ENAM

1829 Words
Lavina membuka kedua matanya dengan terpaksa dan terasa berat. Dan saat berhasil, ia malah merasakan pusing membuatnya melenguh lirih. Ia putuskan untuk diam sejenak, mencoba mengumpulkan semua kesadarannya. Lalu baru memutuskan untuk bangun. Tapi, seseorang seperti menahannya. Ia langsung menunduk, dan terkejut saat sebuah tangan tengah memeluk perutnya. Membuat ia langsung menoleh kebelakang. Lavina langsung tersentak dan membuka mulutnya terkejut melihat Alvan tidur bersamanya dan memeluknya. Terlebih lagi pria itu tidak mengenakan pakaian. Dengan cepat ia langsung menyingkirkan tangan Alvan dari tubuhnya. Gerakkan kasar itu membuat Alvan terbangun. Pria itu ikut kaget dan duduk menatapnya panik. "Kenapa? Kamu mau sesuatu?!". Ujar Alvan langsung tersadar. Lavina menatap tajam pada Alvan. Bahkan wanita itu memegang erat selimut yang menutupi tubuhnya. Dan saat menyadari tatapan tajam istrinya ia langsung tersadar dan segera turun dari ranjang. "Kita tidak melakukan apapun! Sumpah!. Aku tidak melakukan apapun semalam. Aku hanya memeluk mu, karena kamu terus mengeluh kedinginan. Dan, tidak sengaja aku tertidur.!". Jelas Alvan dengan cepat dan panik. "Lavina, beneran aku gak melakukan apapun.!. Aku menelfon Kandil semalam. Menanyakan cara paling ampuh buat menurunkan demam kamu. Dia mengatakan kalau berbagi kehangatan adalah cara terbaik. Dia juga bilang kalau bersentuhan langsung akan lebih baik." Jelasnya dengan begitu cepat. Benar-benar tidak ingin Lavina salah paham dan menganggapnya pria b******k. Lavina memejamkan kedua matanya dengan kuat. Lalu membuang pandangannya dari Alvan. Merutuki sahabatnya yang bisa-bisa mengusulkan ide frontal itu pada Alvan. "Keluarlah." Ujarnya. Alvan mengangguk, pria itu langsung berbalik keluar dari dalam kamar. Ia hanya bisa menghela napas lelah, setelah melihat Alvan keluar dari dalam kamarnya. Lalu pandangannya jatuh pada nakas di samping tempat tidur. Tiba-tiba saja ia merasa bersalah, melihat ada sebuah ember kecil dengan air dan handuk kecil disana. Membuatnya kembali melirik kearah pintu yang tertutup. Ia menyibakkan rambut kebelakang, saat mengingat semua kejadian semalam. Sikap nya paling bodoh semalam. Ia benar-benar mengumpat saat teringat jika semalam ada terlintas hendak mengakhiri hidupnya. Untung saja ia mendengar suara langkah Alvan yang memasuki rumah. Membuatnya ia langsung tersadar dari pikiran bodohnya. Bagaimana ia bisa berfikir hal seperti itu?. Di sibakkan selimut dari tubuhnya. Ia berjalan menuju ke kamar mandi. Tubuhnya terasa lebih segar setelah mandi. Teringat kembali pada semua perkataan Alvan semalam. Ia tersenyum kecil, lalu menggeleng. Setelah bersiap untuk bekerja, ia langsung keluar dari dalam kamar. Dan mengernyitkan dahi saat mendapati Alvan malah tertidur di sofa panjang yang ada di ruang santai. Dengan tivi menyala menanyangkan sebuah tontonan kartun. Tapi, pria itu malah tertidur. "Al". Ia mencoba membangunkan pria itu. Tapi tidak ada respon, membuatnya mendekat dan membungkuk. "Al, bangun udah pagi." Lanjutnya. Alvan hanya mengerang, lalu kemudian mengerjakan matanya. Tapi, bukannya bangun. Alvan malah berbalik memunggunginya. Menyembunyikan wajahnya dalam sandaran sofa. "Al, kamu gak ada jadwal hari ini?". "Tidak ada, aku libur." Jawab Alvan dengan nada serak. Bahkan suara pria itu nyaris tidak terdengar. Sepertinya bukan efek baru bangun tidur. Tapi, suara Alvan benar-benar parau. "Al, coba bangun dulu." Pintanya Alvan dengan terpaksa berbalik dan duduk lemah di sofa. Masih dengan mata ssetengah terpejam. Lavina langsung menyentuh pipi Alvan kemudian beralih pada leher Alvan yang di rasa panas. "Sakit?". "Seret". Ia mengernyitkan dahi mendapat jawaban itu. "Gatal sampai kuping". Lanjut Alvan. Ia menghela napas berat. Sudah pasti Alvan mengalami radang tenggorokan. "Mandi dulu gih, aku bikinin sarapan buat kamu." Titahnya. Alvan menggeleng, kembali merebahkan tubuhnya di sofa. "Mau tidur. Ngantuk". "Iya, nanti lanjut tidur lagi. Sekarang kamu harus makan dulu. Minum obat sama vitamin. Tenggorokan kamu gak bisa dibiarin gitu aja. Nanti, virus-virus nya berkembang." Jelasnya. Alvan menghela napas kasar, ia kembali bangun duduk. Mengucek matanya dengan malas. Lalu baru berdiri berjalan masuk kedalam kamar tanpa gerutuan. Persis seperti anak kecil yang di paksa ibunya. Ia hanya mengulum senyum kecilnya geli sendiri. Dan kemudian memilih untuk kedapur menyiapkan sarapan sehat untuk Alvan. Lavina memutuskan ia memasak makanan rebus-rebusan. Seperti sayur bening dan juga telur rebus. Ia juga membuatkan telur ayam kampung setengah Mateng untuk menambah stamina Alvan. *** Saat sedang menikmati sarapan, ia tidak sengaja mendengar Alvan meringis. Dan saat ia melirik, dan baru menyadari jika telapak tangan kanan pria itu terluka. Wajar jika terasa perih saat menyentuh sesuatu, karena luka itu tidak kecil. Tapi, tidak bisa dikatakan besar juga. Ia jadi teringat lagi kejadian semalam dan mengetahui dari mana Alvan mendapati luka tersebut. Jadi, tanpa mengatakan apapun ia beranjak dari kursinya meninggalkan sarapannya. Tidak lama kemudian ia kembali meja makan. Menarik kursi ke samping Alvan. Ia meletakkan kotak P3K di atas meja lalu meraih tangan Alvan. "Kenapa gak di obatin?". Tanya Lavina sambil memberikan alkohol dan kemudian obat merah. Alvan meringis tanpa suara, Lavina hanya meliriknya sekilas. Lalu kemudian membalut luka itu dengan perban. "Kamu udah gak marah?". Tanya Alvan. "Kenapa aku harus marah?." Tanya nya bingung. Alvan menutup rapat mulutnya. Memandangnya dengan lekat. Kemudian pria itu tersenyum lega, lalu kembali berpaling pada sarapannya. Ia tertegun disana, memandangi wajah samping Alvan yang masih dengan bibir tersenyum. Rahang yang kokoh dan juga tegas. "Hari ini aku libur, istirahat sebelum minggu depan manggung di luar kota." Ujar Alvan. Ia yang kembali pada kursinya hanya mengangguk paham. "Dan selama aku keluar kota, lebih baik kamu nginap di rumah Papa sama Mama. Aku gak tenang ninggalin kamu sendiri di rumah." Lanjut Alvan lagi. "Iya." Jawabnya lagi. Kini memberikan senyum pada pria itu. Kegiatan lanjut tidur Alvan tidak terlaksana kan lagi setelah sarapan. Pria itu bahkan menawarkan diri untuk mengantarnya ke rumah sakit. Dan Lavina tadi akan menolak, tapi Alvan tipe laki-laki yang keras kepala. Jadi ia hanya menghela napas kasar dan membiarkan saja Alvan mengantarnya. "Kamu tau Alika.?" Ia melirik dengan pandangan tanya. "Itu anak kecil yang di rawat di kamar 124. Di kamar Melati." Lanjut Alvan menjelaskan. Ia langsung memproses ingatannya. Dan terbayang satu anak perempuan lucu nan manis. Seminggu yang lalu ia mengoperasi anak itu karena terjadi pembekuan darah di otaknya. Anak yang umurnya masih sangat kecil itu sangat ceria. "Dua hari yang lalu aku ngobrol sama dia, dan gak nyangka ternyata dia pinter banget". Kata Alvan sesekali melirik padanya. "Lucu dia, aku dibuat gemas setiap detik kalau ngobrol sama dia. Katanya kucingnya baru mati. Di cerita kalau dia ngusulin abangnya. Masa dia naruh mainan kecoa di telapak tangannya. Dan bikin si abangnya berteriak histeris. Tau gak dia bilang apa?. Abang Cemeng benget sih, masa sama kecoa aja takut.. malu sama aku. Hahaha." Cerita Alvan yang meniru ucapan anak kecil. Ia hanya tersenyum geli sendiri mendengar suara Alvan. Lavina melirik pada Alvan, mengamati raut wajah Alvan yang tengah bercerita tentang obrolan nya dengan Alika. Ia tidak menyimaknya dengan benar. Hanya menikmati raut wajah Alvan yang tengah bercerita. Pria itu penuh ekspresi, seperti anak kecil. Membuatnya gemas dan tidak bisa menahan senyuman. Sesekali mata mereka bertemu saat Alvan melirik padanya. Lalu pria itu kembali fokus pada jalanan. Dan pria itu masih terus mengoceh. Bahkan, ia di buat tertegun dengan Alvan yang tiba-tiba menghentikan mobil di lampu lalu lintas yang sudah menyala hijau yang seharusnya jalan. Tapi, pria itu malah dengan bergegas mengenakan topi, masker dan kacamata lalu keluar dari dalam mobil. Padahal pengendara di belakang sudah mengklakson mereka. Ia di buat sebal, tapi saat melihat apa yang di lakukan Alvan ia tertegun. Pria itu tengah membantu seorang nenek yang menyebrang dengan mendorong gerobak. Ia terus memandangi setiap pergerakkan pria itu. Berkali-kali ia melihat Alvan mengangguk dan juga memberikan uang. Lalu tidak lama kemudian kembali kedalam mobil. "Cih, ga sabar banget sih!. Mereka fikir ini jalan nenek moyang nya apa". Berita Alvan sambil melajukan mobilnya kembali. "Manusia-manusia sekarang itu pada sok paling sibuk, sok di kejar-kejar waktu. Mentang-mentang naik mobil mewah pada angkuh semuanya." Oceh Alvan. Ia hanya mengulum senyum saja melirik pria di sampingnya. "Kamu jalan dekat sama Renata Senja?". Tanyanya saat ia tidak sengaja melihat postingan salah satu akun gosip di i********:. Baru saja di post semalam. Ia baru membukanya sekarang. "Lumayan, gak deket banget sih." Jawab Alvan melirik ke arah layar hp nya. Kemudian terdengar hembusan napas lelah. "Mereka itu bisa banget beramsumsi sendiri, padahal semuanya salah. Contohnya kayak gosip yang menimpa Dika. Yang bilang kalau dia bawa lari istri orang". Ia tau gosip itu, sempat heboh dan bikin Kandil pusing sebulan yang lalu. Tapi, nyatanya tidak benar. Yang benar itu adalah. Dika hanya membantu Via untuk menyukseskan karir wanita itu. Dan, ia merasa Alvan juga cukup perhatian dengan penyanyi dangdut pop itu. Karena saat tujuh bulanan Kandil ia melihat sendiri interaksi keduanya. Ia sempat berfikir jika Alvan menaruh hati pada Silvia. Namun nyatanya tidak. *** "Gimana perasaan kamu sekarang?". Ia menoleh pada Kandil yang menemaninya makan siang di dalam ruangan hari ini. "Udah lumayan." Jawab nya menyuapkan makanan kedalam mulut. "Semalam itu, Alvan nelfon Aku dengan nada panik banget." Ia melirik sahabatnya. "Kamu demam tinggi." "Tapi gak nyaranin cara ekstrim juga kali." Delik nya sebal juga malu mengingat kejadian pagi tadi. Kandil hanya tertawa mendapat respon sebal itu. "Sama suami ini, gapapa kali." Jawab Kandil. "tapi beneran ampuh kan? Buktinya kamu masuk hari ini. Dia beneran meluk kamu sampai pagi? Tanpa mengenakan pakaian kalian?!". Tanya Kandil sedikit bersemangat. Ia tidak menjawab, memilih bungkam. Membuat Kandil tertawa gemas. "Sebenarnya, Alvan itu masih belum berubah sejak sekolah. Sifatnya yang terkadang polos itu suka bikin banyak cewek-cewek jatuh cinta sama dia". Ia hanya melirik tidak minat. "Jujur ya, tapi kamu jangan ember. Dulu, dulu banget waktu masih sekolah. Aku sempat nyaman sama sifat Alvan, sempat salah paham ngira dia naksir aku. Aku udah baper tuh. Tapi, ternyata dia biasa aja." "Maksud kamu?." Kandil hanya mengulum senyum nya. Melirik sekitar seolah takut ada yang mendengar. Padahal hanya ada mereka berdua di ruangan nya itu. "Sebelum baper sama Dika, aku pernah baper sama Alvan. Abis, dia itu suka bikin nyaman sih. Tuh cowok, gampang banget bikin perempuan meleleh tanpa sadar. Cuma ya itu,. Dia itu tingkat gak peka nya lebih parah dari Dika. Dika masih mending, peka dia itu peka romantis. Diam-diam perhatian." "Tumben muji suami". Deliknya. Kandil mendelik sebal, " maksud ku, intinya. Coba kamu kasih kesempatan untuk Alvan. Mencari rebound gak buruk kok. Alvan juga gak akan keberatan. Kalian udah nikah, ya.. lupakan saja tentang kontrak gila kamu itu." Ia tidak menjawab, memilih diam saja. Tapi bukan berarti ia tidak berfikir. Dalam hati ia juga memikirkan apa yang di katakan oleh Kandil. Apalagi sekarang ia benar-benar lelah dengan sikap Dude. Ternyata bukan hanya Dude, tapi ia juga merasa kan lelah. Dan ini adalah rekor baru untuknya. Sudah seminggu ini ia tidak mencoba menghubungi Dude. Walau ia masih menangisi pria itu. Tapi, ia biasanya masih berusaha untuk menghubungi Dude. Tapi kali ini tidak. "Menangis lah sepuas kamu, sampai kamu benar-benar lelah. Sampai air mata kamu habis. Menjerit lah sampai puas. Lepasin semua rasa sakit kamu. Lampiasin semua kekecewaan dan juga beban kamu sampai semua terasa ringan." "Setelah itu, coba lah untuk bangun kembali. Dan menjalani hari esok lebih baik lagi." Teringat kembali pada ucapan Alvan semalam padanya. Pria itu terlihat begitu bijak dan dewasa. Entah mengapa ia melihat banyak sisi yang berbeda dari pria itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD