Di sebuah rumah sewa yang tidak begitu luas, tampak Ryan tak dapat beristirahat dengan tenang. Pria itu sangat gelisah di atas ranjang, tubuhnya berputar ke kanan dan ke kiri mencari posisi nyaman, namun tak kunjung ia temui.
"Ya Tuhan, kenapa aku jadi nggak bisa tidur begini sih? Ayo Ryan, tidur, kamu harus tidur! Besok pagi kamu harus kerja!" gumam Ryan yang menggerutu pada dirinya sendiri.
Hingga akhirnya pria itu bangkit dari tidurnya dan duduk di tepi ranjang. Wajahnya tampak lusuh karena waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari, namun keduanya matanya masih belum dapat terpejam.
"Kenapa pikiranku terus tertuju pada Zee? Ada apa ini? Tidak biasanya aku memikirkan wanita yang baru aku temui sampai membuatku gelisah seperti ini. Apa aku masih penasaran dengan wanita itu ya?" batin Ryan yang bertanya-tanya di dalam hati sambil membayangkan wajah Zeema.
Waktu tidur pria itu sangat terganggu, hingga akhirnya Ryan memutuskan untuk mencari kesibukan yang lain sampai pagi tiba agar pikirannya tidak terus tertuju pada sosok wanita yang bernama lengkap Madeline Zeema. Wanita yang berhasil mencuri perhatiannya itu.
"Ah, lebih baik aku mulai desain-desain lagi deh, daripada aku tidak bisa tidur sampai pagi nanti," ucap Ryan memutuskan dan mulai membuka laci untuk mengambil beberapa lembar kertas dan pensil.
Pria itu memang sering membuat desain bangunan yang aesthetic. Bahkan bangunan beberapa restoran miliknya adalah desain dari tangannya yang ajaib.
Jika Ryan memilih untuk mencari kesibukan dengan membuat desain, berbeda halnya dengan apa yang Zeema lakukan.
Ternyata wanita itu pun tak dapat tidur hingga larut malam, tapi bukan karena memikirkan Ryan, melainkan ia tak dapat tidur karena masih sulit beradaptasi dengan tempat tinggalnya yang baru dan jauh dari keluarga.
"Sampai kapan aku bisa terbiasa menikmati hidupku yang baru ini? Ingat Zee, kamu sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Di sini kamu hidup sendiri, sudah waktunya kamu mandiri dan pikirkan tentang hidupmu ke depannya!" Zeema coba mengingatkan dirinya yang masih sering mengeluh dengan apa yang terjadi menimpa kehidupannya.
Namun, tidak mudah untuk Zeema menjalani hidupnya yang baru dan jauh dari keluarga. Ia merasa kesepian di tempat ini, bahkan seringkali rasa takut menghantuinya, takut jika hidupnya bisa saja berakhir di rumah sewa yang kecil ini dan tidak diketahui oleh siapapun karena di kota yang luas ini ia tak mengenal siapapun selain Alexa, bosnya di toko bunga.
"Tidak, aku tidak boleh menyerah. Aku pasti bisa bertahan hidup di sini walaupun seorang diri. Aku akan membuktikan pada semua orang kalau aku bisa hidup dengan uangku sendiri. Tapi sepertinya mulai hari ini aku tidak akan kesepian lagi karena aku sudah memiliki teman yang bernama Ryan. Ya, aku akan sering-sering mengajaknya untuk bertemu, agar aku tidak merasa sendirian lagi. Aku yakin Ryan itu orang yang sangat baik, dia pasti tidak akan berniat jahat padaku!" ucap Zeema yang begitu yakin dengan pikirannya sendiri, karena hanya dirinya sendiri yang dapat merubah pola pikirnya saat ini.
***
Pagi pun tiba, kini Ryan telah bersiap untuk pergi bekerja. Pria itu telah menunggangi sepeda motor yang selalu menemaninya keliling kota. Pagi ini wajahnya tampak berseri walau hanya tidur dua jam karena semalaman pikirannya dihantui wajah cantik Zeema yang menari-nari dan membuatnya gelisah.
Setibanya di kantor pengiriman, Ryan berharap ada paket untuk Alexa agar ia bisa bertemu lagi dengan Zeema di toko bunga, dan harapannya berbuah manis, ada dua paket dari Paris yang harus dikirim ke alamat toko bunga milik Alexa.
"Yes! Akhirnya paket yang aku cari ada juga!" gumam Ryan yang tampak bahagia.
Melihat kebahagiaan Ryan tentu saja membuat beberapa orang temannya sesama kurir menatap ke arahnya penuh tanda tanya.
"Ryan, kau kenapa?" tanya salah satu temannya yang penasaran.
"Tidak apa-apa." Ryan memilih menyimpan alasan kebahagiaannya pagi ini dari teman-temannya.
"Tumben sekali kau terlihat sangat senang mengantar paket-paket itu? Apa salah satu paketnya milik gebetan kau?"
"Ah, memangnya Ryan sudah punya gebetan? Bukankah dia tidak suka wanita?" Teman yang lainnya malah meledek Ryan yang tidak pernah tertarik setiap kali diajak berkencan dengan wanita-wanita cantik yang menyukainya.
"Sialan kalian! Aku masih normal kali! Aku senang saja karena hari ini paketku tidak terlalu banyak!" jawab Ryan yang berbohong.
Ryan yang tidak ingin berlama-lama berurusan dengan mereka memilih pergi begitu saja membawa paket-paket yang harus diantarnya ke atas motor. Alamat pertama yang ia tuju adalah toko bunga tempat Zeema bekerja.
"Aku sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Zee. Apa sebaiknya aku beli makanan dulu ya, siapa tahu dia belum sarapan," batin Ryan memutuskan saat ide itu terbesit begitu saja.
Pria itu benar-benar mampir ke sebuah restoran, membeli makanan untuk dibawa dan diberikan pada Zeema. Walau harga makanan di restoran cukup mahal, namun Ryan tak merasa sayang mengeluarkan uang di dompetnya untuk membuat Zeema senang.
"Ternyata asik juga ya traktir teman pakai uang hasil kerja seperti ini. Jadi ada alasan biar semangat terus kerjanya," gumam Ryan yang senyum-senyum sendiri menikmati hidupnya yang penuh tantangan sambil menunggu pesannya diantar oleh pelayan.
Kedatangan Ryan ke restoran bintang lima mengenakan seragam kurir paket dan hanya menaiki sepeda motor mencuri perhatian beberapa pengunjung restoran tersebut, karena memang rata-rata yang datang ke restoran itu adalah orang-orang dari kalangan menengah ke atas.
"Kenapa mereka melihatku seperti itu ya?" tanya Ryan penasaran. "Astaga, pantas saja dari tadi mereka melihatku seperti itu!" Hingga akhirnya Ryan sadar akan penampilannya saat ini sampai menjadi pusat perhatian di tempat tersebut.
Setelah pesanannya diantar oleh pelayan restoran, Ryan pun bergegas pergi dan menundukkan pandangannya. Terlebih saat ia mendengar ada seseorang yang seakan mengenalnya.
"Kamu merasa tidak sih kalau dia seperti putra pengusaha ternama dari keluarga Bernard? Aku seperti pernah melihat wajahnya dari beberapa foto yang tersebar di sosial media, walaupun memang tidak terlalu jelas karena diambil diam-diam oleh netizen." Salah seorang wanita berbicara pada temannya tentang wajah Ryan yang mirip dengan pengusaha bernama Jeff Bernard, membuat pria itu cemas jika identitasnya terbongkar.
"Ya Tuhan, kenapa mereka malah membicarakanku seperti itu sih? Ah, aku harus segera pergi, jangan sampai mereka benar-benar menyadari kalau aku ini memang benar anak dari Jeff Bernard!" Ryan segera melajukan sepeda motornya dari area parkiran dengan jantung yang berdebar.
Bagaimana tidak, selama ini ia tidak pernah mau disorot kamera saat sang ayah melakukan pertemuan atau menghadiri acara penting karena ia tidak ingin wajahnya terekspos dan dikenal oleh orang banyak sebagai anak pengusaha yang disegani di kota besar New York.
Namun, Ryan tak menduga jika ada kamera-kamera nakal yang memotretnya diam-diam saat tengah bersama sang ayah, potret yang menunjukkan dirinya sangat dekat dengan Jeff dan sudah pasti dituduh sebagai putranya.
"Kalau sampai tadi ada yang mengenaliku, itu artinya aku harus lebih berhati-hati. Sepertinya hanya orang-orang dari kalangan atas yang mengenal wajah-wajah pengusaha hingga ke anak-anaknya. Orang biasa pasti akan tidak akan menyadari siapa itu Jeff Bernard. Sepertinya aku tidak boleh lagi beli makanan di restoran bintang lima, daripada ada yang mengenaliku dan mengadu pada Daddy tentang keberadaanku di sini!" Ryan yang masih merasa was-was terus bergumul dengan batinnya sendiri sambil mengemudi. Pria itu tak henti-hentinya berbicara seorang diri untuk berhati-hati ke depannya.