Sekitar pukul satu siang, iring-iringan jenazah Jarek bergerak menuju pemakaman. Tangis pelan dan doa mengiringi setiap langkah kaki yang membawa kepergiannya. Namun, dari kamar lantai atas, Vio sama sekali tidak menampakkan diri. Pertanyaan demi pertanyaan terdengar di antara keluarga dan kerabat. Mengapa menantu itu tidak keluar, mengapa ia tidak turut mengantarkan suaminya ke peristirahatan terakhir? Vio tahu, di bawah sana rumah dipenuhi orang. Ia bisa mendengar riuh rendah suara, tangisan, dan langkah kaki. Tapi ia memilih berdiam diri di dalam kamarnya, memeluk sunyi. Baginya, keluar hanya berarti harus menerima kenyataan pahit yang ditolak hatinya. Kini rumah itu sepi. Semua orang sudah berangkat ke pemakaman, menyisakan Vio dan Afsheen. Bayi mungil itu terlelap di buaian, sementa

