Vio mengernyitkan dahinya karena setelah beberapa saat ia tidak merasakan dinginnya lantai tangga lobi perusahaan. Dengan mata yang penuh air mata itu, ia membuka matanya dan mendapati tubuhnya yang melayang, sebuah tangan melingkar di pinggangnya. Tubuhnya tertarik ke atas dan berdiri dengan tegap menghadap orang yang menolongnya. "Sayang, kamu tidak apa-apa? Ada yang sakit tidak? Perut kamu bagaimana, ada yang sakit?” tanya Jarek bertubi-tubi dengan raut wajahnya yang begitu kahwatir. Wajahnya ia tundukan supaya bisa menyamai wajah sang istri yang matanya sudah penuh air mata. Vio masih diam seraya menetralkan detak jantungnya yang rasanya akan melompat keluar karena dirinya yang hampir terjatuh. “Hei, sayang, ada yang sakit?” tanya Jarek yang masih kahwatir apalagi Vio yang hanya di

