Chapter 3 -Sekar

1103 Words
“Sekar, kenapa kamu ndak mau tinggal di sini sih?” tanya Lina ke arah gadis desa lulusan SMP yang seumuran dengan Dina itu. “Nganu Buk, saya ndak boleh sama Bapak kalau nginep di sini,” jawab Sekar sambil menundukkan kepalanya. Lina hanya menghempaskan nafas panjang. Ini kali kesekian dia menawari Sekar untuk tinggal di sini. Bukan karena dia ingin memperkerjakan Sekar selama dua puluh empat jam, tapi karena dia kasihan melihat gadis kecil itu harus pulang dan pergi ke rumahnya setiap pagi buta dan sore menjelang. Setiap kali gadis kecil itu ditanya, dia selalu menjawab sama, semua karena perintah Bapaknya. Lina tak pernah mendapatkan alasan yang membuatnya mengerti kenapa Sekar menolak menginap disini. “Sudah sore Bu, Saya pamit pulang,” pamit si gadis kecil yang rajin itu. Adzan Ashar sudah lebih dari sejam yang lalu berkumandang. Sebentar lagi senja menjelang disusul suara Adzan Maghrib yang akan menandai bahwa malam telah datang. Dan Sekar ingat sekali dengan pesan Bapaknya. “Jangan pernah berada di dekat rumah itu saat malam datang dan Matahari sudah terbenam!” Karena itu, Sekar sangat ingin sekali berpamitan dan segera meninggalkan rumah ini. Rumah mewah yang nyaman di saat siang hari, tapi sangat menakutkan bagi gadis kecil seperti Sekar di malam hari. “Iya,” jawab Lina menyerah. Sekar pun bersalaman dan mencium tangan Lina lalu bergegas pulang, dia sempat melirik ke arah Dina yang sedang asyik bermain HP di sebelah Lina dan menganggukkan kepalanya. “Mari Mbak,” pamit Sekar. Dina sama sekali tak menoleh dan asyik mengutak atik Hpnya. “Dina!! Dipamitin sama Sekar kok diem saja?” tegur Lina ke putri semata wayangnya. “Ha?” tanya Dina kebingungan sambil melihat ke arah Lina, saat Dina melihat Sekar berdiri di depannya, Dina tahu maksud Mama-nya,“Iya Mbak,” jawab Dina. Dan Sekar pun berlalu sambil menyunggingkan senyuman di bibirnya. “Kamu tu ya Din, asyik aja main HP, ndak ngeh sama sekitar,” tegur Lina sambil berdiri dan masuk ke dalam rumah. Dina hanya terdiam, tapi sesaat kemudian, ketika Lina sudah membalikkan badan dan tak lagi menghadap ke Dina, si gadis nakal itu mulai memonyong-monyongkan bibirnya mencoba untuk menirukan gaya bicara Mama-nya saat marah-marah tadi. ===== Sekar berlari. Dia tak menolehkan kepalanya. Dia terus berlari dengan napas terengah-engah. Dia ingin segera menjauh dari tempat ini. Meskipun Matahari masih menampakkan sinarnya di ufuk Barat dengan sinar temaram senjanya, Sekar tak peduli. Semakin cepat semakin baik. Sekar hanya seorang gadis lulusan SMP. Orang tuanya adalah seorang petani yang sedikit kolot dalam cara berpikir. Mereka berpendapat, seorang gadis, seorang wanita, tak perlu bersekolah tinggi. Cukup sampai SMP saja, toh nanti mereka akan menikah dan menjadi ibu rumah tangga. Dan di sinilah Sekar sekarang, saat teman-teman seusianya sedang asyik memikirkan pekerjaan rumah ataupun mata pelajaran sekolah mereka, Sekar berlari menuju ke rumahnya melalui pinggiran jalan desa dan pematang sawah dengan penerangan seadanya. Sekar tak mengeluh. Sekar juga tak pernah kecewa akan nasibnya. Dia tahu untuk keluarga petani dengan lima orang anak seperti keluarganya, terkadang pengorbanan perlu dilakukan. Anak gadis seperti dirinya, harus dipaksa untuk dewasa sebelum waktunya melebihi teman sebayanya.Karena itu, sekalipun Sekar takut dengan rumah mewah di tepi desa itu, tetapi saat keluarga kota yang baru datang menghuninya mencari seorang asisten rumah tangga, Sekar mau. Sekar mau dengan sebuah impian, dia tak ingin adik-adiknya hanya bersekolah sampai SMP seperti dirinya. ===== Rumah ini luas. Ada taman di bagian depandan samping kanan, sedangkan di bagian kiri ada kebun buah yang lumayan rimbun dan tak terawat. Banyak buah yang masak di pohon dan jatuh di bawahnya. Di bagian belakang rumah ada sebuah kolam renang berukuran lumayan lebar dan memiliki kedalaman air 1.5 m. Kolam ini lah yang membuat Dina memaksakan diri untuk betah tinggal di sini. Hari gini, bisa punya kolam renang pribadi di rumah sendiri? Tentu sesuatu yang luar biasa bagi remaja seperti Dina yang sebelumnya tinggal di sebuah komplek perumahan biasa. “Yang itu Mbak,” kata Dina sambil menunjuk ke arah dedaunan kering yang masih ada di dalam kolam. Lina hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat tingkah anak gadisnya, “Kalau mau cepet selesai, bantu dong Din, jangan Sekar aja yang disuruh ngambilin daunnya,” tegurnya. Dina hanya memonyong-monyongkan bibirnya tapi tetap saja memberikan perintah ini itu ke Sekar yang dengan cekatan akan menggunakan sebuah jaring kecil yang diikat ke ujung bambu untuk mengambil dedaunan yang jatuh ke atas kolam. Airnya sendiri sudah dikuras oleh Papa beberapa hari lalu, tapi karena memang pepohonan di sekitar sini lumayan lebat, selalu saja ada satu atau dua daun yang jatuh ke atas kolam. “Yuhuuuu,” teriak Dina sambil meloncat ke dalam air setelah Sekar selesai membersihkan kolam itu. Sekar lalu meletakkan jaring itu ke pinggiran kolam dan berniat untuk beranjak ke dapur. “Mbak, bikinin Dina minum ya? Yang seger!!” teriak Dina dari dalam kolam sambil asyik bermain air. “Iya Mbak,” jawab Sekar sambil menganggukkan kepalanya. Lina terlihat asyik membaca sesuatu sambil duduk di kursi nyaman yang ada di teras belakang rumah sambil melihat tingkah anak gadisnya. Dina asyik berenang kesana kemari dan sesekali meminta Mamanya untuk mengambil gambar dirinya. Dia ingin pamer ke sohib-sohibnya nanti.Setelah itu dia kembali asyik berenang. Kali ini, dia ingin mencoba untuk menyelam di dasar kolam selama mungkin tanpa mengambil napas. Dina lalu menarik napas panjang sekuat tenaga dan membenamkan kepalanya di dalam air.Dia memejamkan matanya, tapi beberapa detik kemudian, Dina membukanya. Kolam renang ini diisi air natural tanpa kaporit, kata Papa, tak akan membuat mata perih. Setelah membuka matanya, Dina lalu melihat ke arah atas. Bayangan pepohonan di luar air terlihat bergoyang-goyang karena distorsi dari gelombang permukaan air. Dina masih tetap menahan napas.Setelah hampir setengah menit, dia tak kuat lagi. Dia mulai melepaskan udara dari mulutnya perlahan-lahan untuk memperpanjang waktunya menahan napas di dalam air. Empat puluh lima detik. Dina sudah tak kuat lagi, dia mendongak ke atas dan melihat Sekar berjalan di tepi kolam renang. Tapi karena permukaan air bergelombang dan bergerak-gerak, Dina tak bisa dengan jelas melihat Sekar. Dina berniat jahil untuk mengejutkan Sekar, karena itu sekalipun dadanya mulai terasa panas terbakar, dia berjingkat menuju ke tepian kolam dengan cepat sambil tetap melepaskan gelembung udara dari mulutnya. Saat Dina menyentuh dinding kolam, dengan cepat Dina langsung meloncat ke luar dari dalam air dan berteriak kencang untuk mengagetkan Sekar. “Baaaaaaaaaaaaaa.” Dina meloncat keluar dan berteriak. Tapi dia tak menemukan siapa-siapa. Tak ada Sekar di tepian kolam seperti yang dilihatnya tadi. Lina yang melihat tingkah Dina dari seberang kolam arah ke rumah berteriak, “Napa Din?” “Nggak pa-pa Ma,” jawab Dina sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ragu. Dina yakin sekali kalau dia melihat sosok Sekar tadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD