Pagi itu aroma tumisan sayur dan gorengan ikan memenuhi dapur kecil. Uap panas mengepul dari wajan, bercampur dengan bau sambal yang baru diulek. Ibu Seraphina sibuk mondar-mandir, membuka lemari, menaruh piring, sesekali mencicipi kuah sayur dengan sendok kayu. “Phina, ambilkan piring di lemari itu. Damien, bisa tolong taruh gelas di meja?” katanya sambil tersenyum lebar, suara riang. Damien, yang berdiri tak jauh dari pintu dapur, tidak banyak bicara. Ia bergerak mendekat, mengambil gelas satu per satu. Jemari panjangnya bergerak hati-hati, menata gelas di atas meja dengan jarak yang sama. Tidak terburu-buru, tapi juga tidak berlebihan, tenang, seolah memang sudah terbiasa melakukannya. Ibunya mengangguk puas. “Wah, Damien ini rapi sekali. Lihat, semua gelas ditaruh lurus. Jarang-jara

