Pagi yang terasa begitu hangat. Puja turun dari taksi yang mengantarkan dirinya ke kantor. Setiap hari Puja harus selalu semangat, meski di kantor dia harus menghadapi banyak hal yang menyebalkan dan selalu membuatnya kesal. Itu semua karena ulah Akash. Bos yang gila dan galak, yang setiap hari membuat Puja mengumpat kesal, dan naik darah. Untung saja dirinya tak punya riwayat darah tinggi, jadi masih aman, meski setiap hari darahnya mendidih, karena dibuat kesal oleh sang bos.
Puja sudah kembali bekerja di kantor Akash sejak seminggu yang lalu. Sekarang dia sudah bekerja sendiri. Rena sudah benar-benar resign, dan sekarang Akash sangat bergantung pada Puja dalam hal sekecil apa pun. Kerah baju sedikit berantakan saja minta Puja yang membetulkan. Sungguh menyebalkan sekali bukan?
Setiap hari Puja selalu mengumpat sendiri karena Bos nya itu makin lama makin menyebalkan, dan sewenang-wenang sekali kalau menyuruh.
“Puja!” panggil Akash yang berjalan di belakang Puja.
“Sial, kenapa berangkat pagi sekali sih!” umpat Puja dalam hati saat tahu siapa yang memanggilnya.
Puja langsung menoleh ke belakang, dengan raut wajah yang sebal. Tapi, dia harus bisa menyembunyikan raut wajahnya itu. Akash berjalan menghampiri Puja, dan berdiri di depan Puja.
“Pasangkan dasi saya! Saya mau meeting pagi ini!” perintah Akash.
“Kan sudah saya ajari, Pak? Masa dasi saja gak bisa pasang? Perasaan pas sama Mbak Rena gak pernah tuh Pak Akash nyuruh Mbak Rena pasangkan dasi?” jawab Puja dengan sebal.
“Mau pasangkan atau saya pecat?!”
“Sini!”
Puja tahu, hari ini memang ada meeting pagi dengan klien. Makanya Puja datang lebih awal. Puja memasangkan dasi Akash, begitu setiap hari. Akash berangkat kerja tidak pernah rapi, rapinya saat di kantor, itu pun Puja yang menatakannya. Padahal sama Rena tidak pernah seperti itu.
“Tolong pakaikan jas!”
Puja memakaikan jas Akash, dia pun menata kembali kerah baju Akash. Menyentuh kedua bahu Akash setelah selesai, dan sempurna memasangkan dasi dan memakaikan jasnya Akash.
“Sudah, sana meeting!” perintah Puja.
“Ayok berangkat!” ajak Akash.
“Sekarang?”
“Iyalah masa besok? Jadwalnya jam delapan, kan? File sudah siap?”
“Sudah semua, tapi ini masih jam tujuh loh, Pak? Saya baru berangkat, belum menata meja kerja, belum apa-apa,” ucap Puja.
“Sudah ayok berangkat sekarang, sambil temani aku sarapan! Aku belum sarapan!”
Puja akhirnya menuruti apa yang Akash mau. Dia langsung masuk ke dalam mobil Akash. Duduk di jok belakang bersebelahan dengan Akash, karena Akash membawa sopir pagi ini. Mobil mereka berhenti di depan rumah sakit, karena Akash minta ke rumah lebih dulu, entah mau apa Puja dan sopirnya itu tidak tahu,
“Mau apa ke rumah sakit, Pak? Memang meetingnya di rumah sakit?” tanya Puja.
“Mau makan! Ayo turun!” jawab Akash.
“Makan? Makan itu di restoran, Pak! Bukan di rumah sakit!”
“Gak usah banyak bicara, Puja!”
Puja akhirnya menuruti bosnya itu. Dia berjalan di belakang bosnya, lalu tiba-tiba Akash menarik tangan Puja, meminta Puja berjalan di sebelahnya.
“Kita lagi tidak di kantor, bisa jalan di sampingku? Kita di tempat umum, biar aku terlihat menghargai perempuan!” pinta Akash.
Puja hanya diam saja, saat Akash bicara seperti itu. Tak terasa Akash masih memegang tangan Puja. Mereka bergandengan tanpa mereka sadari, dan saat sampai di depan kantin rumah sakit, Akash langsung mengajak masuk ke sana.
“Aku pengin makan nasi bebek bakar lagi. Kamu juga pasti suka, kan?” ucap Akash.
“Suka banget, Pak. Ya kemarin juga aku makan malam beli di sini, bungkus bawa pulang. Bebek bakarnya empuk sekali, pokoknya recomended banget, Pak.”
“Makanya aku pengin sarapan di sini.”
“Gak salah nih? Biasanya orang kaya gak mau sarapan nasi? Sarapannya roti sama s**u?”
“Ibu saya tidak pernah mengajari saya sarapan roti. Sarapan harus nasi, meski sedikit!” jawab Akash.
“Bagus deh kalau begitu.”
Mereka masuk ke dalam kantin rumah sakit. Mencari tempat duduk yang nyaman. Kantin rumah sakitnya bersih, dan menu masakannya juga enak. Benar-benar seperti restoran yang terkenal.
Setelah pesanan mereka datang, mata Puja langsung berbinar, dia sudah ingin sekali menyantap bebek goreng presto itu yang ada di depannya. Apalagi Puja pagi ini belum sarapan. Padahal Puja bawa bekal ke kantor untuk sarapan dan makan siang, tapi bosnya malah ngajakin sarapan dulu.
“Puja, suapin saya!” pinta Akash.
“Lah, kenapa minta suapin sih, Pak? Apa tidak bisa makan sendiri?” tanya Puja bingung.
“Makan dari tanganmu jauh lebih enak dan lebih nikmat. Buruan, atau saya ....”
“Pecat? Gitu aja terus ngancemnya!” potong Puja.
“Lah itu tahu? Ya sudah buruan suapin saya! Suapin pakai tangan kamu, jangan pakai sendok!”
Mau tidak mau Puja menyuapi Akash. Entah kenapa sejak Puja menjejalkan kue di restoran itu, Akash jadi makin ketagihan disuapi Puja. Kemarin juga ingin makan cemilan, meminta Puja yang menyuapinya, padahal di depan para karyawan lainnya, saat selesai meeting.
“Ini kalau aku nyuapin Pak Akash terus, kapan saya makannya, Pak? Saya kan juga pengin sarapan?” ucap Puja kesal.
“Ya sudah tinggal makan saja? Habis nyuapin aku, kamu makan sendiri,” jawab Akash.
“Ya tapi, kan?”
“Kenapa? Jijik gitu sama bekas suapan saya?”
“Enggak sih, gak sopan saja, Pak,” jawab Puja.
“Tidak masalah,” ucap Akash.
Jelas tidak sopan sekali, masa sedang menyuapi Akash, dirinya sambil makan? Nanti malah Akash yang merasa risih karena bekas suapannya. Tapi ternyata Akash tidak mempermasalahkan itu. Puja akhirnya menyuapkan makannya ke dalam mulut. Dia benar-benar ketagihan bebek bakar di kantin rumah sakit. Benar-benar enak sekali, beda dengan bebek bakar presto di tempat lain.
^^^
Setelah meeting, Puja kembali mengurus pekerjaannya yang masih menumpuk. File-file harus dikerjakan dan selesai hari ini. Puja berharap Akash tidak berulah lagi, menyuruh-nyuruh Puja seenaknya, dan bukan untuk masalah kantor.
“Puja, aku ingin makan chiffon cake yang keju. Yang ada di toko kue sebelah kantor ini.” Pinta Akash, yang membuat jari Puja berhenti mengetik di depan laptop. Tatapan Puja langsung beralih ke arah Akash.
“Lalu, apa hubungannya dengan saya?” jawab Puja.
“Ya ada hubungannya lah? Kamu yang belikan!” ucap Akash.
“Ih ada OB juga? Itu kan pekerjaan OB, Pak? Lihatlah, saya masih banyak pekerjaan, dan bapak suruh saya jam dua harus selesai, kan?” protes Puja.
“Saya tidak mau dibantah! Kerjakan perintah saya tadi atau saya ....”
“Pecat!” sambung Puja.
“Buruan, kamu yang belikan. Saya tunggu di ruangan saya!” Perintah Akash.
Puja mau tidak mau akhirnya pergi ke toko kue yang ada di sebelah kantor. Memang kue nya rekomended, kalau ada jamuan untuk klien saja, kantor Akash pesan di sana. Puja membeli kue yang Akash minta, lalu dia bergegas pulang ke kantor, untuk memberikan kue yang Akash minta.
Puja memasuki lift dengan mebawa paper bag berisi Chiffon Keju yang Akash minta. Kesal rasanya disuruh-suruh tapi bukan pekerjaannya.
“Aku ini babunya atau sekretarisnya sih? Babu iya, baby sitter juga iya? Makan minta disuapin? Kue minta aku yang beliin? Menyebalkan sekali tuh orang gila! Apa-apa aku yang kerjain. Padahal ada OB loh? Bisa kan nyuruh OB belikan ini?” gerutunya dengan kesal.
Begitu lift berhenti dan terbuka, Puja langsung bergegas keluar dari lift. Ia berjalan menuju ruangan bosnya itu dengan menenteng paper bag berisi chiffon keju pesanan bosnya. Entah kenapa bosnya ingin makan chiffon cake rasa keju. Padahal kemarin juga sudah makan chiffon itu, tapi sepertinya bosnya sedang kecanduan makan chiffon.
Puja langsung membuka pintu ruangan Akash, tanpa mengetuknya lebih dulu. Namu, ia menyesal dengan keputusan itu. Matanya kini disuguhkan oleh pemandangan yang luar biasa mengejutkan saat dirinya membuka pintu ruangan bosnya.
Seorang wanita tengah berbaring terlentang di atas meja kerja Akash dengan posisi pakaian bagian atas terbuka. Dan Akash berada di atas tubuh wanita itu sedang menyesap dua gundukan di d**a wanita itu. Kedua pasangan itu pun langsung menoleh ke arah pintu yang terbuka oleh Puja.
“Aduh, Ma—maaf, Pak! Saya tidak tahu sedang ada tamu!” Ucap Puja, lalu dia kembali menutup pintu ruangan Akash dengan rapat-rapat.