1. Tubuhmu, Canduku
Di siang hari yang terik, di sebuah kamar yang ada di ruang kantor salah satu petinggi perusahaan. Sepasang anak manusia tengah bertukar peluh, mendesahkan suara-suara luapan rasa nikmat yang mereka rasakan. Dua orang itu adalah Khavi Bintang Argantara, dan Revanya Arelia. Mereka bukanlah sepasang kekasih apalagi suami istri, tidak ada hubungan spesial yang memiliki masa depan di antara mereka. Hubungan mereka hanya sebatas Bos dan sekretarisnya, keringat terlarang itu terjadi mutlak karena kebutuhan dari keduanya. Khavi akan kebutuhan batinnya, dan Vanya yang butuh banyak uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Khavi tidak pernah secara terang-terangan membayar Vanya, tapi selalu memberi lebih di tanggal gajiannya. Ia tak bisa menolak karena suatu alasan. Bahkan bisa di bilang uang lebih itu sangat membantunya.
Hubungan terlarang itu berawal dari hati yang terbawa suasana karena menginap di satu kamar hotel yang sama, satu tahun yang lalu saat Vanya baru beberapa bulan bekerja menjadi sekretaris Khavi. Sudah cukup lama bahkan jika untuk sebuah hubungan sepasang kekasih, sudah cukup waktu untuk membawanya ke sebuah maghligai pernikahan. Sayangnya Vanya bukan wanita yang memimpikan pernikahan. Dia juga tahu diri, tentang siapa lelaki yang sedang bergerak liar di atas tubuhnya untuk meraih kenikmatan. Dia adalah laki-laki beristri yang baru menikah dua minggu yang lalu dengan seorang wanita muda bernama Mutiara Azahra. Perempuan sholehah dengan jilbab dan pakaian tertutup, jodoh untuk Khavi yang di pilihkan oleh keluarganya.
"Ahhh, Van, kamu nikmat. Tubuhmu candu banget." Gumam seseorang yang berada di atas tubuh seorang Revanya Arelia sambil mempercepat gerakannya. Hingga desahan berat keluar dari bibirnya. Menandakan jika laki-laki itu sudah sampai di titik kepuasannya.
"Kamu sudah menikah, kenapa masih meminta hal seperti ini dariku Khavi?" tanya wanita yang akrab di panggil Vanya.
"Aku membutuhkannya Vanya. Sekarang kamu mandi, siap-siap, habis jam makan siang kita ada meeting di luar."
Vanya mengangguk. Ia lalu masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Sejujurnya ada rasa tak enak hati di hati Vanya karena saat ini Khavi sudah menikah. Berbeda dengan beberapa minggu yang lalu. Sayangnya untuk menolak keinginan Khavi sulit, bukan karena paksaan tapi lebih karena kebiasaan. Satu yang membuatnya tak tenang adalah karena mulai hari ini statusnya berubah, yaitu menjadi selingkuhan suami orang.
Ia tidak keberatan jika Khavi menyudahi hubungan di antara mereka dan uang bulanannya berkurang, toh saat ini kebutuhannya sedang tak terlalu banyak. Sayangnya yang tak ingin hubungan ini berakhir justru Khavi, entah apa alasannya. Padahal jika mereka berpisah, Vanya tidak akan menuntut apa-apa. Ia sudah ikhlas dengan apa yang terjadi pada mereka selama satu tahun ini. Vanya sudah mendapatkan imbalan yang cukup. Meski tidak pernah secara terang-terangan Khavi membeli tubuhnya, tapi dia selalu di beri uang tambaha. Menurutnya cukup impas, uang itu sangat berarti bagi Vanya yang hanya seorang anak yatim piatu dengan dua orang adik yang masih butuh biaya sekolah.
Vanya cukup tahu diri, ia masih bisa bercermin untuk melihat perbedaan yang sangat jauh antara dirinya dengan Khavi. Meskipun ia butuh banyak uang, menjebak Khavi untuk menjadi suaminya tidak akan ia jadikan solusi. Itu yang membuat dirinya rela mengonsumsi pil KB setahun terakhir ini. Vanya tidak ingin kegiatan itu menghasilkan anak danenghancurkan hidupnya.
Laki-laki yang suka menidurinya ini adalah Khavi Bintang Argantara, dia cucu dari orang ternama yaitu Albara Gustian Aditama, pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Vanya juga tahu beliau adalah seorang yang begitu di hormati karena memiliki sebuah pesantren, yayasan, serta panti asuhan yang cukup besar. Membayangkan bertemu dan menginjakkan kaki di tempat keluarga besar Khavi sebagai orang terdekat mereka tak pernah menjadi cita-citanya. Ia hanya butuh pekerjaan dan punya banyak uang agar bisa tetap melanjutkan hidup.
Vanya juga tidak akan berbuat licik dengan mengungkap aib seorang Khavi yang gemar menidurinya. Ia akan menjaga nama baik Khavi dan keluarganya. Karena dengan citra keluarganya yang begitu religius, perbuatan Khavi jelas sangat memalukan jika di ketahui orang.
Vanya keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah rapi dan rambut kering. Khavi selalu mengingatkannya untuk membersihkan diri setiap kali selesai memberi kesenangan untuk Bosnya itu.
"Van, jam makan siang sudah hampir habis, kamu keluar dulu. Saya mau mandi, jangan lupa makan bekal yang ada di tas saya."
"Baik, Pak," jawab Vanya menurut. Jika sedang menginginkannya, Khavi pasti membawa bekal makanan untuknya entah dari rumah ataupun membelinya terlebih dahulu. Dia menggunakan jam makan siangnya untuk tetap berada di ruangannya.
***
Khavi, Vanya, dan satu orang lagi yaitu Raga baru saja pulang dari meeting di luar kantor. Dan tubuh ketiganya menegang saat melihat seorang wanita sedang duduk di kursi tunggu depan ruangan Khavi. Baik Vanya maupun Raga tahu siapa wanita itu. Dia adalah istri dari Bos mereka.
Tanpa berpamitan pada dua orang kepercayaannya, Khavi mengajak Zahra masuk ke ruangannya. Ruangan yang di dalam sana terdapat sebuah kamar yang beberapa jam lalu menjadi tempat Khavi dan Vanya bertukar peluh.
Vanya meremas saku rok yang di kenakannya. Di dalam sana terdapat kunci kamar itu karena Khavi yang meminta ia yang menyimpannya.
"Kenapa lo tegang begitu, Van? Nggak ikhlas Pak Khavi membawa perempuan lain ke ruanganya?" Tanya Raga yang tak lain adalah orang kepercayaan Khavi di kantor selain Vanya.
"Kenapa mesti nggak ikhlas?"
"Setelah ini, orang spesial yang akan menemani Pak Khavi di dalam sana bukan lo lagi."
"Ya nggak apa-apa."
"Jangan kira gue nggak tahu ada hubungan seperti apa antara lo sama Pak Khavi, Van."
Tubuh Vanya menegang, jujur ia malu jika ada yang mengetahui sepak terjangnya sebagai sekretaris Khavi di kantor.
"Hubungan kita profesional kok Ga, hanya sebatas Bos dan sekretaris."
"Yakin? Nggak sampai hati?"
Vanya menggeleng mantap. Masalah hati adalah urusannya, tapi tentang hidup ia tidak ingin mempersulit diri. Ia tidak ingin mengambil yang bukan hak-nya.
Raga tersenyum sinis, ia menyukai kinerja Vanya, tapi tidak menyukai sikap tidak tegasnya yang masih saja mau di tiduri oleh laki-laki yang sudah bersuami. Dimana hati nuraninya sebagai perempuan.
Apapun resikonya, ia harus mengakhiri ini. Ia tidak ingin terus-terusan mendapat dosa yang apa yang mereka lakukan. Jika tindakannya nanti menyebabkan kekacauan, itu adalah resiko yang di sebabkan oleh perbuatan mereka sendiri. Melihat wajah polos nan lembut dari istri Bosnya, hatinya memanas. Raga merasa kasihan.