Bab 3: Hamil

1004 Words
Positif. Dua garis. Selamat. Hamil. Itu adalah sebait kalimat serta kejadian yang masih diingat oleh Jeanne sejak beberapa jam yang lalu. Saat makan di restoran tadi, Jeanne sudah merasa tidak enak badan dan menunda pertemuan selanjutnya dengan perusahaan yang akan bekerjasama dengan perusahaan yang sedang ia pimpin. Wanita itu langsung pergi ke dokter dan memeriksa kondisinya. Kebetulan saat itu memang sudah jadwal Jeanne untuk pemeriksaan rutin setiap bulan. Dokter yang bertugas mengatakan jika saat ini ia sedang hamil. Jeanne tentu saja terkejut mendapati jika dirinya hamil dengan usia kandungan 8 Minggu. Awalnya ia tidak percaya dengan pernyataan dokter, sebelum akhirnya ia membeli tespek sendiri di apotek dan memeriksanya sendiri guna mencari kebenaran dari ucapan sang dokter yang ia harap salah. Namun, kenyataan membuktikan jika ia memang hamil. Dokter juga tidak mungkin salah dalam memeriksa kondisinya yang membuat Jeanne berada dalam situasi sulit. Dia baru saja menjabat sebagai pemimpin perusahaan yang dipercaya oleh bos-nya padanya. Namun, kehamilan yang tiba-tiba membuat Jeanne kalang kabut, bingung ingin melakukan apa. Wanita itu segera mendatangi kediaman Thomas untuk mencari ide apa yang harus ia lakukan. "Pak, saya hamil. Bagaimana ini?" Suara pecahan gelas terdengar tak jauh dari posisi mereka berada. Saat ini Jeanne dan Thomas berada di ruang tamu. Tak jauh dari mereka ada sosok Kirana yang membawa tatakan berisi gelas minuman untuk tamu sang suami. Namun, ucapan dari wanita yang ia ketahui sebagai sekretaris sekaligus orang yang sudah dianggap adik oleh suaminya, membuat Kirana terkejut setengah mati. Wajah wanita itu pucat pasi membayangkan jika suaminya ternyata masih meniduri wanita lain selain dirinya. "Sayang." Tak ingin istrinya salah paham, Thomas segera bangkit dan menarik istrinya ke arah Jeanne yang masih duduk dengan tenang di kursinya. "Jeanne, kamu jangan bercanda. Saya tidak mungkin meniduri kamu. Jadi, tidak mungkin kalau kamu hamil." Thomas menatap tajam sekretarisnya yang mengucapkan kalimat paling gila dalam hidupnya. "Maaf, Pak, yang bilang kalau bapak yang menghamili saya siapa? Saya di sini untuk bertukar pikiran dengan bapak. Saat ini saya sedang hamil 8 minggu." "Hamil? Kenapa bisa kamu hamil? Bukannya kamu penyuka wanita?" Thomas memberi tanda kutip dengan kedua jarinya sambil menatap Jeanne dengan penuh waspada. Mendengar ucapan Thomas tentu saja Jeanne mendelik tak terima. "Bapak jangan fitnah saya. Saya tidak suka perempuan," dengusnya sinis. "Terus, kenapa kamu bisa hamil? Sementara yang saya tahu kamu tidak pernah dekat atau menjalin hubungan dengan laki-laki. Makanya saya kira kamu itu belok," sahut Thomas santai. Pria itu kemudian duduk dan memangku istrinya di depan Jeanne yang sudah terbiasa dengan tingkah laku atasannya. "Saya mabuk waktu malam itu. Saya tidak sadar saat melakukannya. Makanya saya datang ke sini minta solusi bapak. Saya hamil dan tidak mungkin masih bisa memimpin perusahaan bapak. Apa kata orang-orang kalau mereka tahu pemimpin perusahaan adalah wanita yang hamil di luar nikah." Mendengar itu Kirana menatap cemas pada Jeanne. Wanita itu takut jika perempuan yang sudah dianggap seperti adik sendiri oleh Thomas itu akan melakukan hal yang akan membuatnya kehilangan bayi alias keguguran. "Kamu jangan memikirkan hal-hal negatif apalagi sampai memikirkan untuk menggugurkan bayi itu. Bayi itu tidak bersalah," ujar Kirana dengan cemas. Tentu saja hal itu membuat Jeanne mengusap kasar wajahnya. Atasan dan istrinya memang sama-sama selalu memandang negatif pada dirinya. Hal itu membuat Jeanne merasa frustrasi. "Mbak, saya juga tidak berniat untuk menggugurkan bayi dalam perut saya. Saya minta solusi Pak Thomas apa yang harus saya lakukan dengan perusahaan." "Aku kira kamu berpikir untuk menggugurkan anak kamu," ucap Kirana dengan malu Thomas yang berada di belakangnya segera mengeratkan pelukan pada sang istri. "Istriku memang berhati lembut." Pria itu mengecup pipi sang istri lalu beralih menatap Jeanne yang memutar bola matanya. "Bekerja saja seperti biasa. Kenapa harus memikirkan omongan orang lain? Kalau mereka mampu menjalankan perusahaan, suruh mereka menghadap saya. Tapi, kalau mereka cuma mampu untuk mengurusi urusan orang lain, suruh mereka menghadap kepala HRD. Minta surat pemecatan diri," ujjar Thomas panjang lebar. "Seperti itu saja kamu tidak mampu menanganinya." Thomas menggeleng kepalanya dengan cara berpikir Jeane yang menurutnya sangat lambat. Sebenarnya bukan Jeanne yang berpikir sangat lambat, tapi Thomas lah yang paling suka menyepelekan masalah hingga membuat orang-orang di sekitarnya mengelus d**a. Mendapati jika pria yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri tidak marah dengan kehamilannya yang tiba-tiba, Jeanne merasa lega. Wanita itu kemudian pamit pulang meskipun Kirana memaksanya untuk bermalam. Saat tiba di rumah, ada Ratih yang menyambutnya di depan pintu. Wanita itu kemudian bergerak memeluk Ratih yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri. "Nona kenapa?" Ratih tentu saja panik dengan sikap Jeanne yang tiba-tiba memeluknya. Hal tidak biasa dilakukan oleh wanita 25 tahun tersebut. "Saya hamil, Mbak. Tanpa suami. Saya juga tidak mau ada laki-laki yang mau tanggung jawab dengan kehamilan saya." Jeanne langsung berkata dengan to the point pada Ratih. Ratih sendiri terlihat membelalakkan matanya menatap tidak percaya pada Nona majikannya. Wanita itu dengan hati-hati bertanya, "Nona serius? Tidak lagi bercanda?" Jeanne menggeleng kepalanya dengan tegas dan menyatakan jika ia serius dengan ucapannya. Hal itu tentu saja membuat Ratih tidak mau memojokkannya karena bisa hamil di luar nikah. Wanita itu justru menyemangati Jeanne agar tetap bersemangat untuk menunggu kelahiran calon bayinya. Ratih sendiri tidak mau mengungkit tentang siapa yang menghamili Nona majikannya. "Mbak akan temani nona sampai kapanpun. Mbak juga akan jaga nona dan calon anak Nona yang ada di dalam perut." Ratih tersenyum manis, membuat Jeanne lega karena tiga orang yang ia ceritakan tentang kehamilannya, tidak ada yang menghakimi apa yang sudah ia lakukan. Jeanne kemudian melangkah masuk dan meminta tolong pada Ratih untuk dibuatkan s**u yang baru saja dibelinya. Ini adalah s**u yang dikhususkan untuk ibu hamil serta vitamin yang sudah diresepkan oleh dokter. Jeanne menerima bayi dalam perutnya. Tidak ada penyesalan sama sekali dengan kehadiran bayi tersebut, kecuali pada ayah dari si jabang bayi yang ia temui terakhir kali di restoran. "Mami akan menunggu kehadiran kamu, Nak. Mami yakin kalau kita bisa melewati semua ini." Jeanne tersenyum tipis sambil mengusap perutnya yang masih tampak rata. Tidak peduli dengan hujatan orang di luar sana saat mengetahui ia hamil tanpa suami. Jeanne akan melawan siapapun yang berani menyakiti anaknya. Siapapun itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD