BAB 3

801 Words
Letta menatap lesu pada kedua orang tuanya yang kini mengantar dirinya ke bandara termasuk Vynca dan Vior kedua Kakaknya. "Aku benci kalian!" Sungutnya karena disaat seperti ini masih sempat dirinya merajuk seperti anak kecil padahal umurnya sudah 24 tahun.   Shaiqa langsung memeluk putrinya dengan air mata yang sudah mengalir. "Maafkan Mommy, Sayang.."   Letta membalas erat. "Maafkan aku juga, Mom. Baik-baik disini ya Mom. Pastikan kedua pria dingin itu berubah menjadi panas."   Dalam tangisnya, Shaiqa terkekeh begitupun dengan Levin, Vynca dan juga Vior. "Kau masih saja bercanda disaat seperti ini." Vynca menggeleng tidak percaya sikap adiknya itu.   "Oh.. aku tidak akan membiarkan kepergianku seperti orang berkabung di pemakaman." Letta menyahut kemudian melepaskan pelukan Mommynya dan memeluk Vynca erat. "Kak, cepatlah punya baby lagi agar aku bisa pulang dengan alasan melihat keponakanku."   "Sayangnya, Kak Icel tidak membiarkanku hamil lagi, Sayang." Vynca melepaskan pelukan adiknya yang dibalas sungutan di wajah cantik Letta. "Ck.. Kau tidak ingin aku kembali?"   Vynca terkekeh. "Sudah pergi sana.."   "Kalian benar-benar keluarga yang menghakimi keluarganya sendiri!" Letta bergumam dan kini menatap Vior yang hendak memeluknya.   "Oh.. aku benci sekali dirimu, Kak." Letta memeluk Kakaknya erat.   "Aku juga sangat mencintaimu, little girl." Balas Vior membuat Letta mendengus malas dan melepaskan pelukannya segera. Vior berbisik pelan. "Ingat ucapan Kakak waktu itu, bukan?"   Letta tersenyum sinis. "Aku berharap bisa melupakannya. Namun, sayangnya otak cerdasku terlalu cerdas untuk mengingat setiap detail ucapanmu." Letta tentu saja mengingat setiap ucapan Vior disaat weekend minggu lalu yang mengatakan bahwa ia akan bertemu dengan seorang pria seperti Kakaknya bernama Azel. Sama-sama tidak punya perasaan dan ketus. Itu yang Letta ketahui sejauh ini dan Vior memperingati Letta untuk tidak jatuh cinta karena takut sang adik sakit hati. Pria itu bukannya tidak setuju jika adiknya jatuh cinta pada Azel, namun Vior tahu bagaimana Azel menutup hatinya setelah kematian Orine dan banyak wanita patah hati karenanya. Vior tidak ingin adiknya merasakan hal tersebut. Vior dan Azel memang berteman hanya saja Vior lebih tua tiga tahun dibanding dengan Azel.   "Dad.." Sapa Letta malas karena kini gilirannya memeluk Levin. Pria itu memeluk erat putrinya. "Maafkan keputusan Daddy, Sayang.. Daddy seperti ini karena ingin kau berubah."   "Yayaya.. Tidak usah berpura-pura menyesal jika akhirnya kau akan tetap mengirimku, Dad."   Levin tersenyum kemudian mengecup kening putrinya dengan lama. "Berhati-hatilah, Sayang. Jaga kesehatanmu dan terus hubungi Daddy ataupun Mommy. Om Aiden dan Tante Invy akan menjagamu dengan baik disana."   "Semoga saja." Letta memutar kedua bola matanya dengan malas kemudian melambaikan tangannya kepada keluarganya lalu membalikkan tubuhnya untuk segera berangkat tanpa menoleh kebelakang melihat Mommy-nya yang kini tersedu-sedu dalam pelukan Levin. Ia bertekad akan pulang dengan cepat dan kembali ke kehidupan lamanya. Balap dan Club. Dua hal yang membuatnya merasa di surga.   ***   Azel menatap jam tangannya dengan malas karena sekitar dua jam sudah dia menunggu adik dari temannya di bandara tidak muncul juga. Pria itu juga baru tahu bahwa yang dimaksudkan Papanya adalah adik Vior beberapa hari lalu. Pernah dulu Azel menaruh hati pada adik Vior sebelum ia bertemu dengan Orine. Namun, Azel tidak sempat mengungkapkan perasaannya pada Vynca karena mereka yang sedang liburan tiba-tiba harus mendadak balik ke Cambridge dikarenakan perusahaan yang berada di tangan Aiden tiba-tiba saja pailit.   Azel melupakan Vynca karena kehadiran Orine yang mampu membuat pria itu menaruh seluruh hatinya pada Orine, wanita pirang kesayangannya. Hingga di hari pernikahan Vynca, Azel turut hadir. Namun, Azel tidak pernah bertemu dengan anak ketiga Levin yang disekolahkan di luar negeri sejak junior high school dan yang Azel tahu wanita itu sangatlah liar sejak keluar dari asrama mengingat cerita Vior yang selalu frustasi menghadapi Letta dan saat ini, pria itu menunggu wanita yang keluar dengan rambut paling mencolok diantara semuanya, hitam.   Letta kini menapakkan kakinya di sebuah negara yang menurutnya akan membuat hari-harinya bosan. Dia hanya akan belajar dan belajar. Tidak seperti di negaranya yang akan bebas melakukan apapun yang ia inginkan.   Wanita yang memakai kaca mata hitam itu mengedarkan pandangannya dan mendapati seorang pria sedang menatapnya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Pria tinggi dengan tubuh indah seperti milik Kakaknya itu kini mendekat membuat Letta menoleh ke belakang, kiri, dan kanan memastikan bahwa pria itu ke arahnya. "Kau Charletta Evellyn Mossart?" Tanyanya sambil berdiri santai dengan tangan yang berada di kedua saku celana jeans hitamnya.   Letta menengadah menatap lelaki didepannya yang tingginya berkali lipat dari tubuhnya. "Ya, dan kau Kak Azel?" Letta membulatkan matanya tidak percaya bahwa pria didepannya ini benar-benar tampan. Namun, sayang dia tidak bisa melihat warna dibalik matanya itu karena kacamata yang menghalang. Wajar saja, jika Kak Vior melarangnya jatuh cinta mengingat masa lalu pria didepannya ini yang tidak dapat dilupakan olehnya. Tanpa sadar Letta berdecih sinis.   Azel menaikkan sebelah alisnya kemudian segera berkata. "Ayo cepat!! Aku tidak punya banyak waktu." Dan setelahnya, pria itu meninggalkan Letta yang ternganga karena bahkan pria itu tidak mau repot-repot membantunya membawa barangnya yang sangat banyak.   Sial! 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD