Chapter: 22

1288 Words

Cahaya matahari pagi menembus celah jendela kamar kayu. Seraphina mengerjap, tangannya meraba sisi kasur yang semalam ditempati Damien. Kosong. Selimut sudah rapi, tidak ada jejak. “Dokter Damien?” panggil Seraphina lirih begitu membuka mata. Tidak ada sahutan. Ia buru-buru bangkit, keluar kamar. Dapur kosong, hanya ada panci tertutup dengan aroma teh panas yang masih segar. Dengan jantung berdebar, Seraphina melangkah ke halaman belakang. Di sana, langkahnya terhenti. Ibunya jongkok di tanah, sedang menanam bibit cabai. Di sampingnya, Damien berdiri dengan cangkul kecil di tangan, menekan tanah dengan tenang. Tubuhnya yang tegap tampak asing di kebun kecil sederhana itu. “Nak Damien, coba tekan tanahnya biar rapat, ya,” ucap ibunya sambil menunjuk. Damien menuruti tanpa kata, meneka

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD