Awalnya Hyunsu yakin bahwa dia akan meninggalkan rumah, namun ke mana dia harus pergi? Dia tak punya tujuan sama sekali. Satu-satunya kota yang ingin dia tuju adalah Seoul, tapi uang tabungannya mungkin hanya cukup untuk bertahan satu bulan saja di Seoul, belum biaya sekolahnya. Mengenai biaya sekolah, Hyunsu bisa saja mengajukan beasiswa, dia cukup pandai di bidang akademik, dan banyak beasiswa di bidang musik yang bisa dia dapatkan.
“Kau bilang kau mau ke Seoul, apa kau punya tujuan, Hyunsu?” Tanya Bibi Jung. Hyunsu menunduk. Pikirannnya terasa kosong. Dia menggeleng.
“Apa kau tidak mau kembali ke rumah?” Bibi Jung ingin mendamaikan Hyunsu dan Bora, namun keduanya sama-sama keras kepala. Bora tak mungkin menerima Hyunsu begitu saja, terlebih Hyunsu selalu dibandingkan dengan Hyunjin dan Bibi Jung sangat mengerti perasaan Hyunsu.
“Aku tidak bisa kembali ke rumah, Bi,” gumam Hyunsu sambil menggigit bibirnya. Bibi Jung mengulurkan tangannya dan mengelus puncak kepala Hyunsu dengan lembut.
“Kalau begitu tinggalah di sini,” gumam Bibi Jung. Bibi Jung tidak punya keluarga, dia akan sangat bahagia jika Hyunsu tinggal dengannya, namun Hyunsu tak ingin merepotkan Bibi Jung, apalagi jika dia tinggal dengannya pasti ibunya akan sering melihatnya. Hyunsu ingin pergi sejauh mungkin dari Busan.
“Aku tidak bisa, Bi,” gumam Hyunsu.
“Kau punya uang berapa?” Tanya Bibi Jung. Bukannya Bibi Jung ingin menanyakan jumlah uang yang Hyunsu miliki hanya saja bertahan di Seoul bukanlah hal yang mudah. Biaya hidup di sana sangat tinggi, belum biaya sewa Gosiwon atau semacam kos, harga makanan di Seoul juga lumayan mahal. Bibi Jung tidak bisa membayangkan bagaimana Hyunsu bisa bertahan di sana sendirian.
“Lima puluh ribu won,” gumam Hyunsu. Hyunsu sudah menyusun rencana, sampai di Seoul dia akan langsung mencari pekerjaan paruh waktu. Dia akan berusaha bertahan di Seoul bagaimanapun caranya. Bibi Jung menggelengkan kepalanya.
“Bagaimana kau bisa bertahan di Seoul dengan uang segitu, Hyunsu,” ujar Bibi Jung dengan tatapan sedih. “Tidak bisa begini—“ gumam Bibi Jung berdiri dari duduknya dan berjalan menuju ke kamarnya.
“Bibi kau mau ke mana?” Tanya Hyunsu. Hyunsu ingin pergi ke Seoul pagi-pagi tapi Bibi Jung menahannya di sini untuk sarapan. Bibi Jung keluar dari kamarnya dengan membawa sebuah tas dan pakaian yang lebih rapi.
“Apa Bibi mau pergi sekarang?” Tanya Hyunsu. Dia melihat Bibi Jung mengunci pintu kamarnya dan berjalan dengan tas yang cukup besar. Hyunsu berpikir mungkin Bibi Jung mau berangkat ke pasar uintuk membeli bahan makanan.
“Kalau begitu aku pamit sekarang. Terima kasih sudah baik padaku selama ini, Bi. Aku akan membalasnya suatu hari nanti,” gumam Hyunsu mengucapkan terima kasih lalu memberi hormat pada Bibi Jung. Bibi Jung tersenyum, “Baiklah ayo berangkat,” gumam Bibi Jung berjalan mendahului Bibi Jung, “Aku akan mengantarmu ke Seoul,” ujar Bibi Jung sambil tersenyum.
Butuh lima detik hingga Hyunsu sadar perkataan Bibi Jung, “Hah?” gumam Hyunsu yang sadar dari lamunannya, “Bibi tidak perlu mengantarku ke Seoul. Aku tidak ingin merepotkan Bibi,” ucap Hyunsu dengan perasaan tidak enak. Bibi Jung berbalik dan menatap Hyunsu dengan tatapan lembut, “Aku tidak merasa di repotkan. Lagian ini pertama kalinya kau ke Seoul kan? Apa kau tahu jalanan di Seoul? Tidak kan? Bagaimana kalau kau tersesat, aku tidak akan membiarkan kau pergi sendiri,” Bibi Jung mulai menceramahi Hyunsu.
“Tapi, Bi---“ Hyunsu mau membantah tapi Bibi Jung menyela ucapannya terlebihd ahulu, “Tidak ada tapi-tapian, cepat pakai sepatumu dan ikuti aku,” Hyunsu menarik napasnya, pada akhirnya dia harus mengalah. Dia menggendong backpack di punggungnya dan memakai sepatunya lalu mengikuti Bibi Jung. Hyunsu berjalan di belakang Bibi Jung dengan menunduk, hatinya merasa terpukul, kenapa da orang lain sebaik ini padanya? Sementara keluarganya saja tidak pernah peduli pada Hyunsu, lelaki itu mendadak berkaca-kaca.
***
“Mulai sekarang kau akan tinggal di sini, Hyunsu,” gumam Bibi Jung. Gosiwon terletak di pusat kota Seoul. Harga sewa bangunan di Seoul sangat tinggi, bahkan uang yang Hyunsu bawa tidaklah cukup. Hyunsu tak tahu harus bagaimana untuk membayar kebaikan Bibi Jung.
Bibi Jung yang menemaninya pergi ke Seoul, bahkan dia yang mengurus pendaftaran sekolah Hyunsu. “Bibi, aku tidak bisa---“ Bibi Jung bisa menebak bahwa Hyunsu akan menolaknya. Sudah sejak lama Bibi Jung mengumpulkan uang dari hasil berjualan. Dia juga diam-diam menabung dan ikut tabungan pendidikan untuk anaknya, namun sayang anak dan suaminya tidak berumur panjang. Suami Bibi Jung adalah seorang pengusaha yang cukup sukses, suaminyalah yang membelikan unit Gosiwon ini untuk persiapan anaknya sekolah nanti. Bibi Jung sengaja tidak menjualnya, dia senang akhirnya sekarang ada seseorang yang menempati tempat ini.
“Hyunsu, aku tidak akan meminta bayaran apapun padamu. Kau cukup belajar dengan baik, aku sudah membeli makanan di kulkas, jangan hanya makan Ramyeon, makanlah sesuatu yang sehat,” pesan Bibi Jung panjang lebar.
“Bibi, aku tidak ingin merepotkanmu. Aku bisa mencari Gosiwon yang lebih murah dan mencari pekerjaan tambahan, kau tidak perlu melakukan ini,” tolak Hyunsu. Bibi Jung menjitak kepala Hyunsu pelan, “Menolak pemberian orang tua itu tidak bagus, kau cukup mengucapkan terima kasih dan tinggal di sini, aku akan mengunjungimu setiap bulan, jadi pastikan kau belajar dengan benar. Jika kau keberatan menerima ini sebagai sesuatu yang gratis, kau bisa membayarnya jika kau sukses nanti, Hyunsu,” ujar Bibi Jung. Hyunsu merasa terharu. Dia memeluk Bibi Jung dengan hangat. Pipinya basah , tanpa sadar dia menangis. “Bibi akan kupastikan membayar semuanya suatu hari nanti,” kata Hyunsu sambil terisak.
“Baiklah jika kau terus mendesak, aku akan menerima bayaran darimu jika kau sukses, pastikan kau membayarnya dua kali lipat,” canda Bibi Jung sambil tertawa. Bibi Jung mengelus kepala Hyunsu dalam hatinya dia berdoa untuk Hyunsu. Dia percaya bahwa Hyunsu bisa sukses suatu hari nanti, Bibi Jung akan mendukung apapun impian Hyunsu. Di sisi lain dia bersyukur mengenal Hyunsu, karenanya dia seperti bisa memeluk anaknya yang sudah tiada.
“Aku pulang dulu, Hyunsu, kau baik-baik di sini,” gumam Bibi Jung, Hyunsu berjalan mengikuti Bibi Jung namun wanita itu melarangnya, “Kau tidak perlu mengantarku, cepat makan dan jangan lupa kunci pintu sebelum tidur,” kata Bibi Jung sambil melambaikan. Hyunsu mengangguk sambil tersenyum.