Sepuluh - Seperti Tom And Jerry

1705 Words
Mobil Akash melaju dengan kecepatan sedang menuju ke sebuah restoran yang sudah Akash booking jauh-jauh hari untuk merayakan perpisahan Rena yang resign dari kantornya. Sepanjang perjalanan, mereka tak ada pembicaraan sedikit pun. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Terlebih Puja yang masih kepo dengan bosnya. Apakah Bosnya memiliki perasaan lain terhadap Rena? Atau memang bosnya itu baiknya kebangetan pada Rena, yang tak lain sahabatnya dari kecil? Puja bisa merasakan mana yang perhatian biasa, dengan mana yang perhatian berlebihan. Akash termasuk berlebihan sekali perhatiannya dengan Rena. Dan, itu membuat Puja yakin, kalau Akash memiliki perasaan lebih pada Rena selain sahabat. “Aku yakin, pasti ada sesuatu di antara mereka. Atau Pak Akash yang cinta sendiri pada Mbak Rena? Tapi, katanya Mbak Rena dirinya pernah ditolak Pak Akash, karena dirinya bukan kriteria Pak Akash? Ah ini yang benar mana sih? Eh, aku kok jadi kepo maksimal gini, ya? Lagian mau Pak Akash suka sama Mbak Rena apa urusanku sih?” ucap Puja dalam hati. Karena kekepoannya itu, Puja sampai tidak sadar, kalau mobil Akash sudah berhenti di depan restoran bintang lima yang mereka tuju. Akash melirik ke arah Puja yang masih terbengong karena memikirkan ada hubungan apa sebenarnya Akash dan Rena. “Hei, bengong saja! Turun! Mau apa kamu di sini kalau gak turun? Mau jadi jin penunggu mobil saya?!” ucap Akash dengan sinis dan tatapannya begitu tajam padanya. Puja mendengkus kesal, mendengar ucapan Akash yang kasar itu. Ditambah tatapan tajam dari Akash, membuat Puja makin kesal pada Akash. Kesal dengan bosnya tapi suka dengan gaji yang ia peroleh hari ini. Lucu bukan? Puja keluar lebih dulu, lalu ia kembali membanting pintu mobil Akash dengan sangat kencang. Lebih kencang dari tadi pas waktu mau berangkat. Seketika Akash terlonjak kaget, lalu mendelik melihat tingkah Puja, saat dirinya sedang melepaskan seat belt. “Banting teroooss!!! Perempuan gila! Kenapa dapat Sekretaris gila begitu sih? Tapi kerjanya bagus sih, Cuma ya begitu orangnya! Sinting kali dia?” umpat Akash. Akash pun akhirnya turun dan menyusul Puja yang sudah masuk ke dalam restoran. Puja pun langsung menuju ke meja di mana Rena dan Dito suaminya duduk. Puja bergabung ke sana karena Rena yang memanggilnya. Rena memang sengaja mengambil meja yang hanya ada empat kursi. Untuk dirinya dan suami, juga untuk Akash dan Puja. Akash masuk ke dalam restoran, di sana para karyawannya sudah berkumpul. Mereka semua memberi hormat pada Akash, saat Akash memasuki restoran. Pandangan Akash langsung tertuju pada Puja, sekretaris bar-barnya itu yang kini tengah asyik mengobrol dengan Rena dan Dito. Mereka sesekali terlihat tertawa dan bercanda. Entah apa yang sedang mereka bicarakan Akash hanya menatapnya dari jauh. Akash lalu berdiri di tengah-tengah para karyawannya. Dia meminta sedikit perhatian dan waktu di sana, karena dia ingin mengucapkan sepatah dua patah kata untuk perpisahan Rena. Mengucapkan terima kasih atas keloyalan, serta kerja keras Rena selama ini. Setelah itu, Akash mempersilakan semua karyawannya untuk menikmati hidangan yang sudah disediakan oleh pihak restoran. Akash langsung menghampiri Puja yang duduk bersam Rena dan Dito di sana setelah selesai mengucapkan terima kasih untuk Rena yang sudah membantunya dari nol mendirikan perusahannya. Juga untuk Dito, yang selama ini sudah mengizinkan Rena membantunya di perusahaan. Akash langsung duduk di sebelah Puja, karena hanya tempat duduk yang dekat dengan Puja yang kosong. “Alergi Pak Akash gak kambuh?” ucap Puja yang membuat Akash mengernyitkan keningnya. “Maksudmu?” tanya Akash. “Ya karena dekat-dekat aku dari tadi. Kali saja alergi Pak Akash kambuh?” jawab Puja dengan santai. Akash langsung melayangkan tatapan tajam pada Puja, dengan tangan yang mengepal karena kesal terhadap Puja yang lagi-lagi membuat dirinya naik darah. Sedangkan Dito, dia malah tertawa mendengar ucapan Puja, dan semakin membuat Akash kesal. “Lo dapat lawan yang seimbang sekarang, Kash!” ucap Dito. “Betul sekali, Mas. Mereka setiap hari kayak Tom and Jerry, Mas. Berdebat terus. Salut sama Puja. Baru pernah loh Akash dilempar buntelan kertas di wajahnya. Cuma dia yang berani, Mas,” ujar Rena. Iya, Puja yang sering dibuat kesal oleh Akash, akhirnya Puja berani melakukan hal diluar batas. Termasuk melempar kerta yang sudah ia remas-remas ke wajah bosnya itu, saat bosnya sedang memarahinya. Sampai Akash kesal pada Puja. “Keren kamu, berani melawan bongkahan es kutub,” ucap Dito dengan terkekeh. “Aku gak tahu kalau kamu gak ada di kantor, Ren. Tapi, mau bagaimana lagi, suamimu sudah tidak mengizinkan kamu bekerja? Ya sudahlah, terpaksa sama tuh perempuan sinting!” ucap Akash kesal. “Sinting juga selalu bisa diandalkan kan, Pak Akash?” seloroh Puja. “Lumayan lah. Dia cerdas, benar apa yang kamu bilang, Ren. Saking cerdasnya, dia sampai berani melawan saya, berani melakukan apa yang tidak pernah kamu lakukan. Berani nyelonong masuk ruangan tanpa izin. Pokoknya dia cerdas! Iya gak Puja?” Cletak! “Akh! Sakit Pak Akash! Lama-lama kening aku retak tiap hari di sentil sekeras ini!” kesal Puja sambil mengusap keningnya. “Jangan kasar sama anak orang, Akash,” tegur Rena. “Oh ya, Ren. Ini tiket untuk liburan kamu dan Dito. Anggap saja ini untuk Babymoon. Sama besok, ada orang showroom mengantarkan mobil ke rumah kamu. Ini hadiah dariku, sebagai rasa terima kasihku padamu, karena kamu sudah membantuku dari nol untuk membangun Hanggara Group, sampai sebesar sekarang ini,” ucap Akash dengan manatap dalam Rena. Tatapan yang lagi-lagi Puja lihat bukan tatapan biasa. Tatapan yang menyiratkan kalau Akash benar-benar ingin Rena, dan berat melepaskan Rena saat ini. “Tatapannya lagi-lagi begitu, setiap hari begitu. Aku yakin Pak Akash ada hati sama Mbak Rena,” ucap Puja dalam hati. “Akash ... jangan begini ah, aku terima tiket liburan ini, karena aku memang ingin pergi ke Paris dengan Mas Dito. Tapi kalau untuk mobil, jangan ya, Akash? Aku sudah punya mobil. Lagian uang pesangon dari perusahaan saja sudah sangat cukup, bahkan itu terlalu besar nominalnya untukku. Jadi lebih baik batalkan mobilnya, ya? Aku ini kerja dan membantu kamu ikhlas, Akash. Kamu itu sahabat aku. Aku justru sangat senang bisa melihat kamu sukses seperti sekarang ini,” ucap Rena. “Aku tidak ingin ada penolakan, Ren! Tolong terima,” ucap Akash tegas. “Kalau Mbak Rena gak mau, buat saya saja, Pak. Saya terima dengan dua tangan saya,” celetuk Puja. “Bisa diam gak? Asal nimbrung saja kamu nih, makan tinggal makan, ikutan ngomong!” ucap Akash gemas. Saking gemasnya pada Puja yang dari awal berangkat sudah membuat dirinya kesal. Akash mengambil kue cokelat lumer di depannya, lalu menjejalkan ke mulut Puja. Sampai Puja terkejut dan hampir tersedak, namun terpaksa Puja telan kue cokelat lumer itu. “Uhuk!!! Kira-kira dong, Pak! Nanti kalau saya mati tersedak bagaimana?” umpat Puja kesal. “Enak kan rasanya? Kek tercekik, tuh yang saya rasakan tadi pagi, saat kamu pasangkan dasi malah cekik saya! Lagian mana mungkin mati tersedak? Malaikatnya takut mau cabut nyawa cewek sinting macam kamu!” Puja menatap tajam Akash yang bicara seperti itu padanya. Saking kesalnya, Puja mengambil kue di depan Akash, lalu membalasnya dengan menjejalkan kue itu ke dalam mulut Akash. Rena begitu terkejut melihat Puja berani melakukan itu. Di samping itu, Rena sangat khawatir pada Akash, karena Akash paling benci dengan kue bolu. Akash tidak suka kue bolu, karena dia hampir mati karena memakan kue bolu berlebihan waktu kecil. Saking sukanya dengan bolu kukus buatan Mamanya, Akash makan tanpa henti, hingga mulutnya penuh, dan sulit untuk ditelah, hingga membuat Akash sesak napas. Itu sebabnya dia benci dengan kue bolu, bahkan dia sama sekali tidak mau menyentuh kue semacam itu. Entah itu bolu, chiffon, atau brownis. Akash menghindari semua makanan itu, bahkan melihatnya pun sebenarnya ia ingin muntah. Akash terpaksa mengunyah kue yang barusan dijejalkan di mulutnya oleh Puja. Ia mengunyah sambil memejamkan matanya. Ia takut sekali akan memuntahkan kue yang sudah terlanjur masuk ke dalam mulutnya. Namun, ajaibnya, semua itu tidak terjadi. Akash bahkan merasakan kue itu lumer di mulutnya, dan enak di lidahnya. Membuat Akash perlahan menikmati kunyahannya itu sambil tersenyum tipis. “Kash, kamu tidak apa-apa? Kamu baik-baik saja?” tanya Rena. “Iya aku baik-baik saja, kenapa, Ren?” tanya Akash, sambil menikmati kue yang tadi dijejalkan oleh Puja. “Eh kuenya enak. Suapin lagi dong?” pinta Akash pada Puja. “Makan sendiri! Nyuapin anda tidak ada dalam jobdesk saya!” jawab Puja kesal. “Suapin saya, atau saya pecat kamu sekarang jug tanpa pesangon!” ancam Akash. “Nih!” Dengan kesal dan kasar Puja menjejalkan lagi kue ke mulut Akash. Bukannya marah, Akash malah menikmatinya itu, dan dia terus membuak mulut lagi meminta Puja menyuapi lagi, ketika kue di dalam mulutnya sudah habis. Rena dibuat bingung dengan kelakuan Akash saat ini. Ini sangat aneh menurtu Rena. Ini bukan Akash, karena Akash paling benci dengan kue bolu. Dan sekarang, Akash malah menikmati kue itu dengan disuapi Puja. Puja makin gelisah dengan respon tubuhnya. Dia mulai memegangi dadanya. Dadanya terasa sesak seketika. Puja sebetulnya sudah merasakannya saat Akash menjejalkan kue cokelat lumer ke dalam mulutnya. Puja sudah merasa sesak dadanya, tapi ia tahan, dan ia yakin tidak akan terjadi lagi. Tapi, namanya juga alergi cokelat, Puja pun tidak bisa lagi menyangkalnya. Dadanya semakin sesak, wajahnya berubah pucat seketika. “Eh suapi lagi, malah berhenti!” perintah Akash. “Puja? Hei, kamu kenapa?” tanya Rena yang melihat puja makin pucat, dan tangannya memegang dadanya. Napas Puja tersengal-sengal, membuat Rena dan Dito panik. Sedangkan Akash, dia tidak memerhatikan Puja, karena dari tadi yang ia perhatikan adalah Rena. “Puja!” teriak Akash, yang tiba-tiba Puja jatuh ke tubuhnya dengan napas tersengal-sengal lalu setelahnya Puja pingsan, dan membuat Akash juga Rena dan Dito kebingungan. Apa penyebab Puja bisa pingsan. “Hei, kamu bercanda kan, Puja? Jangan bercanda gini ah. Ayo suapi saya lagi, apa saya pecat kamu sekarang!” “Akash! Dia pingsan beneran, lihat wajahnya pucat banget, Akash!” pekik Rena. “Astaga, kok bisa gini, Ren? Hei, bangun, kamu mati benaran? Kenapa gak lawan malaikat pencabut nyawanya, Puja! Bangun woy!” “Akash, jangan bercanda deh! Bawa dia ke rumah sakit, buruan!” “Aduh, kenapa dia, Ren? Kamu kenapa sih cewek sinting, kamu bisa ngelawan aku, kenapa gak lawan malaikat? Hei, jangan mati dulu, bangun!” ucap Akash sambil mengangkat tubuh Puja. Meski bicara begitu, Akash sangat khawatir dengan keadaan Puja, apalagi Puja makin pucat sekali wajahnya, denyut nadinya juga lemah sekali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD