Episode 2

1042 Words
Bisa menghirup udara bebas tidak serta membuat Daren merasakan perubahan berarti dalam hidupnya, terkecuali ia bisa bertemu secara langsung dengan putri semata wayangnya Queen. Satu hari setelah kebebasannya, ia segera berangkat menuju Spanyol, ke tempat keluarganya berada. Meskipun kini ia sudah menjadi mantan menantu Revan, namun karena Daren adalah anak angkat Ramzi yang tidak lain adalah kakak Kanaya, Ibu mertuanya, membuat Daren akan tetap menjadi bagian dari keluarga Revan. Memulai hidup baru di negara asing, sedikit membuat Daren kesulitan beradaptasi. Terlebih ia harus kembali dihadapkan dengan pilihan sulit, yaitu ketika ia diminta menikahi Elea, kakak kandung Danisa. Sedikitpun Daren tidak menyimpan perasaan lebih pada Elea, ia hanya menganggap Elea seperti adik kandungnya sendiri bukan seperti perasaanya pada Danisa. Beruntunglah kesalahpahaman antara dirinya dan Elea hanya sampai sebatas pertunangan, tidak sampai ke jenjang yang lebih serius lagi. Daren harus berterima kasih karena akhirnya Aksa datang diwaktu yang tepat, sebelum dirinya dan Elea menikah kurang dari satu minggu lagi. Selama tinggal di Spanyol, Daren lebih sering menghabiskan waktu membantu Reno, kakak dari Revan. Reno memiliki beberapa cabang bisnis di Spanyol, selain perusahaan inti di Jakarta. Hari ini setelah ia menemui Aksa, rencananya ia akan segera menyusul Reno untuk meninjau lokasi terbaru untuk mengembangkan perusahaan mereka. Namun tanpa Daren duga, ia justru bertemu dengan seseorang atau lebih tepatnya tanpa sengaja ia menabrak seseorang yang mengingatkannya pada sosok sang istri, Danisa. Tanpa sengaja Daren menabrak gadis bermata biru dengan rambut pirang. Sekilas tidak ada kemiripan antara gadis itu dan Danisa istrinya. Gadis itu jelas memiliki garis wajah campuran, sedangkan istrinya memiliki garis wajah khas Asia. Namun sorot mata, suara, bahkan senyum manisnya sekilas mirip Danisa. "Astaga! Kenapa aku ini." Daren menertawakan dirinya sendiri, karena dengan lancang ia membandingkan persamaan Danisa dan gadis asing yang baru saja ditemuinya. "Mereka jelas berbeda." Lanjutnya, berbicara sendiri. Daren mengendarai mobil menuju tempat tujuan, setelah ia bertemu dengan Aksa dan juga kedua mertuanya di salah satu cafe di pesisir pantai. Membayangkan kehidupan rumah tangga Elea dan juga Aksa yang penuh rintangan, membuat Daren tersadar jika didunia ini memang tidak ada kehidupan sempurna. Hubungan dirinya dan Danisa berawal dengan manis dan baik-baik saja, berbanding terbalik dengan hubungan Aksa dan Elea yang diawali kesepakatan konyol. Rumah tangga Daren selama beberapa tahun berjalan baik-baik saja, bahkan jauh dari masalah serius meski di awal-awal pernikahan sempat terjadi salah paham antara Danisa dan Elea, tapi itu tidak berlangsung lama. Rumah tangga mereka semakin terasa lengkap karena kehadiran gadis kecil setelah satu tahun pernikahan. Kehadiran Queen seperti pelengkap kebahagiaan mereka, namun tanpa Daren duga, kisah manis rumah tangganya harus berakhir tragis dan dipisahkan oleh maut. Daren sama sekali tidak pernah menduga ia dan Queen akan kehilangan Danisa dalam waktu cepat. Namun hidup harus terus berjalan meski memulai langkah baru setelah sebagian dari dirinya hilang tidak mudah. Daren akhirnya sampai di lokasi tujuan setelah menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam. Lokasi untuk proyek selanjutnya lumayan jauh dari pemukiman warga, membuat Daren harus memarkirkan mobilnya di bahu jalan dan berjalan kaki beberapa menit agar bisa sampai ke lokasi. "Lokasinya cukup rumit." Ucapnya begitu ia menghampiri Reno dan beberapa pekerja lainnya. "Menurutmu bagaimana. Apa lokasi ini cocok untuk memperluas usaha kita?" Tanya Reno. Daren tidak langsung menjawab, ia memperhatikan hamparan tanah luas yang hanya ditumbuhi rumput liar itu dengan seksama. Tidak ada yang spesial dari lokasi tersebut, selain aksesnya cukup rumit dan hanya memiliki satu nilai plus, yaitu lokasinya jauh dari pemukiman warga. "Tidak ada yang spesial dari lokasi ini, hanya jauh dari pemukiman warga saja." "Menurutku juga begitu," Reno setuju dengan pendapat Daren. Tidak ada yang istimewa dari tempat ini, selain harga murah dan yang Daren ucapkan tadi. "Aku tidak terlalu suka," lanjut Daren sambil mengeluarkan sebatang rokok dari kantong jaket, dan menyulutnya dengan pematik. "Sejak kapan kamu merokok?" Reno memperhatikan Daren dengan satu alis terangkat. "Sejak dua tahun lalu." Jawabnya setelah menghembuskan asap putih pekat yang bisa membuat orang di sekitarnya terbatuk. "Itu tidak baik untuk kesehatan." Ujung bibir Daren terangkat, "Rokok bisa membunuhmu, begitu kan slogannya? Tapi nyatanya istriku tidak merokok pun dia terbunuh." Reno tidak bisa menyala ucapan Daren, ia hanya bisa menghela dengan tatapan prihatin. Meskipun Daren tampak baik-baik saja dari luar, namun Reno yakin jauh di dalam hatinya, lelaki bertubuh kekar itu masih menyembunyikan luka yang masih belum sembuh. "Jangan merokok di dekat putrimu." "Aku tidak akan membahayakan orang lain. Cukup diriku saja." Daren sangat tahu pengaruh buruk sebagai pecandu rokok, meskipun dirinya bukan Dokter. "Jadi kesimpulannya bagaimana?" Tanya Reno, memastikan kelanjutan inti pembicaraan mereka. "Aku rasa tempat ini tidak akan menghasilkan banyak uang untuk kita. Lebih baik kita cari tempat lain, meskipun kita harus mengeluarkan uang dua kali lipat dari tempat ini." "Sebenarnya aku tidak terlalu tertarik memperluas usaha di tempat ini." Daren dan Reno menepi, mencari tempat duduk agar mereka lebih leluasa berbicara. "Aku ingin mengembangkan perusahaan di Indonesia, di Jakarta. Disana kita bisa lebih leluasa dan bisa mempekerjakan banyak orang." Daren tidak langsung menjawab, mendengar nama Jakarta masih menyimpan kenangan buruk untuknya. "Sebaiknya kita kembali ke Jakarta. Di Tangerang banyak lahan cocok untuk industri." "Tapi bagaimana dengan Queen dan juga mertuaku?" Tanya Daren. "Mereka pasti setuju, terlebih karena kita tidak mungkin selamanya tinggal disini. Kita harus segera kembali." Mungkin saja kedua mertuanya akan setuju, tapi bagaimana dengan Queen? Selama ini Queen selalu beranggapan Danisa hanya bepergian keluar kota untuk urusan pekerjaan. Namun suatu hari anak itu pasti akan menyadari kebohongan yang selama ini semua orang lakukan padanya, termasuk Daren. "Aku tidak yakin dengan kondisi putriku. Akan seperti apa reaksinya begitu ia kembali ke kampung halamannya." "Justru karena Queen semakin hari semakin bertambah pintar, jangan sampai dia tahu kebenaran yang sesungguhnya dari orang lain." Daren berpikir sejenak, ucapan Reno memang ada benarnya juga. Menutup-nutupi rahasia besar memang akan mengalihkan kesedihan Queen sementar, namun jika suatu hari gadis itu justru tau dari orang lain itu akan membuat Queen kecewa. "Akan aku pertimbangkan lagi, lagi pula sejujurnya aku tidak terlalu nyaman tinggal di Negara ini." "Baiklah,, kita akan bicarakan lagi lebih pastinya nanti. Lagipula nanti kamu tidak akan bekerja sendiri, karena aku dan beberapa teman bisnisku sudah merencanakannya sejak lama. Nanti ada seseorang yang akan membantumu mengurus semuanya." Daren menatap Reno penuh curiga, sebab lelaki paruh baya itu berbicara sambil tersenyum penuh arti seolah ia sedang menyembunyikan sesuatu. "Aku jamin, dia akan menjadi partner yang cocok untukmu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD