Bab 6

1355 Words
    “Mau apa kalian?” tanyaku santai     “Heiii, santai bung!” teriak seorang lelaki muda dengan tindik melingkar di telinganya     Aku menatap orang-orang asing di depanku ini, mereka berjumlah 7 orang mengenakan pakaian kucel terlihat jarang sekali di cuci oleh empunya, serta bau badan mereka sungguh menyiksa hidung, oh jangan lupakan segala tindik mengerikan yang tersemat di anggota badan. Kemungkinan mereka preman di daerah ini, aku jarang melihat wajah-wajah ini.    “Gue tahu lo punya banyak. Kasih dikit aja. Nggak ada ruginya kan berbagi dengan sesama?" ucapan seseorang lelaki kucel berbadan tegap di depanku dibalas gelak tawa oleh teman-temannya.     Salah seorang rekan lainnya merangkul pundakku mulai ikut berbicara "Ayolah, jangan biarkan kita pake cara kasar bung!" ucapnya mengancamku, sedikit jijik juga saat bau badannya meluber di lubang hidungku .     “Gue gak tau apa yang lo maksud” ucapku santai    "Gue tahu loe siapa, Bung. Muka loe udah keseringan muncul di majalah. Apalagi bokap loe yang tajir itu. Jadi jangan bikin repot dan serahkan semua yang ada di saku loe sekarang" Ucap pria berbadan tegap di depanku, dari aura yang dia keluarkan aku yakin dia pemimpin kelompok ini     "Dan gue juga tau lo siapa. Gue yakin lo itu cuma preman kampung. Keseharian lo cuma ngerampas harta orang” aku memang kalah jumlah, jika aku langsung melawan, tentu aku akan tumbang, tapi hal itu tidak masalah juga bagiku “Sepuluh tahun di dalam penjara gak bakal bikin lo jera” setidaknya membuat mereka kesal sedikit pasti menyenangkan.    “Woow.. woow, santai buung. Jangan di buat serius, hahaha” ucapnya mengejekku “Kami cuma pingin ngambil barang bermerek loe dan sedikit uang. Kagak banyak bung cuma dua ratus juta, duit segitu bisa lo cari lagi kan?” sambungnya lagi “Lagian loe kan terkenal dermawan, hahahaha” gelak tawanya diikuti oleh tawa rekan lainnya, tawa meremehkan aku.    “Gue nggak sudi kasih sepersen pun buat loe orang-orang busuk, sampah masyarakat” wajah pemimpin kelompok di depanku menegang, matanya melotot sangat marah.     "b******n!" geram pria pemimpin kelompok itu marah. Tangannya mencengkram kerah bajuku dan tersenyum miring “Asal loe tau b******k. Gue gak akan segan buat ngilangin mayat loe malam ini, dan keluarga loe yang tajir itu bakal nangis berlutut ke gue!”     Satu per satu rekannya mengeluarkan benda kecil berwana hitam dari saku masing-masing. Aku hanya hanya berdecih tanpa takut mereka melukaiku.    “Sok kepedean banget lo b******n” serapahku tak kalah tajam padanya    “Potong jarinya!” teriaknya kencang, rekan-rekannya segera berjalan menghampiriku, salah seorang dari mereka siap untuk melakukan pemanasan yaitu meninju perutku      Cessss.. Cessss.. Ceessss….     "AAAARRGG...."     Mereka semua mengerang bersamaan dan menutupi wajah menggunakan kedua tangan. Aku panik ditempat karena tidak tahu apa yang telah terjadi pada para pemalak ini.     Tiba-tiba dunia menjadi gelap, aku tidak pingsan tetapi aku pun tidak bisa melihat apapun di sekitarku. Ketika ku coba meraih benda penghalang penglihatanku, terdapat kain tebal dan wangi menutupi seluruh wajahku. Aku yakin seseorang telah menutupi wajahku dengan sebuah jaket. Orang itu pula menarik tanganku menjauhi kumpulan pemalak tadi, dia mengajakku berlari tanpa mengucapkan sepatah kata.     "BRYAN ANDERSON!! AKU AKAN MENEMUKANMU!! AKU AKAN MEMBALASMU!! AAAARRGG..!!" Erangan si pemimpin kelompok nyaring sekali, aku hampir berhenti dan menoleh padanya. Tetapi niatku tak terealisasikan karena aku tidak berkutik oleh genggaman tangan penyelamatku.     Aku terus mengikuti orang misterius di depanku ini tanpa banyak bertanya, dengan bimbingannya kami dapat berlari menghindar dari pemalak tadi tanpa kesandung dan terjatuh. Mengingat wajahku tertutup jaket.    “Hei, STOP! Sakit tau” bentakku padanya     Kini aku yang dibuat bingung, setelah dia menarik jaket miliknya dari wajahku. Orang yang telah menolongku tadi menghilang entah kemana. Dia meninggalkan aku di sebuah gang sempit jauh dari tempat pemalakan tadi. Aku mencoba menengok ke arah depan gang, tempat ini hanya di huni oleh deretan toko. Aku terkejut karena orang tadi sanggup membawaku lari sejauh ini.    Ketika aku beranjak akan, kakiku menginjak sesuatu yang sepertinya telah jatuh dari tas orang tadi.    “Apa ini?” aku bertanya-tanya pada benda yang ku temukan, aku memutuskan untuk berjalan mengitari pertokoan sepatu dan baju yang telah tutup, mungkin orang tadi masih berkeliaran disini.     Aku berjalan makin memasuki area belakang toko yang menghubungkannya dengan pemukiman penduduk. Aku agak terkejut karena area ini lumayan luas, cukup ramai juga meskipun saat ini sudah masuk tengah malam.    Drrr… drrr…    “Halo”    “Kamu dimana, Bryan?” ucap seseorang di seberang teleponku, nadanya terdengar kesal    “Aku ada urusan mendadak” ucapku tegas    “Kau melewatkan acara malam ini. Segeralah kembali” ucapnya lagi lalu sambungan telepon langsung terputus     Haaahh, ake menghembuskan nafas kasar. Posisiku tidak berubah, aku masih berdiri mematung di jalanan rumah warga. Hari ini banyak sekali kejutan menjengkelkan menimpaku.    “Mas!” tegur seseorang    Aku membalikkan badanku dan mendapati empat orang sedang memandangiku heran, “Kok masnya malah bengong? Masnya nyariin siapa?” tanya dia lagi, pandangannya lurus padaku. Mungkin mereka sedang ronda malam di daerah ini.    “Oh, halo selamat malam bapak-bapak. Saya Bryan, saya sedang mencari arah ke jalan raya Pak”    “Oh gitu mas. Masnya tinggal jalan lurus aja kesana nanti ketemu jalan raya, kalo mau pulang banyak taksi disana mas” ucapnya sambil menunjuk jalanan di depanku    “Baik Pak. Terimakasih banyak, saya jalan dulu. Selamat malam”    “Iya mas sama-sama, lain kali kalau mabuk langsung pesan taksi ya mas biar nggak kesasar” ucap salah satu bapak sambil melambaikan tangannya    ‘Mabuk pala lu’ batinku kesal     Daripada membuat mereka menaruh curiga lebih jauh, lebih baik aku segera pergi. Aku berjalan menuju arah jalan raya sesuai petunjuk bapak tadi dan menghentikan taksi. Tentu saja aku menggunakan rute yang berbeda untuk menghindari para preman di gang depan. Bukan karena takut, tetapi reputasi ayahku dan perusahaan lah yang akan jadi taruhannya jika aku terlibat dalam perkelahian lagi.    Ku sandarkan kepala pada sofa di belakang kursi penumpang. Mataku tertuju pada jalanan yang makin malam makin sepi kendaraan.    “Setelah aku kembali dari Inggris pun kalian masih saja membuat masalah denganku" gumamku sendiri. Hari ini menjengkelkan sekali.     Bryan POV and Flashback End     *****    “Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku” Bryan memandang wanita di depannya seakan ingin segera melenyapkannya dari dunia    “Tuan, ini murni salah paham” Cassandra mencoba menjelaskan apa yang terjadi padanya    “Hah! Beginilah ucapan seorang penjahat kalau sudah ketahuan, sangat menjijikkan” sanggah Bryan sinis    “Tuan, tolong berilah saya waktu untuk membuktikannya” kalimat Cassandra memohon, ia berusaha meyakinkan Bryan jika ia hanya seorang korban    “Tidak perlu” teriak Bryan keras membuat nyali Cassandra menciut    “Cepat pergi dari sini kau sampah! Dan tunggu sampai surat gugatan dari pengadilan tiba ke alamatmu” hardik Bryan makin keras     Bryan segera berlalu dan pergi dari hadapan Cassandra berjalan keluar ruangan meninggalkannya sendiri. Bagaimana dengan Cassandra? Dunianya hancur seketika mendengar semua cemoohan keluar dari mulut pedas Bryan, bukan hanya itu saja tetapi Cassandra harus siap menunggu persidangan atas kasus pencemaran nama baik yang berimbas pada perusahaan nantinya.     Cassandra melangkahkan kakinya keluar dari rumah besar dan mewah milik Bryan setelah pemiliknya meninggalkan dia sendirian. Cassandra tidak habis pikir, rumah sebesar ini tidak nampak satupun manusia disana bahkan seorang pembantu pun tidak terlihat. “Jadi karena itu kau membawaku kemari agar kau bisa bertemu dengan perusak hidupmu, Tuan Bryan?” gumamnya meratapi nasib     Segala pikiran kalutnya menjadi satu saat ini, namun Cassandra harus segera meninggalkan rumah Bryan menuju jalan raya agar ia dapat menemukan angkot. Sialnya arah jalan raya dengan perumahan tempat Bryan tinggal sangat jauh mengharuskan Cassandra untuk berjalan kaki selama 40 menit.     Jam di tangannya menunjukkan pukul 10 pagi yang artinya dia telah melewatkan sarapan, untungnya hari ini Minggu jadi ia tak perlu khawatir tentang pekerjaannya. Ini sungguh sial baginya, baru juga buka mata bukannya di suruh mandi atau diajak makan dulu kek baru di marahi eh langsung di tuding jadi pelaku pencemaran nama baik. “Tuhan, ujian apa lagi ini?” gumam Cassandra lemah     Dalam keadaan berdesak-desakan di dalam angkot, Cassandra berusaha menahan air matanya agar tidak meluncur. Akan memalukan jika dia tiba-tiba kepergok menangis oleh para penumpang lainnya. Yuuk jangan lupa tap love dan tinggalkan komen ya Untuk pertanyaan apapun bisa chat aku di ig @cherrii.art ya  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD