Desahan, “Ouh…ah…” lolos dari bibir Kirana. Saat kakinya terbuka lebar, Bramasta sudah menanti di bawah, mengangkat salah satu kaki Kirana ke pundaknya. Tanpa melepaskan sisa kain yang menutupi tubuh Kirana, Bramasta mulai menjelajahi lembah hangatnya dengan indera perasa yang memanas yang membawa udara di sekitar mereka memadat, panas dan gerah. Kirana membekap mulutnya dengan satu tangan. Tangan yang lain mencengkeram erat punggung Bramasta yang terus memberikan sentuhan liar namun terkendali di area sensitifnya. Dua jarinya kemudian ikut bermain, menghujamkan kenikmatan. Kirana mengatupkan bibirnya, napasnya pendek dan terputus-putus. “Pak Bram…tolong, hentikan…ja..” Bramasta menulikan telinganya, yang ia dengarkan saat ini hanya erangan kenikmatan dari bibir Kirana. Ini menjadi sal

