Gabriella menatap jalanan yang bergerak semu melalui kaca jendela mobil Damian. Ingin rasanya ia bisa merasakan kehidupan normalnya seperti dulu. Bebas tanpa sebuah rasa yang menyakiti hatinya, mengekangnya menjadi seorang yang penuh kebencian.
Dari milyaran jiwa di dunia mengapa harus Damian? Mengapa harus Damian Alexander yang ada hubungannya dengan kematian orang tuanya?
Terlalu banyak pertanyaan tanpa jawaban dalam kepala Gabriella membuat gadis itu rasanya ingin menangis. Dadanya dipenuhi sesak. Damian mungkin tersiksa dengan segala kebencian yang diberikan oleh Gabriella padanya, tanpa Damian tahu bahwa Gabriella juga tersiksa karena harus membencinya.
Damian hanya bisa menatap Gabriella dalam diam di sisinya. Mobilnya melaju dengan mulus di tangan supir pribadi Damian. Damian sesekali menatap tangan Gabriella yang meremas lututnya sendiri. Ia ingin sekali bisa menggenggam tangan itu, menyalurkan ketenangan dan kehangatan. Tapi ia sadar, kesedihan Gabriella, kebencian Gabriella, ketidak bahagiaan Gabriella bersumber darinya. Maka ia merasa tidak pantas untuk melakukan hal-hal tersebut.
Damian masih menatap Gabriella dengan sedih ketika Gabriella memalingkan kepalanya hingga tatapan keduanya bertemu.
Banyak hal yang sebenarnya ingin Gabriella sampaikan pada Damian sebelum ia mengetahui rahasia itu. Banyak hal yang ingin Gabriella tanyakan di malam Damian kembali setelah dua tahun meninggalkan Gabriella begitu saja setelah mengadopsinya, tetapi yang Gabriella dapatkan justru pesta pertunangan yang bahkan tidak dapat ia proses hingga sebuah cincin berlian telah melingkar di jari manisnya. Hingga saat ini, hal-hal itu masih berada di tenggorokan Gabriella menunggu untuk dimuntahkan. Namun Gabriella berusaha untuk menahannya sekuat tenaga.
"Kau baik-baik saja?" tanya Damian lembut.
Gabriella menatap lurus ke mata Damian namun dengan ekspresi datar. "Baik-baik? Sejak kau mengadopsiku, aku tidak pernah menjadi baik-baik saja. Oh salah, sejak orang tuamu MEMBUNUH orang tuaku, aku tidak pernah baik-baik saja." Gabriella mengalihkan tatapannya kembali ke jendela. Lagi-lagi kebencian yang menguasainya.
Damian terdiam di kursinya. Ia tidak bisa melakukan apapun. Kepalanya memutar memori dua tahun yang lalu. Dimana semua neraka itu bermula.
---
Sore itu Damian baru saja pulang dari mengunjungi panti asuhan seperti biasa, salah satunya adalah untuk bermain dengan Gabriella. Gabriella benar-benar mengobati rasa rindu Damian pada Sabrina sehingga membuat Damian tidak bisa melewatkan waktu untuk bermain dengannya. Tahun demi tahun berganti dan tidak terasa rutinitas Damian mengunjungi panti sudah berjalan selama lima tahun. Meski Damian juga disibukkan dengan persiapannya sebagai penerus satu-satunya perusahaan keluarga Alexander, Damian selalu menyempatkan waktunya untuk berkunjung ke panti. Dalam waktu lima tahun itu, selain rajin mengunjungi panti, Damian juga menjadi donatur tetap untuk keberlangsungan panti Shining Sun. Bahkan dalam waktu dekat, secara sah Damian akan mengakuisi panti Shining Sun ke dalam yayasan sosial yang dimiliki Alexander.
Damian melewati ruang kerja ayahnya yang selama ini tertutup rapat. Ia melihat pintu itu terbuka dan berniat untuk menutupnya sampai akhirnya ia melihat sebuah bingkai foto raksasa terlihat anggun terpajang di ruangan kerja yang tidak pernah dijamahnya sejak ia mulai tinggal di rumah itu.
Damian tinggal di apartemen dekat kampusnya selama menyelesaikan studi. Sejak orang tuanya meninggal, Damian sangat jarang mengeksplore isi rumahnya sendiri. Setelah lulus kuliah dan resmi menjadi ahli waris sah serta penerus perusahaan Alexander, Damian memutuskan untuk kembali tinggal di rumah peninggalan orang tuanya. Selain karena sudah berdamai dengan masa lalu, Damian sudah memiliki rencana untuk mulai membangun keluarga dari awal. Salah satunya adalah dengan mengadopsi Gabriella secara sah. Saat itu Damian sudah berusia dua puluh lima tahun dan cukup dewasa untuk bisa mengadopsi Gabriella menjadi bagian dari keluarganya. Dan mungkin setelah itu Damian bisa kembali menghidupkan rumah itu menjadi sebuah tempat tinggal yang hangat.
Damian bergerak masuk untuk memastikan siapa yang ada di dalam bingkai tersebut dan ia meringis begitu menyadari itu adalah foto keluarganya. Damian tahu bingkai itu dipasang hanya beberapa saat sebelum dirinya kembali. Damian ingat jelas bahwa saat ayahnya masih hidup, bingkai itu tidak pernah ada di sana.
Di dalam bingkai tersebut ada Ayah, Ibu, Sabrina, serta dirinya yang masih berusia 10 tahun. Namun yang menarik perhatian tidak hanya ada keluarganya di dalam gambar melainkan ada pula sepasang suami istri yang terlihat seumur dengan orang tuanya, seorang gadis seumuran Sabrina dan seorang bayi mungil dalam gendongan.
Damian kemudian menatap selipan kertas di bagian samping bingkai. Dengan hati-hati Damian menariknya keluar. Isinya adalah dua buah kertas yang disatukan dengan paper clip menjadi satu. Yang satu adalah robekan sebuah koran belasan tahun yang lalu. Damian tahu keluarganya meninggal dalam kecelakaan mobil ketika usianya tiga belas tahun. Namun hingga saat ini, Damian tidak pernah punya nyali untuk membaca langsung berita kecelakaan keluarganya. Tetapi potongan koran itu membuat Damian penasaran hingga dirinya pun memberanikan diri. Toh, dia pikir dia sudah berdamai dengan masa lalunya.
Dua pendiri perusahaan AM's Inc ditemukan tewas dalam sebuah kecelakaan beruntun bersama istri dan anak-anaknya. Setelah pemeriksaan lebih lanjut, dalam mobil keluarga Alexander telah terjadi sabotase pada mesin dan kabel rem yang terpotong. Dan dalam mobil lainnya, yaitu milik keluarga Madison tidak ditemukan sabotase atau kesalahan apapun. Persahabatan yang terjalin erat diantara keluarga Alexander dan Madison pun terbawa hingga ke akhir hayat mereka.
Republic Times. October, 199x
Damian mulai merasakan matanya berair. Ia tidak pernah tahu rincian bagaimana keluarganya meninggal selain kecelakaan lalu lintas. Namun setelah membaca ini, luka yang telah dipendamnya belasan tahun lalu itu terangkat lagi ke permukaan. Damian membalik lampiran koran itu dan membaca kertas berisikan tulisan tangan.
Surat ini aku tulis untuk memberikan pernyataan. Meski aku yakin surat ini tidak akan bisa menebus dosa besar yang telah aku perbuat . Aku hanya tidak ingin mengotori persahabatan aku dan Richard dengan kebencian karena aku menyayanginya.
Aku tahu, aku sangat bodoh karena membiarkan mereka menyabotase Richard untuk meruntuhkannya. Merenggut apa yang telah dibangunnya. Perbisnisan memang dunia yang keras seperti hutan rimba. Aku kira aku bisa menjadi pelindung bagi Richard namun mereka mengancam. Mengancam untuk menghancurkan keluargaku jika tidak setuju untuk bergabung menghancurkan Richard.
Richard my buddy, aku tahu bahwa aku terlalu pengecut. Aku takut mereka benar-benar akan menghancurkan keluargaku. Aku terlalu takut untuk melawan meski aku juga takut mereka melukaimu. Tapi sampai akhirpun aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk melindungimu.
Richard. Seharusnya kita bisa melihat usia senja kita bersama anak dan cucu kita bersama. Tapi takdir berkata lain. Hari ini, mereka melancarkan aksinya untuk membunuhmu dan keluargamu. Sebelum kau mengatakan padaku akan berangkat ke pertunjukkan tari Sabrina, aku sudah menukar surat ahli waris AM's Inc ke tangan putraku. Kecelakaan itu tidak akan bisa dihindari lagi, tidak ada yang bisa membuat mereka berhenti selain kematianmu. Sebagai gantinya, aku akan ikut menyusulmu. Meninggalkan anak bungsuku yang akan menjaga anak bungsumu kelak.
Surat ini aku tulis sebagai pembenaran. Bahwa Sebastian Anderson ada di balik kematian keluargamu bersama empat orang pemuka bisnis lainnya. Dan satu diantaranya adalah aku. Sahabatmu sendiri.
Kata maaf menjadi terlalu tinggi untuk dapat diterima darimu. Maafkan aku Richard karena telah melakukan pengkhianatan. Semoga apa yang telah aku lakukan dapat sedikit meringankan dosaku. Dan seumur hidupku, aku tidak pernah berniat melakukan ini sama sekali. Sejak dulu mimpiku selalu sama. Dapat melihat senja di usia senja bersama keluarga ku dan keluargamu di beranda yang sama.
Aku Jonathan Timmy Alexander secara resmi memberikan hak warisku kepada puteraku, Damian J Alexander. Dan aku memberikan amanat agar Damian mau menjaga Gabriella putri Richard Bernadie Madison hingga akhir hayatnya. Menjadikannya bagian dari keluarga Alexander.
Berkas bersangkutan ada di brangkas pribadiku di AM's Inc. Dan aku meminta penggantian nama atas AM's Inc menjadi Alexander Inc terhitung sejak surat ini dibaca oleh siapapun yang membacanya. Untuk menghindari perebutan oleh sindikat yang sama.
Dan aku meminta keadilan ditegakkan. Laporkan Sebastian dan tiga lainnya ke pihak berwenang dengan bukti-bukti yang telah aku tinggalkan di dalam brangkas.
Tertanda, Richard Timmy Alexander
October, 199X
Hari itu bukan hanya membuka luka lama Damian tetapi juga membuka luka baru yang lebih menyakitkan. Fakta bahwa dirinya dipertemukan dengan Gabriella di Shining Sun bukanlah sebuah takdir atau kebetulan. Semua telah diatur dan direncanakan oleh para orang dewasa atas wasiat ayahnya. Dan hal itu serta merta hanya untuk penebusan dosa sang ayah.
Damian ditarik kembali ke waktu sekarang begitu mendengar suara pintu mobil yang dibanting. Entah sejak kapan mobil yang mereka kendarai sudah tiba di tujuan. Tentu saja sang nona muda yang baru saja membanting pintu mobil Damian tersebut. Supir berusia empat puluhan di balik kemudi tersenyum miris pada Damian ketika lelaki itu menepuk pundaknya untuk berterima kasih.
"Gabriella!" Damian berteriak memanggil Gabriella yang sudah setengah berlari ke dalam. Tidak seperti biasanya, gadis itu menghentikan langkahnya tanpa banyak perlawanan. "Kau mau menerima tawaranku tadi?" tanya Damian lembut namun dari suaranya penuh dengan nada keputus-asaan.
Gabriella menatap Damian lalu memutar matanya. "Kau itu memang tidak senang ya melihatku bahagia?" tanya Gabriella galak.
Damian menghela napasnya perlahan, menahan rasa sakit dari pertanyaan yang dilontarkan Gabriella.
Aku selalu berusaha untuk itu Gabriella. Kebahagiaanmu adalah tujuan hidupku sejak hari itu.
"Gabriella, aku selalu berusaha untuk itu, aku mencoba melindungimu, memberikanmu yang terbaik. Apakah sulit bagimu untuk melihatnya?"
Gabriella mendecih. "Lucu sekali kau Tuan Alexander. Apa yang sebenarnya kau definisikan dengan 'melindungi' dan 'terbaik'?" tanya Gabriella meremehkan.
Damian mengepalkan tangan, menahan agar emosinya tidak meledak. "Gabriella mengertilah, aku mencoba mengambil banyak peran untukmu. Aku..."
"Ya kau benar. Aku sadar bahwa selama ini kau telah berusaha menjadi ayah, kakak dan calon suami untukku. Benarkan?" tanya Gabriella datar.
Damian terdiam. "Ayah kau bilang? Apa kau lupa bahwa ayahmulah yang membunuh ayahku? Kakak? Oh sialan. Kakakku, kakak perempuan satu-satunya yang aku punya juga meninggal karena ayahmu yang sialan itu. Dan calon suami katamu? KAU MENJEBAKKU KE DALAM PERTUNANGAN INI SIALAN!"
Jangan Gabriella, jangan benci aku... aku hanya memilikimu...
"Gabriella..."
"Berhenti memanggil namaku dengan nada menjijikan itu!" Gabriella berbalik dan memilih meninggalkan Damian dengan luka hati yang semakin menganga.
Gabriella merasakan matanya memanas. Sejujurnya kalimat kejam itu juga mencabik-cabik hatinya, bukan hanya hati Damian. Tapi setan dalam hatinya mendukungnya untuk itu.
Gabriella ingin sekali berbalik dan melihat bagaimana keadaan Damian ketika ia mendengar kalimat jahat dari bibirnya, tapi kebencian dalam hatinya mengalahkan keinginan itu hingga akhirnya ia menyerah dalam tangis begitu masuk ke kamar yang telah ia anggap sebagai neraka sejak hari di mana ia mengetahui fakta bahwa kematian keluarganya disebabkan oleh keluarga Damian. Terlebih, ia dan Damian seolah dibiarkan hidup karena sebuah surat wasiat yang lebih kepada sebuah usaha untuk penebusan dosa Jonathan Alexander pada ayahnya.
Keadaan Damian sendiri tidak begitu jauh dengan Gabriella. Damian memang tidak menangis, tetapi ia jatuh berlutut di halaman rumahnya sambil meremas bagian dadanya yang seperti baru saja dihujam belati. Baginya, kematian mungkin jauh lebih melegakan dari pada harus hidup dalam kebencian seseorang. Apalagi saat ini seseorang itu adalah satu-satunya yang ia miliki di dunia dan menjadi orang yang berharga untuknya.
Damian memegangi dadanya. Terdiam dengan ribuan pertanyaan yang ia lontarkan dalam hati pada Tuhan. Kenapa, kenapa Tuhan memberinya takdir semenyedihkan ini? Tidak cukup dirinya dan Gabriella harus menjadi tumbal dari keegoisan para orang dewasa, Damian menambah semuanya menjadi rumit karena ia benar-benar sudah jatuh cinta pada Gabriella.