Bab 4. Bayangan Nakal

1174 Words
“Apa yang kamu lakukan, Novia!” seru Galang saat melihat Novia sedang memegang kedua buah dadanya. “Pak ... Pak Galang.” Novia langsung panik dan menutupi badannya dengan selimut. Galang mendatangi Novia. Dia melihat sejenak ke arah Niko yang tengah tertidur lelap. Dia kemudian menatap ke arah Novia dengan tatapan tajam. “Lagi ngapain kamu, hah?!” tanya Galang. “Sa-saya lagi mau ... mau pompa asi, Pak. Udah penuh dan sakit,” jawab Novia malu sambil menunduk. “Pompa?” Galang melihat ke alat pompa yang ada di dekat Novia. Dia berdecih kesal lalu kembali melihat ke arah wanita itu. “Sterilkan semuanya dulu. Jangan sampe keponakan saya keracunan!” ucap Galang. “Ba-baik, Pak.” Galang segera melangkah keluar dari kamar Niko. Dia berdiri sejenak di depan pintu kamar, lalu menarik napas dalam. “Kalo mau mompa emangnya harus gitu banget ya. Pake di pijet muter-muter gitu. b******k! Jadi sakit mata kan aku jadinya!” Galang mengusap wajahnya kasar, lalu segera turun ke kamarnya sendiri. Dia ingin beristirahat, karena seharian ini badannya sudah dia ajak bekerja terlalu keras. Saat pagi hari, Galang keluar dari kamarnya. Dia melihat Novia sedang menimang bayi berusia 4 bulan itu dalam gendongannya. Novia sudah merasa jatuh cinta pada Niko sejak dia memberikan asinya pada bayi mungil itu. Dia teringat akan anaknya yang telah meninggal dan kini seperti mendapatkan gantinya. “Niko sudah mandi?” tanya Galang yang berdiri tidak jauh dari Novia berdiri. Novia menoleh lalu sedikit bergeser, membuat jarak dengan Galang. “Belum, Pak. Baru habis mimik, mau saya jemur dulu sebentar sambil tunggu bangun,” jawab Novia. “Semalam dia rewel gak? Saya gak denger sama sekali, saya terlalu lelah.” “Enggak kok, Pak. Mas Niko gak rewel. Tidurnya anteng banget,” jawab Novia sambil tersenyum melihat bayi di gendongannya. Novia melihat ke arah Galang lagi. “Oh ya, Pak. Itu stok asi di kulkas boleh di pake duluan? Kayaknya udah lama.” “Kentalkan dulu asimu. Makan yang baik. Saya gak mau Niko kurang gizi gara-gara kamu!” “Baik, Pak.” Novia sedikit merengut setiap dibilang kurang gizi. “Galak banget sih jadi orang. Ganteng tapi galaknya minta ampun,” gumam Novia pelan saat Galang sudah pergi meninggalkannya. Galang kembali masuk ke dalam rumahnya. Dia meminta kopi panas yang akan menemaninya memeriksa berkas pagi ini. Ada sesuatu yang mengganggu di teras rumah pagi ini. Galang melihat Novia berbincang pada bayi yang bahkan belum bisa bicara, hanya bisa menangis dan mengompol saja. “Orang gila. Bayi di ajak ngomong. Awas aja kalo Niko sampe ketularan gila kayak dia,” gerutu Galang yang merasa aneh dengan tingkah Novia. “Permisi Pak, ini kopinya,” ucap Bik Darmi menyajikan kopi hitam kesukaan Galang. “Hem. Bik,” panggil Galang. “Iya, Pak. Ada yang bisa dibantu lagi?” “Kemaren udah dikasih tau Aji belum tentang Novia?” “Sudah, Pak. Katanya suruh buatkan makanan yang mahal-mahal.” “Mahal?! Bukan mahal, tapi bergizi. Dia harus memproduksi s**u sehat buat Niko, jadi asupan makanannya harus bagus. Paham?” “Paham, Pak.” “Dan satu lagi, Novia di sini cuma untuk ngurusin Niko. Urusan beresin kamar dan peralatan Niko, biar Wati aja.” “Tapi Pak.” Wati yang berada di dekat meja makan dan mendengar ucapan Galang, langsung mendekati majikannya itu. Wati menghadap Galang. “Pak, saya itu pengasuh Niko sejak awal. Bu Linda udah memperkerjakan saya sejak dulu. Jad—“ “Kamu gak bisa menghasilkan apa yang dibutuhkan Niko. Jadi, biarkan Novia yang mengurusnya.” Galang menoleh ke arah Novia yang ada di teras. “Lagi pula dia udah pernah punya anak. Jadi dia pasti lebih ngerti cara ngasuh anak yang bener,” lanjut Galang. “Tapi Pak, say—“ “Kalo kamu gak mau, silakan keluar dari rumah ini!” ucapan Galang berhasil membuat Wati terdiam. “Berisik banget jadi orang!” geram Galang sambil melotot pada Wati. “Bik Darmi, jangan telat kasih Novia makan. Ingatkan dia dan juga siapkan apapun yang dia butuhkan.” “Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu.” Bik Darmi segera menyeret Wati pergi dari ruang makan. Dia tidak mau membuat pagi hari Galang akan dipenuhi amarah. Wati membanting pintu dapur saat Bik Darmi mengajaknya ke belakang. Dia sangat kesal pada Novia yang merebut pekerjaan dan juga kamarnya. Sebagai pengasuh Niko, tentu saja Wati akan tidur di kamar bagus dan ber-AC. Tapi sayangnya tempat itu sudah berganti pemilik karena sekarang dia hanya tinggal di kamar belakang yang sempit dan panas. “Udahlah, Wat. Lagian kamu ngapain ngebantah Pak Galang. Yang ada kamu ntar malah dipecat dari sini.” “Ya gak bisa gitu lah. Kan aku yang disewa jadi pengasuhnya Niko. Kenapa dia tiba-tiba dateng dan dispecialkan, hanya karena dia punya s**u!” Wati tetap tidak terima. “Udah, gak usah uring-uringan lagi. Mending buruan kamu beresin kamarnya Mas Niko. Buruan sana, nanti Pak Galang marah loh.” Bik Darmi menepuk pundak Wati lalu segera ke dapur untuk membuatkan Novia sarapan. Saat Galang akan ke kantor, Novia turun dari tangga. Dengan mengumpulkan kekuatannya, Novia memberanikan diri memanggil Galang. “Ada apa?” tanya Galang saat Novia sudah berdiri di hadapannya. “Pak, kapan operasi ibu saya?” tanya Novia ingin tahu. Galang melihat ke arah Aji. “Nanti akan segera dikabari. Ibu kamu masih dalam pemeriksaan,” jawab Aji. “Pak, nanti kalo sudah ada jadwalnya, tolong kabari saya.” Galang mengangguk. “Asal kamu bisa jaga Niko dengan baik, saya akan ijinkan kamu temani ibu kamu operasi.” Novia mengangkat pandangannya lalu tersenyum. “Makasih, Pak. Saya akan jaga Mas Niko seperti anak saya sendiri. Saya janji, Pak.” Galang melihat ke arah Novia. Bagaimana mungkin wanita itu bisa mengatakan itu semudah itu. Jelas-jelas derajat sosial Niko pun jauh di atas Novia. Galang memilih tidak menjawab dan melangkah pergi. Dia masih mendengar ucapan terima kasih berulang kali dari Novia yang berdiri di belakangnya. “Aji, pemeriksaan Novia kemarin semua aman kan?” tanya Galang saat dia sudah ada di dalam mobil. “Aman, Pak. Mentalnya juga bagus,” jawab Aji. Galang melemparkan pandangannya keluar mobil. “Ada yang salah itu pasti. Dia agak sedikit gila,” gumam Galang yang tidak pernah melihat orang seaneh Novia. Mobil segera membawa Galang ke kantornya. Selama di dalam mobil, pria itu memijat tengkuknya yang terasa sangat berat. Sepertinya tekanan pekerjaan, membuat tekanan darahnya naik. Galang memilih untuk memejamkan matanya, agar dia bisa rileks sejenak sebelum tiba di kantor. Saat Galang memejamkan matanya, bayangan tadi malam tiba-tiba muncul tanpa permisi. Bayangan saat Novia sedang memijat kedua buah dadanya yang membusung itu dengan gerakan memutar. Bayangan itu membuat kening Galang berkerut dan dia menelan ludah dengan kasar. Dia masih pria normal, yang juga akan tergoda jika ada sesuatu yang mampu menggodanya. “s**t! Apa-apaan ini. b******k!” umpat Galang yang mencoba mengusir bayangan gila di dalam otaknya. “Ada apa, Pak?” tanya Aji sambil melihat ke belakang. “Gak! Bukan apa-apa!” Galang menegakkan lagi duduknya dan mengendurkan dasinya. Lehernya terasa sangat tercekat saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD