“Aku berhasil memenangkan taruhan kali ini, jadi jangan pernah bersikap seolah kamu adalah orang yang paling berkuasa. Kita sama-sama kerja, hilangkan senioritas yang selalu kamu terapkan pada orang baru. Disini kita sama-sama melakukan pekerjaan rendah,” Maureen menghampiri wanita itu, dengan tatapan puas sebab ia berhasil mengungguli penjualan minuman.
Namun nyatanya apa yang dilakukan Maureen justru membuatnya semakin kesal dan marah, merasa Maureen telah melakukan kecurangan saat menjual minuman. Padahal Maureen hanya berusaha meyakinkan pengunjung untuk membeli lebih banyak minuman darinya.
“Kamu pasti melakukan kecurangan, aku yang paling banyak mendatangkan penghasilan disini.” tegasnya, seolah tidak terima karena Maureen berhasil mengungguli.
“Buktinya?” Maureen tersenyum, menunjukkan data penghasilan miliknya, yang memang jauh lebih banyak dibandingkan dengannya.
“Aku bisa lebih unggul darimu.” Maureen semakin sinis, tahu wanita itu sudah dibuatkan oleh amarah. Tidak ingin memperpanjang masalah yang dianggap sepele olehnya, Maureen pun segera bergegas pergi. Jam kerjanya sudah berakhir, sudah saatnya ia menerima hasil pembayaran untuk hari ini.
“Lo nggak bisa nyaingin gue!” rupanya wanita yang diketahui bernama Selly itu tidak terima dengan kekalahannya, dimana reputasinya selama ini sebagai salah satu LC dengan penghasilan tertinggi mampu dikalahkan oleh Maureen yang baru saja bergabung kurang dari satu minggu. Harga dirinya merasa tersentil, walaupun sebenarnya Selly sudah tidak memiliki harga diri.
Selly menarik kaos yang dikenakan Maureen, hingga ia nyaris tersungkur. “Lo jangan macem-macem sama gue!” Selly menatap dengan penuh amarah.
Maureen menatap dengan sama kesalahannya, namun ia masih berusaha bersikap tenang dengan merapikan rambutnya.
Kejadian beberapa hari lalu saat ia bertengkar dengan Anjani, masih menjadi hal yang tidak ingin terulang dalam waktu dekat. Pasalnya ia sudah diperingatkan Bang Adi, untuk tidak melakukan keributan dengan alasan apapun jika masih ingin bekerja di tempat itu.
Menghadapi Selly memang butuh nyali besar, tapi Maureen menahan diri untuk tidak melakukan kekerasan padanya.
“Gue yang paling berkuasa disini, dan Lo hanya anak ingusan yang seharusnya nurut dan patuh sama gue.”
“Lo siapa?” Maureen mendekat lagi.
“Lo ibu gue?” Ia tertawa mengejek.
“Asal Lo tahu, ibu gue aja nggak nyuruh patuh, apalagi Lo jenis wanita seperti ini.” Maureen menatap Selly dari ujung kaki hingga ujung kepala.
“Jenis kelabang betina,”
Belum sempat menuntaskan ucapannya, tamparan keras mendarat di wajah Maureen. Hal tersebut justru mengundang amarah Maureen yang sudah ada sejak tadi, selepas pulang kerja. Selly seakan menyiram bensin di tengah kobaran api emosi Maureen yang sejak tadi berusaha dipadamkan.
Maureen mengusap wajahnya, kesakitan yang dialami kembali bertambah. Ia menatap dengan tatapan lurus ke arah Selly, yang membuat wanita itu perlahan mundur dan mulai merasa ketakutan.
“Baiklah, biar aku tunjukkan sesuatu agar kamu tahu bahwa aku tidak takut pada siapapun, termasuk lonnte murahan sepertimu.” Maureen mengusap wajah dengan kedua tangannya, ia mendekati Selly mendorong tubuh wanita itu dengan kuat.
“Siapa yang lebih kuat sekarang.” Maureen menarik Selly, lantas kembali mendorong hingga tubuh wanita itu terjatuh. Tidak hanya sampai disitu saja, Maureen pun membuat posisinya ada di atas Selly, membuat wanita itu tidak punya kesempatan untuk melawan. Saat Maureen mengangkat satu tangannya, hendak memukul tapi tiba-tiba saja diurungkan. Tangannya masih menganbang di udara, sementara Selly sudah menjerit ketakutan.
Melihat lawannya ketakutan, membuat Maureen tersenyum samar
“Aku nggak akan merusak wajah kamu yang berharga itu, sedikit kerusakan bisa membuat pelanggann Lo kabur.” Maureen menyingkir dari atas tubuh Selly secara perlahan.
“Tapi ingat, sekali lagi Lo ngusik kehidupan gue, bukan hanya wajah Lo yang akan gue rusak, tapi juga hidup Lo.” Ancamnya, lantas ia bangkit dan membetulkan pakaiannya.
Apa yang terjadi menjadi tontonan bagi beberapa orang, termasuk beberapa pengunjung yang merasa tertarik dengan perkelahian antara kedua wanita itu.
Desas-desus pun mulai terdengar, dimana keduanya dikabarkan berebut salah satu pengunjung VIP. Maureen tidak peduli dengan gosip yang akan meluas nantinya, untuk saat ini ia merasa telah berhasil membuat Selly ketakutan. Wanita itu harus tahu siapa lawannya, agar tidak lagi menindas sesuka hati.
“Nggak habis pikir sama kamu, Ren. Bisa-bisanya berkelahi dengan Selly, dia senior disini, kamu seharusnya belajar banyak dari dia. Bagaimana caranya mengambil hati pengunjung, supaya penghasil kamu semakin banyak.”
Maureen menatap kesal ke arah Adi, hanya saja setelah lelaki itu memberikan beberapa uang lembar padanya, senyum di wajah Maureen pun kembali terlihat.
“Untuk jadi murahan nggak harus belajar, Bang. Dan aku tahu bagaimana cara mengambil hati pengunjung supaya mau membeli banyak minuman.” Maureen menerima lebih banyak uang dari kemarin, hasil kerja kerasnya malam ini. Tidak hanya sekedar membujuk pengunjung untuk membeli minuman yang ditawarkan, tapi juga hasil bersaing dengan Selly yang membuat wajahnya memerah akibat dipukul wanita itu.
“Bagaimana caranya? Kalau tetap masih pake kekerasan kayak gini, nggak mungkin tamu bakal betah.”
“Siapa bilang?” Maureen kembali tersenyum.
“Untuk menghasilkan banyak uang disini, cukup bersikap tidak tahu malu, dan untuk mengambil hati pengunjung cukup naikan rok yang kita pakai, goda dia dan uang akan mengalir deras. Itu yang aku pelajari selama beberapa hari disini, nggak perlu belajar pada si belalang itu.”
“Ya ampun, Maureen.” Adi menggelengkan kepalanya.
“Aku pulang ya, makasih untuk uangnya hari ini walaupun aku dapat dari hasil membunuh rasa malu. Aku balik ya, Bang. Dahhhh.” Maureen melambaikan tangannya ke arah Adi, lantas segera menuju area parkir dimana motornya berada
“Oke, malam ini Lo bisa jajan bensin lagi, nggak akan mogok apalagi kekurangan bensin kayak kemarin. Ayo, isi perutmu sampai penuh!” Maureen tersenyum, memukul jok motor, sebelum akhirnya mengendarai benda tersebut menuju salah satu pom bensin terdekat.
Pom bensin lebih lengang dari siang hari, hal tersebut membuat Maureen tidak perlu mengantri dan langsung mendapatkan apa yang dibutuhkan. Hanya saja, saat Maureen hendak membayar salah satu petugas mengatakan bahwa uang kembaliannya kurang. Alhasil Maureen pun menunggu untuk beberapa saat. Ia tidak akan meninggalkan uang kembaliannya walaupun hanya lima rebu, sebab ia merasakan bagaimana sulitnya mencari uang dan harus berhemat setiap harinya.
“Saya kira udah pergi, Mbak. Ternyata masih disini, nungguin kembalian ya?” Sindiran itu terdengar menggelikan di telinganya, namun tidak membuat Maureen tersinggung ia hanya tersenyum dan mengangguk, membenarkan ucapan si petugas.
“Iya. Uang lima ribu sangat berarti untuk saya. Bisa beli nasi uduk, buat sarapan besok. Nyambung nyawa, Mas.” balasnya dengan senyum.
“Oh gitu, pantesan aja kerja sampai lembut kayak gini, jam satu malam baru pulang.”
“Iya, saking butuhnya sama duit.” Balas Maureen lagi.
Saat ia sudah menerima uang kembaliannya, dan hendak menyalakan mesin motor, tiba-tiba mobil mewah datang mendekat. Bukan padanya, tapi pada salah satu mesin pengisi bahan bakar premium. Seharusnya Maureen segera pergi mengingat waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari, namun yang dilakukan justru terdiam menatap mobil dengan penuh kekaguman.
Tanpa sadar, kaca mobil tersebut terbuka.
“Hei LC, ngapain Lo? Baru balik ya?” Suara ejekan itu terdengar nyaring, hingga Maureen langsung menoleh ke sumber suara dan betapa terkejutnya ia saat melihat Anjani ada di dalam mobil tersebut, tengah tersenyum mengejek ke arahnya.
“Dapat saweran berapa hari ini? Cukup untuk beli harga diri Lo belom?”
Lanjutnya dengan tawa.
Maureen nyaris saja kembali dibuat emosi, bahkan ia berniat untuk menghampirinya.
Dalam hati, ia sudah menyiapkan mental untuk kembali berkelahi, namun langkahnya terhenti saat melihat sosok lelaki yang duduk di samping Anjani. Lelaki menatap lurus ke arahnya dengan tatapan yang sulit diartikan, yang membuat Maureen menundukkan kepala karena malu.