Kecupan yang lebih lembut

1250 Words
Hatchiim! Tiba-tiba saja Raisa bersin. Membuat Adrian menoleh ke arahnya. "Dingin?" tanyanya dengan tatapan khawatir. Raisa yang masih menyandarkan kepalanya di bahu Adrian menggelengkan kepalanya. "Tidak kok mas, hanya saja tiba-tiba hidung aku terasa gatal," jawab Raisa sambil menggosok hidungnya sampai memerah. Adrian kembali menatap ke arah depan, dia kembali fokus menyetir. "Kalau kurang sehat, kita pulang saja, untuk makana malam kita bisa makan di rumah saja," ucap Adrian yang khawatir dengan keadaan Raisa, karena Raisa juga memang belum terlalu sehat apalagi luka di pergelangan tangannya masih belum kering dan itu membuat Adrian semakin mengkhawatirkannya. "Aku baik-baik saja kok mas, pokoknya aku mau makan malam kita dilanjutkan, ini kencan pertama kita dan aku tidak mau gagal hanya karena bersin aku yang tidak jelas ini," ucap Raisa, dia pun akhirnya menegakkan kepalanya. "Mas, kamu harus percaya kalau aku baik-baik saja! Tapi tentang bersin tadi, sepertinya ada yang sedang mengutuk aku di belakang sana dan aku tahu siapa orangnya," ucap Raisa, dia terkekeh. Adrian mengerenyitkan dahinya. "Oh, ya! Siapa orang yang sedang mengutuk kamu? Memangnya kamu tahu?" tanya Adrian. Raisa mendekati telinga Adrian, lalu berbisik pelan. "Siapa lagi kalau bukan adik tiriku yang menyebalkan itu! Bukannya tadi kamu melihat betapa marahnya dia saat aku menampar wajahnya yang sok lugu itu," ucap Raisa yang setelah itu, mengecup pipi Adrian dan secepatnya menatap ke arah jendela, menyembunyikan wajahnya yang tersipu malu. Adrian terkejut sampai menginjak rem secara mendadak. Membuat Raisa ikut terkejut sampai kepalanya terbentur kaca jendela. "Awww ... Sakit! Mas, kamu kenapa menginjak rem mendadak sih?" ucap Raisa dengan tangan memegang dahinya. Detak jantung Adrian berdegup kencang, hatinya sangat bahagia karena mendapatkan kecupan lagi dari Raisa. "Ta-tadi ... Tadi kamu kenapa tiba-tiba mencium aku? Kamu tidak tahu kalau itu sangat berbahaya sekali," ucap Adrian, diam-diam dia tersenyum sendiri sambil memegang pipinya. "Tentunya sangat berbahaya buat jantung aku," gumam Adrian, dia tersenyum menatap kearah lain, takut Raisa melihatnya. Raisa mendekati wajah Adrian, lalu berbisik lagi ditelinganya. "Mas, tapi kamu suka kan?" Adrian langsung menoleh dan dia terkejut lagi ketika wajahnya dengan Raisa sangat dekat, hanya berjarak beberapa inci saja. "Raisa, ka-kamu ... Kamu jangan terus seperti ini! Aku takut .... " Raisa langsung menyela. "Takut lepas kendali lagi seperti tadi?" Adrian mengangguk, dia pun segera memalingkan wajahnya, karena dia mulai tak bisa mengendalikan hasrat dan hatinya ketika melihat bibir Raisa yang sedikit bengkak atas ulahnya. "Aku takut melahap bibir kamu Isa dan lebih takut lagi kalau aku memaksa kamu untuk jadi milikku seutuhnya," gumam Adrian, dia menelan ludah berkali-kali, mencoba menenangkan hatinya. Raisa menyentuh pipi Adrian dan memaksanya untuk menatapnya. "Tidak perlu menahan diri mas! Aku sudah bilang, kalau kamu menginginkan aku katakan saja, aku pasti menyerahkan semuanya untuk kamu, karena aku ini sudah jadi milik kamu," ucap Raisa. Adrian melotot, dia tak percaya jika Raisa bicara seperti itu. "Raisa, jangan bercanda! Itu tidak lucu sama sekali! Kamu tidak pernah menyukai aku, yang kamu sukai itu ...." belum selesai Adrian bicara, tiba-tiba bibirnya dibungkam oleh bibir Raisa. Membuat mata Adrian yang melotot semakin melotot hampir keluar dari tempatnya. "Ra-raisa kamu ...." Adrian tak bisa menahan dirinya lagi, dia pun memanfaatkan yang sedang terjadi dan adrian pun memejamkan matanya, dia pun membalas ciuman itu jauh lebih lembut dari sebelumnya. "Aku tidak boleh menyakitinya," gumam Adrian, dia perlahan melumat bibir lembut Raisa, menghisapnya dengan lembut membuat Raisa merasa nyaman. Keduanya mulai terbuai dalam alunan cinta dan terbang ke dalam dunia fantasi cinta yang di dalamnya hanya milik mereka yang begitu indah nan luar biasa. Keduanya semakin terbuai tak peduli dengan apapun yang terjadi bahkan lupa jika mereka masih di jalan ramai, untungnya Adrian sempat memarkiran ke bahu jalan sehingga tidak terlalu mengganggu pengguna jalan lainnya. "Mas, kamu cinta aku kan?" tanya Raisa di sela-sela ciuman yang membahagiakan itu. Adrian tersenyum bersamaan dengan anggukan kepalanya. "Ya, aku sangat mencintaimu Raisa," jawabnya. Keduanya tersenyum dengan tatapan penuh gairah, keduanya melanjutkan ciuman yang semakin panas itu. Keduanya semakin larut dalam api cinta yang semakin membara dan ... Ting! Tiba-tiba saja. Suara ponsel Raisa membuyarkan segalanya. Adrian melepaskan bibir Raisa. "Ponsel kamu," ucapnya. Raisa cemberut, dia masih menginginkannya. "Biarin saja mas! Kita lanjutin lagi ya," ucapnya yang segera menempelkan kembali bibirnya ke bibir Adrian. Namun, Adrian segera menghindar. "Lihat dulu, takutnya ada sesuatu yang penting! Nanti juga masih bisa ...." Wajah dan telinga Adrian memerah, dia segera menutup mulutnya dengan telapak tangannya. "Memangnya aku masih boleh minta cium sama kamu mas? Kamu mau memberikannya lagi?" tanya Raisa dengan senyuman menggoda. Adrian mengangguk. "Boleh! Tapi lain kali jangan nakal seperti tadi, harus disaat yang tepat," jawab Adrian. Raisa tersenyum, dia mengecup pipi Adrian dengan manja. "Hore, beneran ya mas! Nanti kamu cium aku lagi! Kalau mas suka, jangan ditahan atau disembunyikan terus di dalam sini," Raisa menekan d**a Adrian dengan jari telunjuknya. "Hummm! Ya, lain kali tidak akan ditahan lagi! Tapi ...." Adrian menoleh dia mengecup dahi Raisa. "Aku takut kebablasan!" ucapnya. Raisa memutar-mutar bola matanya. "Kebablasan takut meniduri aku?" Adrian berdehem, dia kembali menatap ke arah depan sambil mengusap bibirnya yang masih basah. "Begitulah! Aku pria normal yang memiliki hasrat, jadi ... Aku mohon supaya kamu jangan memancing aku, takutnya aku melakukan itu!" Ucapnya. Raisa terkekeh, dia malah memeluk lengan Adrian lagi. "Kalau sampai kebablasan juga tidak masalah, kita kan sudah menikah dan sudah sewajarnya kalau suami istri itu melakukan hubungan intim, ya kan?" ucap Raisa. Adrian langsung menoleh ke arahnya. "Raisa, sadar tidak apa yang sudah kamu ucapkan itu bisa membuat aku salah faham!" Raisa mengangguk-angguk. "Sadar kok mas! Aku kan sudah mengatakan kalau aku sangat mencintaimu, aku rela menyerahkan semuanya padamu termasuk tubuhku ini," ucap Raisa dia pun menarik tangan Adrian dan menempelkannya ke pipi. "Mas, aku tahu kalau kamu belum percaya dengan ucapan aku, tenang saja aku akan membuktikannya sampai kamu percaya, kalau aku sungguh mencintaimu," ucap Raisa dengan matanya yang berkaca-kaca. Membuat Adrian hampir hilang rasa ragu dihatinya. "A-aku .... " Tiba-tiba saja ponsel Adrian berdering. "Aku mau menjawabnya dulu," ucapnya dengan gagap, Adrian melepaskan tangannya dari pipi Raisa. Dia menjawab panggilan telepon yang ternyata dari asisten pribadinya. Sedangkan Raisa, dia mengambil ponselnya dan membuka pesan yang dikirim oleh adik tirinya tadi. Raisa malah tertawa mengejek melihat foto dan pesan provokasi dari Renata. "Cih! Dasar tidak tahu malu!" ucapnya sambil mengetik pesan balasan. [Buat kamu saja!] Ting! Pesan pun terkirim, Raisa tertawa sendiri. Adrian yang sedang menjawab telepon melihat pesan itu. "Apakah aku tidak salah melihat? Dia menjawab seperti itu? Biasanya dia akan membanting ponselnya, teriak-teriak seperti orang gila," gumam Adrian, dia tersentak saat asisten pribadinya memanggil namanya. "Ah iya! Saya sebentar lagi sampai, siapkan semua hidangan yang paling istimewa di restoran itu." "Baik bos." Panggilan itu pun berakhir, Adrian menaruh kembali ponselnya lalu kembali mengemudikan mobilnya. Raisa yang sedang tertawa pun menatap kearahnya. "Mas, makan malam kita tidak dibatalkan? Tidak pulang ke rumah kan ya?" tanya Raisa. "Tidak pulang ke rumah, makan malam sudah disiapkan dan juga, kita sebentar lagi sampai ke lokasi," ucap Adrian. "Hore! Terima kasih mas, aku sayang banget sama kamu! Pokoknya mas paling terbaik di dunia ini," ucap Raisa dia mencium lagi pipi Adrian dengan tawa penuh semangat, dia memeluk erat lengan Adrian. Adrian hanya tersenyum walaupun dalam hatinya dia ingin sekali berteriak membalas ucapan Raisa yang sudah membuatnya salah tingkah tak karuan. Namun, dia masih harus menjaga ego dan harga dirinya di depan Raisa. Sehingga hanya bisa menahannya dan pura-pura fokus menyetir. Sampai tidak lama kemudian. Akhirnya mereka pun sampai, Raisa yang sempat mengantuk dan hampir tertidur pun langsung terkejut saat mobil itu berhenti tepat di parkiran restoran mewah itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD