN SANG PENGKHIANAT<

2029 Words
Malam telah tiba, hujan disertai petir membuat Santos ketakutan, dia semakin erat memeluk kakaknya, hati anak kecil itu hancur melihat ayahnya tiada, tak ada lagi manusia dewasa yang jadi penjaganya, hanya ada Bunga, itupun juga terpuruk sama seperti dirinya. Andai punya kekuatan, Santos ingin membasmi mereka semua yang telah menyakiti kakaknya dan semua orang yang telah membuat ayahnya tiada, tapi yang namanya anak kecil, Santos hanya berpikir bagaimana semua itu bisa terjadi?! Kenapa semua orang membenci kakaknya dan membuat ayah tercintanya tiada?! Dalam mata Santos, hanya Mirna, suaminya, Aira, dan Juan saja yang membuat para warga menyakiti keluarganya. Anak berusia 7 tahun itu mungkin cuma bisa merengek tapi dendam di hatinya untuk mereka tentu saja semakin besar. Jika tidak sekarang, maka kelak jika dia telah dewasa. Bunga terus menangis sembari menangkupkan kedua tangannya ke wajah, sedari tadi masih di lantai dan tak pernah ada tanda-tanda mau berdiri. "K ... k ... k ... " Santos yang berniat menghibur kakaknya, terpaksa menelan kenyataan pahit saat ingat dirinya tidak bisa berbicara, tubuhnya jadi sering gemetar tanpa sebab. "K ...." "Sssstt ... tenanglah, Dek. Biarkan kakak menangis barang sejenak," isak Bunga, hancur mengingat perlakuan warga, jika memang bersalah, cukup diusir dari resepsi pernikahan saja. Tapi mereka?! Sudah menghina Bunga sampai ke titik terendah. Sedih, hancur dan tak berdaya menyelimuti kehidupan Bunga, pria yang dia sangka akan menjaganya nyatanya lebih percaya orang lain daripada dirinya. Bahkan Aira juga! Satu-satunya sepupu yang Bunga harapkan membela! Malah diam saja seakan membenarkan apa kata warga. "Hiks ... K ... k ...." Santos terus bergumam semampu yang ia bisa, niat hati ingin menghibur kakaknya tapi apalah daya suara tak bisa keluar dari mulutnya. Masih trauma mengingat Bunga dihajar warga dan ayahnya meninggal saat itu juga. "Bagaimana kabar ayah di kuburan sana, Dek? Apakah baik-baik saja?! Apakah tidak kedinginan?! Bagaimana kalau beliau menangis sama seperti kita?! Ayah ... " Bunga meratapi kepergian ayahnya tapi percuma, tak bisa merubah keadaan. Sama seperti Santos Bunga juga berharap andai bisa mengulang waktu, Bunga ingin hidup bersama ayahnya dan tak mau mengenal Aira apalagi Juan, dua orang yang ibarat malaikat maut bagi Bunga. "Apa salah Bunga, Ayah?! Kenapa mereka semua tidak percaya pada Bunga?! Setelah hari ini tiba, bagaimana Bunga bisa melewati hidup tanpa Ayah?" isak Bunga semakin tersiksa. "Kakak ... tenanglah! Santos akan menjaga kakak sama seperti ayah menjaga kakak," batin Santos, pergi ke arah saklar listrik guna menyalakan lampu agar rumah mereka tidak suram. "Jangan dinyalakan, Dek! Biarkan saja gelap! Kakak hanya ingin kegelapan! Jika terang! Kakak teringat bagaimana para warga menelanjangi kakak di pesta pernikahan, Kakak. Saat itu suasana terang benderang, tidak gelap seperti suasana kakak saat ini. Ayah ... " Bunga putus asa, airmatanya bahkan sampai mengering, tapi entah kenapa dia ingin terus menangis tanpa siapapun yang boleh menghentikannya, termasuk Santos. Tak berapa lama kemudian, Aira dan Juan tiba-tiba masuk ke rumah Bunga tanpa memedulikan perasaan Bunga, Juan nyalakan lampu di rumah Bunga sampai seterang-terangnya. Santos yang marah melihat keduanya, langsung ingin menerkam tapi didorong dengan keras oleh Juan. "Dasar anak yatim-piatu!! Sudah tidak ada orang tua!! Berani pada yang lebih tua!! Bunga!! Apakah ini caramu mendidik adik?! Apa jangan-jangan ... Ayahmu yang sudah mati itu juga mendidik kalian dengan cara yang tidak berguna seperti ini?! Kakaknya sampah! Sementara adiknya tidak tahu aturan!!" Juan mendesis geram. "Oh, ya! Lantas apa hakmu menghina ayah? Mulutmu tak lebih dari pria pengecut yang bisanya berlindung di balik kaki Bu Mirna. Kalau menyukai Aira, kenapa tidak langsung jujur menikahinya?! Kenapa hanya bisa memfitnahku agar warga tidak menyakitimu! Hah ... Aku lupa, kau pengecut, bukan?! Tidak masalah tidak jadi menikah dengan pria busuk sepertimu. Tapi ayahku ... jangan sampai keluar kata buruk dari mulut kotormu itu," marah Bunga, tetap tenang seolah air yang bisa saja menenggelamkan Juan dan Bunga. Juan maju tidak sabar ingin memukul Bunga tapi dihadang langsung oleh Aira. "Sabar, Sayang," Aira teduh menatap Juan. "Kenapa? Apakah takut menyakitiku?! Berlindung di bawah rok istrimu?! Maju, Juan! Hajar, Aku!! Hanya itu yang kamu bisa, bukan?! Ingatlah! Setelah hari ini tiba!! Aku akan mengumbar kebusukan kalian pada semua orang dan balasan yang setimpal! Itu pasti akan cepat datang!" Bunga tertawa karna saking bingungnya harus berkata apa?! Jiwanya terguncang. "Aku kasihan padamu, Kak. Semua warga membunuh ayahmu sementara adikmu ... berubah jadi bisu! Aku sangat sedih melihat semua itu terjadi di depan mataku. Tapi mau bagaimana lagi?! Kau jal4ng," hina Aira, dengan senyuman licik di bibirnya. Apapun kata Bunga, tetap dialah pemenangnya. Plakk!! "Kau merasa kasihan?! Cuih!!" Bunga menampar bahkan meludahi wajah Aira, kala itu Aira mendekat dan langsung dicengkeram lehernya oleh Bunga. "Kau kalah, Aira. Bagaimanapun juga! Kau dapat bekasku!! Pria tersayangmu itu telah berkali-kali bercint4 denganku!! Dia bilang aku memuaskan! Cantik! Mulus! Dan kau ini!! Hanya rasa kasihan yang Juan berikan padamu!! Tunggu setahun setelah kalian menikah!! Rumah tangga kalian pasti akan retak!! Orang ketiga akan datang dan masalah yang membuatmu sakit hati!! Akan datang terus-menerus!! Itu sumpahku!! Hahahahaha!! Kau bilang Juan setia?! Mimpi, Aira! Dia akan menyakitimu sama seperti dia menyakitiku!! Dan kedua orangtuamu!! Pasti menyesal telah melahirkan anak pendendam sama seperti dirimu!! Kau pikir aku tidak tahu?! Kau sering mengintipku saat memadu cinta dengan Juan, bukan?! Kau ibarat pengemis yang sabar nunggu giliran, dan bodohnya ... Kau mengganggap itu cinta! Mari kita A bertaruh, setahun yang akan datang! Aku akan mendapatkan cintaku sementara, Kau?! Akan kehilangan cintamu apalagi simpati semua orang! Kau akan sakit hati saat priamu itu memberikan perhatian! Dan sekarang! Nampak jelas segalanya! Ambil, Aira! Bekas kotor seperti Juan memang pantas buat sepupu licik sepertimu," Bunga melepaskan leher Bunga dan menatap rendah ke arah Juan dan Aira. "Selamat datang di rumah istri tercintamu, Juan. Silahkan masuk!" Bunga tersenyum aneh dan sangat menyeramkan. "Apa kau pikir kami takut dengan mimik rendahmu, itu?! Sekali jal4ng tetap jal4ng!" Juan menghina Bunga sementara Aira masih tidak terima telah diludahi dan ditampar Bunga. "Oh ... Sayang ... biarkan saja, Kak Bunga. Dia pasti terguncang jiwanya, mari bercinta di kamar, su-a-mi-ku," Aira sengaja menekankan kata suami membuat Bunga sedikit sakit hatinya, seharusnya dia yang sekarang akan bercinta dengan Juan, tapi karna Aira dan Bu Mirna, semua mendadak berubah jadi bencana. Sebenarnya Bunga paham jika selama ini ada yang tidak beres dengan Aira, tapi berhubung dia sepupunya, Bunga membuang pikiran buruknya. Tapi sekarang! Bunga harus membayar akibat yang sampai harus merenggut nama baik, suara adik kecilnya dan nyawa ayah kesayangannya sekaligus. "Bedeb4h!! Membusuklah kalian di neraka," batin Bunga, menghampiri Santos dan membawa adiknya ke kamar. Selang beberapa menit Bunga Lilyana ke kamar, Aira menghampirinya dan ganti menampar Bunga. "Aku memang sengaja melakukannya, Kak. Lalu apa maumu?! Balas dendam?! Mengadu pada semua orang?! Mengadu pada Juan?! Silahkan saja! Tidak ada yang percaya! Nasib baikmu sudah habis! Kau tidak mau pergi, bukan?! Maka tetap di sini nikmati kesedihan pertamamu tanpa ada orang yang akan peduli padamu, hanya adikmu dan itupun sudah bisu. Kau bilang kau tadi menang?! Heh! Aku yang menang, Kakak. Aku merebut calon suamimu! Ayahmu! Bahkan sebentar lagi rumahmu!! Ops!! Bukan!! Rumahku! Dan kalau mau adikmu selamat! Maka perbaiki sikapmu dan jangan membantah!!" tekan Aira, menggelutukkan giginya. "Jadi semua ini benar karenamu, Aira?!" tajam Bunga Lilyana, tanpa rasa takut sedikitpun. "Sayangnya iya, Kakak. Aku menjelekkan namamu pada Juan, membuat Juan yang malang itu memfitnahmu di depan semua orang! Dan aku pula yang merekam ... kamu selingkuh dengan bapak kepala desa! Kau tahu siapa yang merencanakan ini semua?! Aku dan Juan," Aira tertawa puas sementara Bunga ingin rasanya membungkam mulut Aira dengan tanah dari makam ayahnya. "Tapi aku tidak selingkuh, Aira." "Kau bodoh, ya?! Aku dan Juan yang membuatmu seolah-olah selingkuh dengan bapak kepala desa, dan Bu Mirna! Menyalakan apinya, semua warga terbakar rencana kita. Kasihan ... Kau sungguh malang, Kakak. Bersabarlah! Besok jangan lupa masakkan sesuatu untukku dan kak Juan, sekarang aku akan melayaninya di ranjang, selamat malam," Aira pergi meninggalkan Bunga dengan senyum kemenangan, Bunga bersumpah akan membalas mereka sampai ke titik darah penghabisan. ****** Rumah Bhadra Bawika, Jakarta. "Tuan, Nyonya belum mau makan dan masih mengurung diri di kamar," ucap Pelayan wanita, membuat pria berusia 30 tahun itu geram pada istrinya. "Paksa, Dia!! Kalau perlu! Masukkan semua makanan di meja makan ke mulut Bunga Anindya!" tegas pria pemilik nama Bhadra Bawika, menyimpan kebencian pada Bunga Anindya begitu lama, selama menikah, tidak ada satupun kebahagiaan untuknya, sementara dia sendiri, sibuk dengan calon istri keduanya. "Sayang, jangan menyiksa kak Bunga, kalau tidak mau makan, biarkan saja. Jangan dipaksa ..." "Apa kau ingin aku membunuhnya secara halus?!" tuduh Bhadra, tidak suka Larasati ikut campur masalah dia mendidik Bunga. "Apa kau ingin aku membiarkan dia mati kelaparan?! Kalau ada apa-apa! Namaku akan tercemar! Itukah yang kau inginkan?!" dengan tatapan dingin, Bhadra mengingatkan Larasati tentang posisinya, dia hanya orang lain di rumahnya, kalau bukan wanita itu mengandung anaknya, mustahil Bhadra mau menikahinya, pesta ulang tahun di rumah Larasati membuat Bhadra terjebak hingga mau tidak mau menikah dengannya, meski masih rencana. "Bukan seperti itu maksudku, Bhadra. Hanya saja ...." "Sudahlah! Jangan menggangguku! Masalah Bunga! Biar jadi urusanku. Manaf!! Bawa Nona Larasati ke butik buat mengukur baju pertunangan kita!" Bhadra Bawika paling tidak suka jika ada wanita lain mencampuri urusannya, 5 tahun menikah, Bunga Anindya hanya bisa memberinya luka, Bhadra sendiri juga mulai tidak peduli dan berniat menikah lagi dengan Larasati, wanita yang selama ini memberinya kehangatan meski sekalipun Bhadra tidak pernah membalasnya. "Bhadra, Aku tahu hanya aku yang mencintaimu, aku juga tahu merupakan orang ketiga dalam kehidupan rumah tanggamu, tapi apa salahku?! Saat itu kita sama-sama mabuk, kau memaksaku dan aku memberikan kesucianku, inikah balasanmu padaku?! Bukan aku yang mau memanfaatkanmu Bhadra, tapi Kak Bunga! Dia tidak pernah mencintaimu tapi kau selalu mengikatnya dalam pelukanmu. Meski tahu kehamilanku! Sedetikpun tidak berubah sikapnya apalagi protes padamu, dia hanya membencimu." "Diam!! Masalah Bunga, biarlah jadi urusanku! Kau jangan ikut campur!" marah Bhadra, dengan kejam menatap Laras. "Baiklah, maaf ... " Larasati meninggalkan ruangan Bhadra dan pergi ke butik bersama Manaf, pelayan laki-laki Bhadra bisa juga disebut kaki tangannya. Setelah Laras tidak ada! Bhadra mengambil ponsel berusaha menghubungi Juan, adik angkatnya. "Hallo, Kakak," sapa Juan, terputus-putus, jarak antara Jakarta dan Kalimantan mungkin menyebabkan sinyal susah mungkin juga karna hal lain. "Bagaimana pernikahanmu?" tanya Bhadra, langsung saja pada intinya. "Aku menggagalkannya dan menikah dengan wanita lain, Kak. Istri yang sebenarnya ingin kunikahi itu jal4ng rendahan, berselingkuh dengan suami Bu Mirna, kepala desa di desa tempatku saat ini, untung tahu dari awal, kalau tidak?! Sudah rugi menikahi wanita hina seperti dia," jelas Juan, meski semuanya adalah kebohongan, Bunga Lilyana bukanlah wanita sembarangan, hanya menyerahkan cintanya pada satu lelaki saja, dan itu adalah Juan sendiri. Sementara Juan! Dengan tega menipu Bunga karna yang ia cintai adalah Aira, wanita lembut yang sebenarnya banyak menyimpan dendam untuk Bunga Lilyana, meski bukan sepenuhnya kesalahan keluarga Bunga, tetap saja Aira membencinya dan Juan mendukung Aira karna kasihan. Juan dulunya tinggal di desa yang sama dengan Aira dan Bunga, ikut neneknya, berhubung neneknya tiada, Juan pulang ke Jakarta dan dua bulan ini ... kembali ke desa berniat menikmati masa kecilnya di sana tapi malah jatuh cinta pada Aira, sepupu Bunga Lilyana yang licik itu mencurahkan segala kesedihannya pada Juan hingga mau tidak mau pria itu membenci Bunga dan turut membantu Aira untuk membalaskan dendam, tapi yang mereka tidak tahu, di balik rencana yang mereka kira kecil dan ringan itu bisa membuat seorang Bunga Lilyana kehilangan ayah dan juga kehormatan dirinya, selain dendam dan benci, Bunga Lilyana tidak mau apapun lagi. "Bagus! Wanita tidak tahu diri hancurkan saja! Kita lelaki bebas memilih yang mana! Kalau sudah selesai dengan pernikahanmu, cepat balik ke Jakarta, banyak pekerjaan menantimu di Handoko grup, percayalah! Perusahaanku sendiri membutuhkan aku untuk maju, jangan menggangguku terlalu lama dan kalau bisa!! Ajari istrimu berkerja juga. Tidak baik memanjakan mereka! Salam buat ayah dan ibu di sana," pinta Bhadra Bawika, mengakhiri panggilannya sebelum Juan Handoko membalas ucapannya. "Bibi Lasmi!! Ambil makanan di meja dan antar ke kamar Bunga Anindya! Aku akan menyuapinya." "Tapi, Tuan." "Jangan banyak bicara dan kerjakan saja! Wanita seperti Bunga berulah kalau tidak diberi pelajaran." Bibi Lasmini merasa kasihan pada Bunga Anindya, sejak pernikahannya, tidak sekalipun suaminya membahagiakannya, selalu bergonta-ganti wanita dan sekarang malah akan menikah lagi dengan Larasati, wanita yang sebenarnya lembut tapi tetap saja tidak pantas berhubungan badan dengan suami orang sampai menimbulkan kehamilan. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD