BAB 2

886 Words
Pagi ini semua keluarganya akan berkumpul mengingat weekend. Kedua Kakak Charletta juga akan datang bersama pasangannya masing-masing. Letta sedang membuat kue membantu Mommynya di dapur untuk para keponakannya nanti. "Sayang. Kau baik-baik saja?" Shaiqa bertanya pelan sambil melihat putri bungsunya tampak melamun dan tidak konsentrasi pada adonan tepung tersebut. Letta tersenyum suram. "Aku baik-baik saja, Mom." Sentuhan di pundak Letta membuat gadis itu menoleh dan menatap Mommynya dengan datar sebelum Shaiqa bergumam pelan. "Tidak ada yang baik-baik saja jika wajahmu suram seperti tak ada kehidupan seperti itu." "Aku tidak mau dikirim ke Cambridge, Mom.. Bisakah Mom berbicara pada Daddy?" Letta bahkan memelas membuat Shaiqa tidak tega. "Oh sayang.. Maafkan Mommy. Tidak ada yang bisa Mommy bantu jika keputusan Daddymu sudah bulat seperti itu." Letta menghela nafasnya dan kembali menatap tepung itu dengan suram lalu kembali mengaduknya dengan asal. Shaiqa hanya diam melihat putrinya yang putus asa. "Apa jadinya kue itu jika kau mengaduknya seperti orang kesetanan." Tegur suara dingin namun mendominasi tersebut. Letta berdecak malas dan menatap Kakak pertamanya dengan kesal. "Diamlah!" Vior menaikkan sebelah alisnya kemudian beranjak tidak peduli akan jawaban adik bungsunya dan segera memeluk Shaiqa. "Apa kabar, Mom?" "Sehat, Sayang.." Shaiqa menjawab sambil tersenyum hangat dan membalas pelukan putranya itu. "Dimana cucu-cucuku?" "Diluar bersama Daddy.." Vior menjawab santai membuat Shaiqa segera melangkah ke depan meninggalkan Letta yang mengaduk tepung dengan telur tersebut sendirian. "Jadi.. Kau tidak ingin memelukku?" Tanya Vior sambil mengambil air minum di dalam kulkas dua pintu. Letta menjawab malas. "Bermimpi saja." Pria itu mengendikkan kedua bahunya. "Padahal banyak sekali wanita diluar sana berharap aku peluk." Ujarnya kemudian meminum air tersebut. "Ck.." Letta berdecak sinis. "Kau sudah memiliki dua anak, jika kau lupa dan berhentilah memuji diri sendiri seperti itu atau aku akan memberitahukannya pada Kak Ryva." "Katakan saja." Vior mengendikkan dagunya menyuruh Letta untuk mengatakannya pada Ryva. "Lagipula, dia tidak akan percaya dengan bocah ingusan sepertimu." Kata-kata tajam Vior memang tidak berubah sejak dulu dan itu membuat Letta sangat membenci Vior. "Aku bukan bocah ingusan!" Tegas Letta dengan emosi yang meluap sambil menatap Vior tajam. "Aku akan membuktikan padamu jika aku bukanlah bocah ingusan namun, wanita dewasa yang sudah siap untuk beranak." Sahutnya asal membuat Sang Kakak menahan senyumnya. Persis Mommynya sekali. Bahkan wajah Letta sangat mirip dengan Shaiqa. "Oh ya?!" Tantang Vior. "Kalau begitu.." Vior mendekat ingin menggoda Letta. "Apa kau sudah tahu gaya-gaya dalam membuat anak, hm?" Letta merasakan wajahnya merona mengingat pembahasan vulgar mereka. Lagipula, sial sekali ia memiliki mulut yang bar-bar seperti ini. Jauh berbeda dengan Vynca yang anggun dan tidak terlalu banyak berbicara. "Aku tahu!" Letta memberanikan diri menatap wajah tampan Kakaknya dengan pandangan menusuk. "Aku dokter. Jadi, aku tahu gaya apa-apa saja yang biasa suami-isteri lakukan." Letta memang tidak seperti kebayakan wanita barat yang bahkan sudah tidak perawan di umur 17 tahunan karena Levin dan Vior menjaganya dengan ketat. "Sayang.." Panggil Ryva tiba-tiba membuat Vior mengurungkan niatnya untuk menggoda adiknya kembali. Pria itu menatap isterinya datar. "Ada apa?" "Sheira memanggilmu.." Ryva berujar kemudian menatap Letta yang sedang memasukkan adonan yang sudah jadi tersebut ke dalam cetakan lalu diletakkan di dalam oven. Vior mengangguk kemudian kembali memperhatikan adik bungsunya yang kini sedang menyiapkan cream untuk diolesi di atas kuenya nanti. "Kita akan bicara nanti! Ada yang ingin Kakak katakan padamu." Letta hanya mengangguk dan segera mengusir Kakaknya itu dengan menggerakkan tangannya di udara seolah mengipas. Vior segera beranjak dan diikuti Ryva dibelakangnya. Gadis itu menghela nafasnya dan bersyukur karena Kak Ryva menyelamatkannya dari pembahasan yang tidak masuk akal tersebut. *** Azel menatap hasil rontgen di depannya dengan datar dan kedua tangan disedekapkan didada bidangnya. Setelah ditatapnya beberapa menit, matanya kini menatap asisten pertamanya yang bernama Tesa. "Apa yang kau lihat?" "Pasien mengalami gagal jantung, dok." Azel menaikkan sebelah alisnya. "Bagaimana denganmu, Byan?" "Infrak miokard." Azel mengangguk puas. "Dia mengalami kematian pada otot jantungnya." Pria itu menatap Tesa dengan datar. "Kau pelajari hal ini dan segera panggil departemen bedah jantung dan paru-paru karena mereka harus mengoperasinya dengan segera." "Baik, dok." Tesa segera keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Azel dan Byan berdua. "Kenapa bukan kau saja yang mengoperasinya?" Azel menggeleng. "Tidak. Aku tidak akan menentang protokol rumah sakit. Lagipula, kita hanya kebetulan menemukan pasien ini pingsan di UGD." Byan mengangguk membenarkan kemudian tak lama, hpnya bergetar membuat dirinya segera keluar ruangan untuk mengangkat telepon tersebut. Azel kembali menatap hasil rontgen tersebut dengan seksama sambil mempertajam pandangannya hingga seorang departemen bedah jantung datang dan menemui Azel kedalam ruangan tersebut membuat Azel menoleh dan bertemu pandang dengan wanita cantik yang sudah sejak lama menaruh hati pada Azel. "Infrak Miokard dan kau tahu apa yang harus kau lakukan, bukan?" Keyra mengangguk mantap hingga Azel kembali melanjutkan. "Siapkan coronary angiography dan juga echocardiogram untuk membuka sumbatan arteri pada jantungnya."  "Baik, dok." Keyra mengangguk patuh kemudian menatap kagum pria yang sejak dulu dirinya cintai namun tak pernah membalas perasaannya. Bahkan, pria itu bukan dari departemennya namun tahu persis tentang bagian organ jantung dan paru-paru tersebut. Cintanya semakin menjadi membuat dirinya segera bertanya. "Apa~ setelah ini kau sibuk? Aku ingin makan siang denganmu." Azel terdiam. Pandangannya dari rontgen tidak lagi fokus dan kini menatap wanita cantik itu dengan datar. "Baiklah. Sekarang, lakukan tugasmu dengan benar." Senyuman cerah terbit di wajahnya. "Terimakasih, Azel." Azel hanya mengangguk dan segera keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Keyra sendirian sambil menahan girangan yang tiba-tiba mencuat dari dalam dirinya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD