"Lagi bapak bukan nya cari saya dari lama, malah baru sekarang bisa nemuin nya. Kata nya kaya, bisa ngapain aja. Nyari saya aja susah kan?" Sindir Icha lagi.
"Saya itu udah lama bisa nemuin kamu, tebak siapa yang ngirim begitu banyak bunga sama kamu dua minggu terakhir?" Tanya Gerald menyombongkan diri.
"Jangan-jangan..."
"Iya saya, hebat kan calon suami kamu ini? Romantis kan?" Goda Gerald pada Icha sebari memeluk tubuh kecil Icha dari belakang.
"Ayo pulang." Ajak Gerald pada Icha.
Icha menggeleng. "Gak mau, nanti kalau bapak sakitin saya lagi susah. Saya harus cari tempat dan pekerjaan baru." Jawab Icha jual mahal.
"Ya ampun ini anak, pengen banget dicium ya?" Ancam Gerald.
"Jangan macem-macam saya banyak senjata disini." Ancam Icha balik.
Gerald tertawa dan menciumi pipi Icha kecil, gemas akan tingkah wanitanya. "Kamu gak dingin pakai baju tipis begini? Apa jangan-jangan udah tahu aku bakal datang jadi pakai yang begini?" Goda Gerald pada calon istrinya.
"Ngomong sekali lagi saya potong itu bapak!" Ujar Icha sebari melirik junior Gerald.
Gerald megangga. "Astaga Icha tega banget kamu, ini kan buat ngehasilin anak kita sayang." Ucap Gerald dibuat-buat.
Icha tertidur kembali, dirinya masih lelah karena seharian ini tak beristirahat. Tadi pagi sampai sore kliniknya sangat ramai.
"Kenapa tidur sih?" Tanya Gerald ikut tiduran disamping Icha.
"Capek, besok harus kerja."
"Kata siapa? Toh aku udah kirim surat pengunduran diri ke dokter bryan Peter." Ujar Gerald dengan santai.
"Apa?!" Icha kaget bukan main ketika Gerald bilang begitu disertai bukti nama lengkap bosnya.
"Kenapa seenaknya sih?" Kesal Icha.
"Kamu juga seenaknya tinggalkan saya sendiri dijakarta." Balas Gerald
"Besok pokonya kita pulang Icha, atau kamu benar-benar mau saya perkosa sekarang?" Ancam Gerald pada Icha.
"Gak kangen sama papa mama yang nungguin kamu di Indonesia?" Tanya Gerald mulai membujuk.
Memegang tangan Icha lalu mengecup kecil bibir calon istrinya, Gerald mengajak Icha untuk tidur lebih dulu dan membawanya kedalam pelukan nya. "Enak kan saya peluk?" Tanya Gerald berniat meledek. Tak dapat jawaban ternyata memang Icha sudah tertidur sedari tadi.
Pagi harinya, mereka sarapan diluar. Setelah mengonfirmasi segalanya Icha memutuskan untuk ikut Gerald kembali ke Indonesia. Setelah berpamitan dengan bryan dan beberapa teman nya disini, Icha dan Gerald memutuskan balik ke asal hari ini juga.
"Siang nya mau jalan-jalan dulu?" Tawar Gerald.
Icha mengangguk. "Saya belum pernah jalan-jalan disini, hidupnya kerjanya aja buat cari duit lebih banyak. Siapa tahu bakal melarikan diri lagi kalau disakiti untuk kedua kalinya." Sindir Icha.
Gerald hanya tersenyum maklum, kadang bibir Icha pedas juga kalau sudah main sindir menyindir. Tapi ga tahu kalau masalah memuaskan nya diranjang sebentar lagi, sial bawahnya mengeraskan sendiri ketika membayangkan hal jorok bersama Icha, pikir Gerald.
"Kenapa?" Tanya Icha melihat Gerald gelisah.
"Buka apa-apa kok." Jawab Gerald sekenanya.
"Bangun ger, mau kerja kan?" Tanyaku.
"Hm, bentar ay. Aku masih ngantuk nih." Balas Gerald pada sang istri.
"Gak boleh telat ah, aku udah kangen banget sama rekan kerja." Ujar Icha pada sang suami yang masih setia menutup matanya.
"Lah, kangen sama aku-nya udahan gitu?" Tanya gerald merajuk bagai anak kecil. Astaga, suami udah kayak bocah gini gimana rasanya kalo punya anak nanti.
Dan sekarang Gerald gak mau bangun. Padahal udah 15 menitan sejak aku buat sarapan, masih aja tetap molor. Ku pancing aja kali ya?
"Ekhem...!" Icha mencoba menetralkan suaranya.
"Yah gimana ya. Padahal mamah, mau ajakin papa mandi bareng. Tapi papah masih molor. Yaudah mamah mandi sendiri aja deh.!"
Bruk..!
Dengan sigap gerald beranjak dari kasurnya."Ayo mah! Jangan lupa ambilin handuk papa juga." Katanya seakan tak terjadi apa-apa sebelumnya.
Aku menggeleng dan juga berusaha menahan ketawa. Jangan sampai anak laki-laki ku keturunan m***m seperti papahnya.
Eh, sejak kapan kami main panggil papa mama?
"Mah! Ayo, papah udah nunggu nih." Ujarnya, berteriak dari dalam kamar mandi.
Di dalam kamar mandi."Kamu aku lihat makin seksi aja ya, sayang." ujar Gerald mulai menggoda sang istri.
Demi ketiak gerald yang wangi, tak sadar aku merona karena perkataannya. Duh, gausah baper cha. Entar juga dibikin sakit hati lagi kalo suami lagi kumat.
"Hm, kenapa sih emang ?!" Tanya Icha dengan sewot, mencoba untuk tidak tergoda oleh rayuan maut sang suami.
"Ya gak papa sayang, suka aja aku merhatiin kamu yang lagi telanjang." Kata gerald dengan nada yang sedikit kecewa, karena nada bicara ku yang sewot padanya. Aduh Icha, buat suami marah kan dosa.
Walau kalimatnya m***m, tetap saja Gerald terdengar sedih."Maaf ya, ger." Kataku.
Ia tersenyum seraya mengahampiriku, dengan tubuh tanpa pakaian yang terlihat sudah dilumuri banyak sabun.
"Kalau gitu, bilasin dong sayang." Pinta Gerald dengan manja. Nyesel dikit sih minta maaf, lupa kalo suami ku m***m tiada tara melebihi apapun. Suka nyari kesempatan dalam kesempitan. "Huh..!"
Ku bilas badannya dengan gayung padahal ada shower, agar lebih gampang dan cepat berangkat saja."Gausah nempel-nempel, judul nya kan mandi bareng aja." Protes Icha pada sang suami, lebih tepatnya memberi peringatan.
"Oh, jadi aku salah paham nih. Ku kira kamu ngajak gituan." Ucap Gerald di buat memelas.
Kalau bukan suami, sudah ku tendang dia. Gerald menggoda ku terus-terusan. Dan aku menebak kami sudah berada di kamar mandi sangat lama.
Baru saja ingin mengakhiri sesi mandi, tapi-
"Cium dong ay, Please gak lebih deh." Ujar gerald.
Gak percaya, gak mungkin. pasti gerald ada maunya kalo gitu.
Tanpa aba-aba gerald menarik tangan dan pinggang ku untuk merapat pada tubuh nya yang tak terbalut apa-apa.
Dia mengambil alih bibirku, mengecup kecil tak lupa melumatnya dalam. Aduh ternyata menikah sehebat ini rasanya. Tangannya sudah kemana-mana, menjelajahi area bagian yang sensitive dibawah.
"Udah, mas...." ujar ku, yang merasakan remasan tangannya dibagian bawah dan atasku. Aku tahu, dan bisa merasakan. Dibawah sana milik nya sudah bangun!
Bisa - bisa gak jadi ngantor. Gerald menghentikan ciumannya dan aksi tangannya."Iya, papah tepat janji kok." Ujar Gerald.
Sebagai penutup, ia mengecup kening ku lalu memberikan handuk padaku."Mas gak keluar...?" Tanyaku yang masih melihat gerald tak beranjak dari tempatnya.
"Nggak sayang. Lihat nih yang dibawah belom tidur..!" Kata Gerald dengan cengiran khas anak kecil yang baru-baru ini sering dia tunjukan padaku. Gak dosa kan biarin suami main sendiri ..?
"Liat deh, itu loh bu Icha!"
Icha mencoba untuk menutup telinganya kali ini. Mendengar kebisingan orang orang yang bergosip tentang nya membuat nya kesal bukan main, tapi mau tak mau harus ditahan nya demi menjaga martabat sang suami. "Tahan Icha kamu pasti bisa." Ujar nya pada diri sendiri.
Mungkin beberapa orang yang tidak terlalu mengenalnya menganggap ialah yang jahat disini, tapi melihat orang-orang terdekat yang sedari dulu bekerja dekat dengan nya mungkin tidak akan berpikiran begitu. Contoh nya saat ini, ketika Icha mulai masuk ke lantai tempatnya bekerja dulu. Semua orang tak henti-henti menyapa nya hingga ia masuk kedalam ruangan nya.
Tanpa salam atau bahkan mengetuk pintu lebih dulu seorang wanita yang ia kenali mulai masuk dengan mata terpancar marah.
"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Jina
Icha bingung dengan ucapan Jina yang tak ia mengerti sedikitpun. "Bisa jelaskan lebih dulu sebelum menuduh apa yang aku lakukan?" Tekan Icha tak mau kalah.
"Kamu yang membujuk suamimu untuk membatalkan investasi dengan perusahaan ku kan? Jangan berlagak bodoh seakan tidak tahu apa-apa nyonya Admajaya." Ujar Jina tak ada habisnya dalam berkata.
Icha tersenyum sinis. "Kalau masalah itu bukan kah seharunya kamu tidak bertanya padaku? Aku gak pernah ikutan masalah perusahaan sampai dititik itu." Balas Icha masih dengan penekanan.
Jina mengibaskan rambutnya seakan sudah gerah mendengar percakapan ini. Ingin rasanya Jina menjambak rambut Icha saat ini kalau tidak mengingat ia masih ada didalam kantor. Investasi ini penting untuknya dan baginya, tapi alasan saat rapat tadi seakan membuatnya menjadi begitu murka karena akan mengalami kerugian besar kalau investasi ini ditarik kembali oleh perusahaan admajaya.
Gerald itu orang nya profesional, Jina sangat mengerti itu. Jadi sudah pasti ini rencana milik istrinya yang tak lain dan tak bukan ialah, Icha. "Kamu jangan main-main ya!" Ancam Jina lebih kuat lagi kali ini.
Icha bangun dari tempat duduk nya, setelah mengambil napas ia mulai berdiri tepat dihadapan Jina. "Dengar baik-baik Jina, seandainya itu aku yang membuat masalah pada perusahaan mu.. aku gak mungkin berhenti cukup sampai membatalkan investasi. Aku lebih bisa menghancurkan mu! Jadi jangan coba-coba untuk mengancam ku. Sebelum aku mendengar, perusahaan mu hilang begitu saja." Balas Icha yang menohok segera perasaan Jina.
Jina nampak mengepalkan tangannya. "Kamu lihat saja nanti, kamu akan menyesal berurusan dengan ku." Ucap Jina setelah itu meninggalkan ruangan Icha.
Icha sendiri bahkan tak sangka bisa mengucapkan kalimat itu dengan baik dan benar tepat dihadapan sang iblis wanita. "Huh, apa aku salah?" Tanya Icha khawatir pada diri sendiri.
Sore harinya sebelum pulang kantor Icha berinisiatif membelikan roti untuk Gerald karena suaminya belum makan sedari siang, karena sibuk meeting dan menghadiri beberapa rapat penting.
Mungkin dimobil nanti Gerald bisa menikmati roti kesukaan nya yang berjarak tiga ruko dari perusahaan miliknya.
"Iya katanya Ibu bos sampai menjambak rambut mbak Jina loh." ucap salah satu karyawan yang sempat dilewati Icha.
"Oya? Aku pikir ibu orang baik. Ramah kok kalau pas ketemu aku waktu itu." Jawab pegawai satu nya lagi.
"Mangkanya jangan mudah percaya orang, atau karena sudah jadi istri bos kali ya. Jadinya bebas."
"Hush kalau ngomong dijaga, nanti kena pecat kamu baru tahu rasa." Ucap teman nya lagi mengingatkan untuk tidak bergosip.
Icha sudah membawa satu kotak yang berisikan dokumen nya dulu ketika ia masih menjabat sebagai sekretaris Gerald. Karena beberapa disana berisikan laporan dan sisahan data untuk proyek penting perusahaan, Icha sekarang sedang menuju ke kantor lama nya untuk mengembalikan nya.
Baru sampai dilobi nya saja Icha merasa tak enak hati, dirinya masih syok dengan pengakuan bosnya tadi malam. "Apa maksud nya aku masih ada di dalam kepalanya?" Gumam Icha ketika wanita itu mengingat kembali peristiwa tadi malam.
Dirinya juga was-was dan mulai berjaga seandainya ia bertemu dengan Gerald di kantor, karena ia belum siap melihat wajah pria itu.
"Apa sih? Kamu jangan ngarang deh." Ujar seorang karyawan yang sedang bergosip.
"Beneran, aku denger itu didepan pintu CEO. Katanya pak CEO sengaja bertemu pemilik perusahaan itu untuk urusan pribadi, kalau gak salah tiga hari lalu." Ucap salah satunya lagi.
"Memang nya kenapa kalau urusan pribadi?" Balasan untuk terakhir kalinya yang Icha dengar.
Icha mengerutkan keningnya, ia baru tahu perusahaan yang disebutkan salah satu pegawai tadi ialah perusahaan yang dimana dirinya diwawancara.
"Tapi ternyata pemilik nya kenal dengan pak CEO." Gumam Icha sembari membayangkan dan berspekulasi bahwa ada yang tidak beres disini.
Wanita itu dengan cepat menuju kantor Gerald, bukan nya ingin mencurigai sesuatu yang buruk hanya ingin bertanya saja pastinya.
Dilihat Icha dihadapan pintu pak CEO, belum ada posisi sekretaris disana. Hanya ada satu asisten dimana dulunya orang itu sering membantu pekerjaan Icha.
"Bu Shinta?" Panggil Icha.
"Eh Icha, lama gak jumpa." Ujar Shinta senang sembari memeluk Icha.
Bu Shinta yang kabar nya sedang tiga bulan mengandung dan sudah harus mengambil cuti karena sebentar lagi usia kandungan nya bertambah.
"Pak CEO ada didalam?" Tanya Icha.
Bu Shinta mengangguk sembari tersenyum. Lewat interkom bu Shinta mengabari perihal kedatangan Icha pada sang bos. Sedangkan didalam ruangan, Gerald sedang mencoba alat make up yang bernama blush on. Dimana produk besar nya akan launching bulan ini.
"Apa cara pakai nya harus diseluruh wajah?" Tanya pria itu pada dirinya sendiri.
Interkom berbunyi dan ia mendapat pemberitahuan bahwa Icha sedang ada diluar ruangan nya. "Untuk apa wanita itu kemari? Apa ingin mendengarkan penjelasan perihal tadi malam? Astaga aku bahkan belum menyiapkan kata kata untuk basa basi!" Ujar Gerald panik.