Sekotak Makanan

1469 Words
Kini Ryan telah tiba di toko bunga, ia bergegas turun dari motor dan membawa paket untuk Alexa, tidak lupa ia juga menenteng box berisi makanan khusus Zeema. "Permisi, paket!" Seperti biasa Ryan melantunkan suaranya yang serak, memberitahu orang di dalam sana bahwa ada paket yang tiba. Zeema yang tampak tengah menata bunga-bunga cantik sesuai tempatnya langsung meninggalkan itu semua, dan berlari kecil untuk menemui Ryan. "Hei, Ryan. Ternyata kamu datang lagi bawa paket untuk Alexa?" tanya Zeema yang merasa senang bisa bertemu lagi dengan sosok Ryan yang menyenangkan. "Iya dong, ada dua paket dari Paris untuk Alexa. Aku sengaja mengunjungi toko bunga yang pertama sepagi mungkin. Oh ya, apa kamu sudah sarapan?" Ryan balik bertanya setelah menjawab pertanyaan Zeema. "Aku? Hm, kebetulan aku belum makan makanan berat. Tadi di rumah hanya minum teh. Bagaimana denganmu?" Zeema balik bertanya dengan menampilkan seulas senyuman yang tampak sempurna. "Nah, kebetulan sekali aku bawa makanan untukmu. Padahal aku hanya menduga-duga kalau kamu belum sarapan, eh ternyata feelingku cukup kuat ya. Ini, ambillah dan jangan lupa dihabiskan ya!" Ryan memberikan paper bag berisi box makanan itu pada Zeema. "Eh, apa ini? Kenapa kamu harus repot-repot begini?" Zeema yang merasa tidak enak berusaha menolak pemberian dari Ryan setelah ia melihat nama restoran tempat Ryan membelikan makanan tersebut untuknya. Restoran bintang lima dan tentunya harga makanan itu tidaklah murah. Maka dari itu ia tidak enak untuk menerima. "Jangan menolaknya, Zee. Aku sama sekali tidak merasa repot. Justru aku senang jika kamu mau menerima makanan dariku. Kamu tenang saja, makanan itu aman kok dan tidak beracun." "Bukan begitu, Ryan. Tapi aku tidak suka jika kamu sengaja membelikan makanan untukku. Apalagi kamu membelinya di restoran mahal. Sungguh, aku tidak enak menerimanya." "Sungguh, Zee, aku tidak merasa ini mahal atau apa pun itu. Bukankah jika ingin memberikan makanan pada seseorang maka makanan itu harus enak? Jadi sengaja aku beli makanan ini di restoran yang semua menunya terkenal enak. Ayolah, terima ini. Apa kamu ingin membuatku sedih selama satu Minggu berturut-turut jika kamu sampai tega menolak pemberian dariku?" Ryan memasang wajah sedihnya agar Zeema mau menerima makanan yang telah ia beli. Andai saja Zeema tahu bahwa harga makanan yang Ryan beli itu baginya sangatlah murah, karena ia terbiasa makan makanan seharga satu bulan gajinya sebagai kurir di kota ini. Hingga mau tidak mau Zeema menerima pemberian Ryan walau dengan hati tak enak karena merasa sangat merepotkan. "Baiklah, aku terima ini ya, Ryan. Maaf ya aku jadi merepotkan kamu sampai harus bawa makanan segala untuk aku. Lain kali kalau mau antar paket untuk Alexa, tidak perlu bawa apa-apa untukku lagi ya." "Kalau lain kali aku datang hanya untuk bertemu denganmu atau sekedar mengajak pulang bareng tanpa mengantar paket untuk Alexa boleh? Karena paket untuk Alexa tidak mungkin ada setiap hari 'kan." Ryan pun coba menanyakan hal tersebut agar ia bisa lebih dekat dengan wanita itu. "Oh tentu boleh, aku tidak keberatan untuk lebih sering bertemu denganmu. Tapi aku mohon, lain kali jangan bawa apa-apa lagi ya. Aku tidak mau merepotkan kamu lebih dari ini." "Tapi aku sangat senang bawa apa-apa jika bertemu dengan seseorang. Zee, percayalah kalau satu box makanan untuk kamu sarapan itu sama sekali tidak merepotkanku. Jadi jangan sungkan ya." "Sekali lagi terima kasih ya, Ryan. Padahal kita baru kenal kemarin, tapi kamu sudah sebaik ini sama aku," ucap Zeema yang selalu tercetak senyuman manis di kedua sudut bibirnya. "Sama-sama, Zee. Kalau begitu lebih baik sekarang kamu sarapan dulu ya, jangan sampai kamu sakit gara-gara belum mengisi perutmu di saat waktu sudah menunjukkan pukul 08.30. Aku akan simpan paket untuk Alexa di meja kerjanya. Oh ya, sore nanti aku akan kembali lagi ke sini, kita pulang bareng ya!" Ryan mulai menunjukkan perhatiannya walau ia tidak menyadarinya. Bahkan ia tidak sungkan untuk mengajak Zeema pulang bersama sore nanti. Namun, Zeema merasa tersentuh saat diperhatikan oleh Ryan. Ia tak menyangka bahwa perkenalan singkat mereka kemarin akan membuat keduanya sedekat ini. "Ok, kalau memang tidak merepotkan aku akan menunggumu sore nanti. Sekali lagi terima kasih ya karena kamu sudah begitu baik padaku." "Cukup, Zee. Jangan bilang makasih terus ya. Kamu terlihat lucu kalau terus mengulang kata-kata itu." Ryan pun tertawa kecil melihat raut wajah Zeema yang seketika menegang saat ia memintanya untuk berhenti mengatakan terima kasih. "Aku ke ruangan Alexa dulu ya. Ingat, sarapan dulu baru lanjut kerja!' bisik Ryan sebelum berlalu pergi dari hadapan Zeema. Tanpa menunggu jawaban dari Zeema yang masih diam terpaku, Ryan pun pergi menuju ruangan kerja Alexa. Ryan tak menduga sama sekali saat masuk ke ruangan tersebut ternyata Alexa, sang pemilik toko bunga terlaris itu berdiri di depan pintu dengan bersedekap. "Selamat pagi, Ryan. Sepertinya kamu memiliki alasan lain ya datang ke tokoku selain mengantar paket-paket milikku!" ucap Alexa yang langsung merebut kedua paket miliknya dari tangan Ryan. Lalu meletakkan paket-paket tersebut di atas meja kerjanya. "Alexa, kenapa nada bicaramu terdengar seperti sedang mencurigaiku?" tanya Ryan dengan kedua alis yang saling bertaut. "Ya, jelas aku sangat curiga padamu. Kedua mataku baru saja melihat seorang kurir menggoda salah satu karyawan baruku di toko ini. Tentu saja aku sangat penasaran, bagaimana bisa kamu mau dekat dengan karyawanku, terlebih Madeline adalah karyawan baru di sini?" tanya Alexa yang seakan menuntut jawaban dari pria yang terkenal dingin dan anti wanita selama ia kenal. "Hei, aku bukan menggoda dia. Aku hanya mengingatkan dia untuk makan dan mengatakan kalau sore nanti aku akan menjemputnya di sini untuk pulang bareng. Aku dan Zee mamang baru kemarin sore saling kenal, saat kamu sudah pulang, entah kenapa aku merasa nyambung saat bicara dengannya. Dia orang yang asik dan sefrekuensi denganku. Jadi tidak ada salahnya dong kalau aku menjalin pertemanan dengan karyawan barumu itu, Lex?" "Mana ada jaman sekarang pria dewasa dengan wanita dewasa hanya sebatas jadi teman biasa, pasti ada yang cintalah salah satunya. Kalau bukan kamu, ya Madeline. Aku sendiri sih jujur tidak akan melarang, cuma kamu jangan pernah sakiti Madeline ya!" Alexa langsung memberikan ultimatum, takut jika karyawannya itu akan terluka karena cinta. "Kamu tenang saja, Lexa, aku tidak mungkin menyakiti Zee karena yang ada aku pasti akan melindunginya dengan sepenuh hati." "Bagus kalau begitu, aku senang jika akhirnya kamu mau coba membuka hati untuk seorang wanita. Semoga saja kalian berjodoh ya, biar nggak sama-sama jomblo lagi." Alexa mengungkapkan harapannya. "Memangnya Zee jomblo juga? Tahu dari mana kamu?" tanya Ryan yang seketika merasa penasaran tingkat tinggi karena untuk hal yang satu itu ia belum mengetahuinya. "Ya tahulah, dia itu 'kan karyawanku, jadi aku tahu status dia apa saat melamar di toko bungaku ini. Madeline mengatakan jika dia jomblo sejak 7 bulan yang lalu. Jadi sepertinya kamu memiliki banyak peluang untuk mendekatinya. Nanti aku akan membantumu." "Hah? Jangan, Alexa. Aku dan Zee hanya mau berteman dulu. Aku tidak mau terburu-buru untuk jatuh cinta. Kita berdua harus sama-sama saling mengenal, tidak bisa langsung pacaran gitu." Jelas saja Ryan menolak karena jika menjalin hubungan itu terlalu cepat untuk mereka berdua yang baru saling mengenal. "Oh ok, baiklah. Kalau begitu selamat menikmati masa-masa pendekatan kalian ya. Nikmati semuanya seperti air mengalir. Semoga secepatnya kalian meresmikan hubungan kalian ya, dari hanya teman biasa jadi pacaran," harap Alexa seraya menepuk pundak Ryan yang sudah cukup dekat dengannya. Ryan hanya tersenyum tipis mendengar perkataan Alexa, ia seakan tak memiliki jawaban atas harapan yang didengarnya karena pria itu tidak yakin jika hatinya akan semudah itu jatuh kepada Zeema. Sementara yang ada di pikirannya saat ini hanya ingin menjadikan Zeema sebagai temannya, karena sebuah kenyamanan yang ia temukan saat dekat dengan wanita itu. "Tidak mungkin aku menjalin hubungan dengan Zee lebih dari berteman, Daddy pasti tidak akan merestui hubungan kami karena Zee bukan berasal dari kalangan atas. Ah, sudahlah. Aku tidak mau memikirkan hal itu dulu, yang penting aku nyaman berteman dengan Zee untuk saat ini!" batin Ryan yang masih berusaha mencerna semuanya dengan baik. "Baiklah Alexa, aku harus pergi dulu karena masih ada paket yang harus segera aku antarkan ke alamat pemiliknya. Terima kasih sudah mau bicara denganku pagi ini. Sampai jumpa lagi!" Ryan pun memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya, ia ingin tugasnya hari ini lekas usai agar bisa pulang bersama Zeema sore nanti. Ia ingin tahu di mana wanita itu tinggal. "Semangat, Ryan! Selamat menjalankan tugasmu!" Alexa pun melepaskan kepergian Ryan dan tidak penasaran lagi mengenai kedekatan antara pria yang berprofesi sebagai kurir itu dengan karyawan baru yang biasa ia sapa Madeline. Setelah Ryan pergi dari ruangannya, Alexa pun langsung menghempaskan tubuhnya untuk duduk di kursi kebesarannya. "Akhirnya pria yang sempat membuatku terpesona akan ketampanannya hari ini berhasil membuktikan kalau dia memang pria yang normal, mungkin kemarin dia selalu menolak karena akunya saja yang kurang menarik di matanya. Hmm… Ryan, Ryan… Kok bisa ya kamu tertarik dengan Madeline secepat itu? Sementara aku yang sudah kenal lebih dulu denganmu selalu kamu abaikan!" gumam Alexa seraya mengusap permukaan dagunya yang lancip dengan pikiran yang berputar-putar mengingat kejadian awal pertemuannya dengan Ryan hingga hari ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD