Lira masih berdiri terpaku di tempatnya. Tarikan napasnya masih terasa berat dan pipinya pun masih panas akibat tamparan Shinta tadi. Namun, rasa sakit itu tidak sebanding dengan luka yang ia rasakan di hatinya. Ia menormalisasi kemarahan Shinta. Siapa pun perempuannya pasti akan marah besar melihat pasangannya bermesraan dengan perempuan lain. Kendati demikian, ada satu yang membuat Lira heran, yaitu reaksi Aksa. Pria itu hanya berdiri di sana sambil menyelipkan kedua tangannya ke saku celana. Wajahnya terlihat datar tanpa ekspresi seakan-akan pertengkaran yang baru saja terjadi tidak lebih dari sekadar gangguan kecil dalam hidupnya. Lira mengangkat wajahnya. Matanya masih berkilat karena air mata yang tertahan. “Kamu nggak merasa ini semua berantakan, Aksa?” Aksa menatap Lira sejena