FWB : Family Trouble

1191 Words
“‘Kan gak mungkin aku ngomong jujur ke dia kalo aku nganter cewek kantor pulang, Syer,” kata Kavi. “Kamu ‘kan tau dia itu cemburuan,” tambah lelaki itu lagi. Kavi sangat mengenal Manda, tunangannya itu memiliki sifat cemburuan dan tidak terlalu suka bila dia dekat dengan lawan jenis. Kavi dan Manda bertunangan sekitar enam bulan yang lalu. Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja di acara pernikahan salah seorang kerabat jauh. Keduanya pun saling tertarik dan mencoba membuka hati. Setelah perkenalan selama dua bulan, akhirnya mereka menemukan kecocokan satu sama lain dan langsung mempublikasi hubungan pada keluarga masing-masing. Barulah setelah hubungan berjalan satu tahun mereka memutuskan untuk saling mengikat, dan memilih bertunangan terlebih dahulu. Karena Kakak Manda yang pertama baru saja melangsungkan pernikahan, jadi mau tak mau Manda dan Kavi menunggu giliran hingga tahun depan. Syera tak menjawab lagi ucapan Kavi lebih memilih memainkan ponselnya dan berselancar di dunia maya. “Jangan ngambek, ah! Aku gak bisa balikin mood kamu sekarang kalo kamu ngambek gitu,” cetus Kavi melirik Syera yang masih bergeming di sampingnya. “Ngapain ngambek, gak ada yang peduli juga,” sahut Syera dengan wajah mencebik. “Aku peduli sama kamu, Syer,” balas Kavi. “Tapi kamu gak peduli perasaanku, Kav,” batin Syera berucap getir. “Iya, iya, makasih. Kamu udah mau peduli sama aku,” kata Syera kesal. “Senyum dong,” pinta Kavi menggodanya. Syera menampilkan seulas senyum yang dipaksakan. “Gak, ikhlas banget senyumnya,” kata lelaki itu gantian ngambek. “Kok, jadi kamu yang ngambek, sih?” Terdengar suara gelak tawa Syera menggema seisi mobil. “Ck!” Kavi berdecak sebal, tapi tak ayal bibirnya pun melengkungkan senyuman juga. Kavi melirik Syera sekilas, sebenarnya sore ini Syera masih terlihat cantik dan sangat menggairahkan seperti tadi pagi, kalau saja Manda tidak memintanya untuk menjemput sudah pasti dia akan membelokan mobilnya ke hotel dekat kantor untuk nge-room dengan gadis itu. Selama ini baru Syera yang menawarkan hubungan yang membuatnya puas, entah bila dia sudah resmi menikah dengan Manda apakah Syera masih ingin melanjutkan atau tidak. Kavi pun belum memikirkan ke arah sana, selama Syera mau dia pasti akan menurutinya. Setelah dua puluh menit, mobil yang dikendarai Kavi memasuki area perumahan Syera. Sudah sering kali lelaki itu mengantar jemput Syera, jadi dia sudah hapal di mana lokasi rumah gadis itu. Berbeda jika dulu saat kuliah, mereka hanya menjalin hubungan di kampus tanpa adanya antar jemput ke rumah. Biasanya mereka akan membuat janji temu di luar seperti di mall atau cafe sesuai permintaan Syera. Kavi menghentikan mobilnya di depan rumah berlantai dua yang cat kuningnya sudah agak memudar, dan pagarnya hanya setinggi dari setengah badan orang dewasa. “Pulang dan istirahatlah,” pesan Kavi pada gadis di sampingnya seraya menarik kepala gadis itu pelan, lalu mengecupnya sekilas. Syera hanya menganggukkan kepalanya, menanggapi ucapan lelaki itu. Gegas gadis itu pun membuka pintu mobil, lalu keluar tanpa mengucapkan apa-apa. Kavi masih memperhatikan Syera dari mobilnya sampai gadis itu masuk ke rumahnya barulah dia menjalankan kendaraannya lagi dan meluncur menuju tempat kerja tunangannya. Syera membuka pintu rumah dan seketika terkejut begitu melihat pemandangan di depannya. Wajahnya berubah kesal tiap kali melihat sang Mama yang menghambur-hamburkan uang untuk membeli minuman tak berguna itu. Pasti mamanya mengundang teman-temannya lagi untuk bermain judi dan minum-minum di rumah mereka. Suasana ruang tamu itu serasa membuatnya pengap, segera dia membuka jendela dan pintu agar udara kotor itu keluar. Entah ke mana mamanya sore ini, bahkan kakaknya pun tak jua menampakan batang hidungnya. Gadis itu berjalan dengan menghentakkan kakinya, kesal. Memberesi botol-botol kosong yang tergeletak di bawah meja dan beberapa puntung rokok yang berhamburan karena kotak asbak sudah tak mampu lagi menampung kapasitasnya. Ini yang membuatnya kesal berada di rumah, dia sudah berencana untuk pindah ke tempat kos tapi mamanya melarang dan mengancam akan melakukan hal yang pasti akan membuatnya menyesal seumur hidup. Syera di ambang kegalauan, dan akhirnya dia pun memutuskan untuk tetap tinggal di rumah walau batinnya tersiksa. Kurang dari tiga puluh menit, Syera selesai membersihkan ruang tamu dan tak lupa menyemprotkan pewangi ruangan agar nampak lebih fresh. Dia merasakan cacing-cacing di perutnya mulai berdemo. Gegas, gadis itu mencari bahan makanan untuk di masaknya di lemari pendingin. Syera bernapas lega ketika menemukan dua butir telur tersisa dan satu mie instan yang tidak perlu membutuhkan waktu lama untuk membuatnya. Gadis itu menyalakan kompor dan menaruh panci kecil yang telah di isi dengan air. Sembari menunggu air mendidih, Syera membuka ponsel dan mulai scroll media sosialnya. Kurang dari sepuluh menit semangkuk mie instan dengan dua telur telah terhidang di hadapannya. Pelan-pelan gadis itu pun melahapnya. “Syera?” Syera menghentikan suapannya ketika mendengar ada suara yang memanggilnya. Gadis itu menoleh ke pintu depan dan mendapati Nara berdiri di sana dengan dua tangan membawa kantong berisi belanjaan. Syera meninggalkan mie yang masih tersisa setengah untuk membantu Nara, kekasih kakaknya, membawa belanjaan. “Lo, belanja?” tanya Syera dengan mata memicing. “Iya, gue liat persediaan makanan habis jadi gue ajak Raffa buat belanja sekalian cuci mata,” ujar Nara seraya melangkah menuju dapur dan menaruh kantong belanjaan di meja yang bersebelahan dengan mangkuk mie instan milik Syera. “Kerajinan banget pake dibelanjaain segala,” ucap Syera sinis. “Ck! Biarin amat deh, duit-duit gue ini, kenapa lo yang sewot sih!” balas Nara cuek sembari mengambil mangkuk mie instan milik Syera. “Eh ... eh, itu ngapain? Kalo mau biar gue buatin lagi yang baru!” teriak Syera mencegah Nara untuk memakan mie miliknya yang hanya tersisa separuh. “Bawel, lo, Syer kayak belom dikasih jatah seminggu,” dumel Nara tak menghiraukan ocehan Syera. Raffa masuk ke rumah dengan membawa satu kantong lagi, lalu Syera bertolak pinggang menyambut kedatangan abangnya itu. “Apa? Mau ngomel?” ledek Raffa melewati Syera. “Abang tau Mama ke mana?” tanya Syera seraya membalikan tubuhnya ke arah dua manusia yang tengah melahap sisa mie instan miliknya itu. “Gak tau. Kenapa?” “Mama pasti ngabisin uang tabungan lagi buat beli minuman dan ngundang teman-temannya di sini. Tadi aku pulang, rumah udah sepi dan menyisakan sampah-sampah berserakan, pokoknya ancur deh! Capek aku, Bang, kalo begini terus,” tutur Syera menumpahkan kekesalannya pada pasangan sejoli itu. Nara dan Raffa saling berpandangan setelah mendengar keluhan Syera. Gadis itu masih berdiri bertolak pinggang dengan napas naik turun. “Tenang aja, Syer, uang tabungan aman kok,” kata Nara dengan suara rendah. Syera langsung paham dengan apa yang barusan di katakan oleh pacar abangnya itu. Gadis itu langsung menjambak rambutnya kasar, lalu terduduk di lantai. Dia merasa marah dan malu bersamaan. “Syer, maafin gue ya,” kata Nara menghampiri Syera yang telah menitikkan air mata. Syera tau, Nara adalah putri dari keluarga terpandang, ayahnya adalah seorang pengusaha ternama, ibunya juga seorang sosialita. Nara sendiri adalah seorang model sudah pasti dia memiliki banyak uang. Mungkin uang yang diberikan ke mamanya bukanlah seberapa baginya. Namun, yang Syera sesalkan adalah sikap mamanya yang tidak bisa diubah bila mendapat uang lebih. Syera sudah mengingatkan Nara untuk tidak lagi memberikan uang kepada mamanya. Tapi bisa saja mama menagih Nara karena sudah terbiasa diberi sehingga membuat ibu dua anak itu ngelunjak. Demi Tuhan, Syera malu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD