Debar jantung Rhea makin kencang berdegup saat melangkah masuk ke lobi rumah sakit. Dia merasa seperti penjahat yang takut boroknya ketahuan. Seumur-umur baru kali ini dia melakukan kesalahan fatal yang pasti akan membuat orang tuanya kecewa sekaligus murka, kalau sampai mereka tahu hal memalukan semalam. Menyesal itu pasti, tapi apa boleh buat sudah terlanjur. Sebagai seorang perempuan dia merasa seperti sudah tidak ada harga dirinya lagi. Setolol itu hanya karena sakit hati ditikung teman sampahnya, malah mencari pelampiasan dengan mabuk dan berakhir bercinta dengan pria asing.
Bukan asing, sih! Tapi, tetap saja dengan Genta dia tidak sedekat itu. Bahkan, dia tidak tahu apapun tentang pria itu, selain identitasnya sebagai dokter bedah jenius yang jadi incaran beberapa rumah sakit besar. Termasuk mamanya sendiri telah puluhan kali mengajak Genta bergabung dengan Medical Centre, namun tetap ditolak mentah-mentah. Sintingnya lagi, Genta malah pilih menganggur. Tidak ada yang tahu latar belakang keluarganya. Mamanya mungkin tahu, tapi juga pilih bungkam setiap kali mereka tanya soal Genta.
Alih-alih pusing memikirkan keperawanannya yang terenggut. Rhea justru ketar-ketir bagaimana menghadapi kegilaan Genta setelah ini. Bangkai sepintar apapun disembunyikan pasti akan tercium juga. Apalagi kalau pria itu terus memburunya. Mustahil mamanya tidak curiga. Satu hal lagi, bagaimana kalau nanti beneran hamil?! Habis riwayatnya di tangan mamanya sendiri.
“Rhe!”
Terjengkit kaget. Rhea yang sedang berdiri di depan lift khusus menoleh dengan jantung seperti mau mencelat jatuh. Thea, kembarannya itu mengernyit menatapnya curiga.
“Haish! Bikin kaget saja!” dengusnya buang muka. Rhea sengaja menunduk supaya rambut panjangnya jatuh menutup leher. Takut masih ada bekas cupang yang terlihat. Genta sialan itu meninggalkan banyak cupang di leher dan dadanya. Sampai-sampai dia mengamuk saat berdiri di depan kaca tadi setelah mandi.
“Semalam kamu kemana? Papa dan mama sempat kelimpungan menghubungiku. Katanya kamu belum pulang. Ponselmu juga tidak bisa dihubungi! Jangan bilang kamu sama si Lucky sialan itu!” cecar Thea khawatir.
Dia yang memergoki Lucky berduaan dengan Sofie di resort Lombok, saat sedang bulan madu dengan Gala. Sampai sekarang Thea masih greget, karena kembarannya ini ngotot tidak percaya pacar dan bestienya selingkuh. Hanya karena mereka ke Lombok rame-rame dengan ketiga teman lainnya.
“Semalam Sofie mabuk saat di ulang tahun Soni. Jadi aku mengantarnya pulang ke apartemen, lalu menginap di sana karena sudah terlalu malam mau pulang. Ponselku mati kehabisan baterai, tapi semalam juga sudah kasih tahu mama aku menginap dimana.” Lihatlah! Dia kembali jadi pembohong. Rhea menoleh dan nyengir ke Thea yang menatapnya tidak suka.
“Kamu akan menyesal, kalau masih tidak percaya omonganku. Aku tidak tahu kenapa Soni dan temanmu yang lain, malah setega itu ikut menutupi perselingkuhan mereka. Tapi, aku tetap yakin Lucky dan Sofie berkhianat. Bodohnya kamu malah masih memperlakukan dia seperti teman, sampai mengurusnya saat mabuk. Mereka pasti menertawakanmu di belakang, Rhe!” ucap Thea greget bukan main. Thea hanya tidak ingin Rhea tersakiti.
Tersenyum untuk menutupi rasa bersalahnya, Rhea merangkul lengan Thea menyeretnya masuk ke dalam lift. Mereka kembar, tapi beda seperti langit dan bumi. Thea cantik, kalem, dan introvert. Persis papa mereka yang sabarnya tidak ketulungan. Sedang dia menuruni watak tegas mamanya, bar-bar, dan cenderung pemberontak. Mereka berdua lulus bareng dari kuliah London. Thea langsung menikah dengan cinta pertamanya. Sekarang sedang menjalani program internship di sini, sebelum nanti lanjut meraih impiannya jadi dokter bedah seperti mama mereka.
Dia sendiri tidak tertarik mengikuti jejak mamanya. Karena itu Rhea mengambil jurusan lain. Begitu kebetulan om mereka mundur dari jabatan untuk mendirikan klinik sendiri, jadi mau tidak mau dia yang didorong maju menggantikan posisinya jadi wakil direktur. Jadi jangan heran kalau Rhea keteteran, karena dalam waktu sesingkat mungkin dituntut menguasai tentang rumah sakit ini dan memikul tanggung jawab berat sebagai wakil mamanya.
“Diantar Bang Gala? Tumben datang awal!”
“Jangan mengalihkan pembicaraan!” sungut Thea menarik lengannya kesal, tapi Rhea malah cekikikan.
“Aku diantar sopir, karena Bang Gala sepertinya berangkat agak siang ke kantor. Kondisi Opa Lin dari semalam sedikit mengkhawatirkan. Sampai tadi aku berangkat mereka masih cemas. Kalau belum membaik, mungkin sebentar lagi dibawa ke sini,” jelas Thea juga tidak tenang.
“Opa ngedrop lagi? Pas nikahan Tante Rena bukannya masih baik-baik saja?!” Rhea menoleh. Opa Lin itu kakek suami Thea, tapi sudah seperti ayah sendiri bagi orang tua mereka. Kenapa bisa begitu? Karena dengan keluarga suami Thea, mereka masih kerabat dekat. Tak hanya itu, adik papa mereka menikah dengan anak laki-laki Opa Lin. Double besan dengan keluarga Lin.
“Hm,” angguk Thea.
Keduanya lalu terdiam. Jonathan Lin, si konglomerat pemilik LinZone perusahaan farmasi raksasa yang hartanya tidak habis tujuh turunan. Tapi, Opa Lin mereka luar biasa baik, penyayang, dan rendah hati. Orang yang dulu berdiri membela, saat hubungan orang tua mereka tidak mendapat restu, karena masa lalu papanya yang punya anak di luar nikah dengan wanita lain. Maka tak heran kalau hubungan keluarga mereka juga sedekat itu. Apalagi setelah Thea menikah dengan cucu keluarga Lin.
“Rhe …..”
“Hm ….”
“Serius, tolong berhati-hati ke Lucky, Sofie, juga ketiga temanmu itu! Mereka bukan orang baik. Sekarang aku tahu sejengkel apa kamu dulu, saat mengingatkan aku soal si brengsekk Vito, tapi aku malah ngeyel. Sama sepertimu, aku hanya tidak ingin kamu terluka,” ucap Thea yang saat di London pernah terjebak dalam hubungan toxic. Selalu diingatkan Rhea sebajingan apa pria itu, tapi tidak dia gubris. Sampai kemudian dia nyaris hancur diporotin dan mengalami kekerasan fisik maupun mental.
“Jangan khawatir aku tidak sebodoh itu!” sahut Rhea sesak. Merasa bersalah sudah membuat adiknya khawatir.
Padahal sebenarnya sejak Thea menunjukkan foto Lucky dan Sofie di pantai Lombok, dia sudah mulai awas ke mereka. Hanya saja Rhea ingin membuktikan sendiri perselingkuhan mereka dengan mencari bukti lain. Dan iya, semua makin jelas oleh sikap keduanya yang mencurigakan. Puncaknya adalah postingan foto Sofie yang tanpa mereka sadari, justru membongkar pengkhianatannya. Luka di jari Lucky jadi bukti pecundang sialan itu pemilik tangan yang digenggam oleh Sofie.
Baru soal diselingkuhi saja Thea sudah sekhawatir ini. Bagaimana kalau dia tahu soal ketololannya, sudah tidur sampai hilang keperawanan dengan Genta?! Sumpah, Rhea malu! Pintu lift terbuka lebar di lantai paling atas. Ini jadi ruang kerja para petinggi rumah sakit. Termasuk ruang kerja Rhea. Mereka melangkah menuju ruang kerja mamanya.
“Ma ….” sapa Rhea dengan suara tercekat ke mamanya yang sedang menuang kopi.
Tatapan mata mamanya terasa menusuk. Biarpun sudah kasih kabar semalam, tetap saja orang tua mereka tidak suka anaknya keluyuran malam sampai tidak pulang. Bicara soal mokondo toxic yang sudah menyakiti Thea, nasib mereka sekeluarga hancur diorat-arit oleh mamanya. Vito menghilang tanpa kabar. Mamanya stres masuk rumah sakit jiwa, sedang papa pria sialan itu mendekam di penjara setelah borok perusahaan mereka dibongkar. Catat! Itu semua ulah mamanya. Maka wajar kalau Genta juga tahu, suatu saat dia bakal bonyok di tangan tantenya itu karena sudah merusak anaknya.
“Jangan diulangi! Mama tidak suka anak perempuan Mama keluyuran malam sampai tidak pulang. Apapun itu alasan! Paham!” tegas Sifa Haidar. Salah satu dokter bedah senior yang sekaligus pemilik saham terbesar dan pemegang kursi pimpinan di Medical Centre.
“Iya,” angguk Rhea.
“Bagaimana kondisi Opa Lin? Tadi mertuamu sempat chat katanya opa kalian ngedrop lagi?” tanya Dokter Sifa melangkah ke sofa diikuti kedua anaknya.
“Mencemaskan, Ma. Bang Gala sampai tidak berangkat ke kantor. Paling nanti dibawa ke sini kalau masih belum membaik.” Thea duduk di samping kakaknya.
Sifa meraih ponselnya, menghubungi sahabat sekaligus besannya. Ingin menanyakan langsung kondisi omnya. Kalau memang terus menurun, akan lebih baik langsung dibawa ke situ. Meski Sifa tahu bakal tipis kesempatan untuk bisa tertolong, karena faktor usia Jonathan Lin sudah lanjut dan kondisinya yang stroke.
“Tidak diangkat,” Sifa tampak khawatir.
Justru ponsel Rhea yang berdenting pelan oleh suara notif chat masuk. Dia hanya melirik, lalu mengeryit melihat nama asing di sana. Ayang Bumi! Dia mendecih greget. Tidak usah mikir pun dia tahu, siapa si paling sialan lancang memasukkan nomor dengan nama menggelikan ini.
“Tadi lupa nggak beli sarapan. Aku sudah pesan dan sebentar lagi diantar ke situ. Jangan lupa makan! Nanti calon anakku bisa kelaparan di perut mamanya!”
“Sialan!” Tanpa sadar Rhea mengumpat, tapi langsung kicep begitu mendongak dan mendapati mama juga adiknya menatap curiga ke arahnya.
“Itu …. aku hanya kesal ke Sofie. Sepatuku patah gara-gara semalam memapah dia yang sempoyongan!” jelasnya gelagapan.
“Dia mabuk? Kamu ikut minum juga?!” Interogasi mama Rhea langsung mode on.
Baru gini saja jantung Rhea sudah jumpalitan. Mamanya kalau lagi bad mood sudah spec medusa yang mengerikan.
“Cuma minum sampanye sedikit, Ma. Nggak enak nolak, karena yang lain juga minum. Sofie mabuk habis putus dari pacarnya. Kena tikung temannya sendiri!” jawabnya dengan muka panas seperti terbakar.
“Banyak sih yang kena tikung teman kayak gitu. Cuma nggak semua bisa diingatkan. Dianggap bestie, tapi ternyata ular berbisa!” sindir Thea mengulum senyum begitu Rhea melirik sengit.
“Sofie yang kemarin kesini sama teman prianya itu, kan? Yang itu pacarnya? Tapi, kok Mama lihat justru yang cowok sering datang cari kamu! Dia ….”
Rhea nyaris lupa caranya bernafas, saat dicecar pertanyaan mamanya dengan raut jelas tidak sukanya. Untung saja ponsel mamanya berdering. Dia menghela nafas panjang merasa terselamatkan. Thea cengengesan mengejek. Namun, kemudian mereka dibuat panik oleh kabar dari mertua Thea.
“Opa Lin kolaps. Sudah tidak sadar. Ambulannya sudah hampir sampai!” seru mama mereka langsung beranjak bangun untuk turun ke IGD menunggu kedatangan mereka. Rhea dan Thea menyusul di belakang mamanya.
Jantung Rhea masih deg-degan. Kali ini dia masih bisa lolos dari mamanya dengan mengarang cerita bohong. Tapi, bagaimana setelah ini? Apalagi kalau Genta sudah mulai berulah.