Rumah yang ditempati Zidan nampak ramai sejak pagi. Niat Zidan untuk bersantai di hari Minggu harus diurungkan karena kedatangan teman-temannya. Awalnya, ada tiga puluh delapan orang anggota D’Zebra yang datang ke rumah Zidan, namun kini hanya tinggal Ilham, Rafael, Leon serta Andra dan Andri.
Kaki Zidan hanya terkilir, tapi kenapa mereka menjenguknya seakan-akan ia baru saja bangun dari koma? Itulah D’Zebra. Mereka menjunjung tinggi silaturahmi. Meski hanya demam, mereka akan berbondong-bondong untuk menjenguk anggota yang sakit.
“Kemarin Zevania pulang jam berapa?” Leon bertanya sambil tak henti mengunyah makanan ringan yang disuguhkan Yulis.
Zidan mengangkat bahunya tanda tak tahu. Pasalnya, kemarin Zidan meninggalkan Zevania setelah selesai diurut.
“Zevania kayaknya khawatir banget liat lo gitu,” lanjut Leon
“Iyalah, orang dia tergila-gila banget sama Paketu,” balas Rafael.
‘Paketu’ adalah julukan yang diberikan oleh anggota D’Zebra ketika Zidan diangkat sebagai ketua geng.
“Coba aja Zevania sukanya sama gue. Udah gue bawa ke KUA deh.” Ilham tampak berkhayal.
“Kagak mau lah cewek secantik Zevania sama cowok model tutup botol kayak lo,” ejek Andra meremehkan.
“Enak aja! Gini-gini gue tuh banyak yang naksir!” balas Ilham seraya membenarkan posisi kerah jaket levis yang dikenakannya.
“Dih, Zidan aja yang banyak ditaksir cewek biasa aja,” timpal Andri dengan tatapan mencemoohnya pada Ilham.
“Iya bener, di sekolah aja Zidan itu ditaksir sama dua cewek idola, Zevania sama Wilona.” Rafael tidak berbohong, Zidan memang disukai oleh dua cewek terkenal di sekolahnya itu.
“Cewek idola kek, cewek pinter kek tetep aja ditolak,” ujar Ilham sambil melihat Zidan yang nampak tak peduli sama sekali pada percakapan mereka. Cowok itu justru sibuk bermain permainan di ponselnya.
“Alda sama Aldi mana, Dan?” Andri menanyakan keberadaan adik kembar Zidan yang berusia tiga tahun. Biasanya, setiap kedatangan mereka ke rumah ini Alda dan Aldi akan merecoki mereka.
“Ke luar sama Bunda,” jawab Zidan tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.
“Kaki lo masih sakit?” Andra menatap kaki kanan Zidan yang nampak mengkilap karena memakai minyak urut.
“Sedikit, besok juga sembuh,” jawab Zidan, untuk sekarang kakinya memang masih terasa sakit. Namun ia yakin, tak lama lagi rasa sakit di kakinya akan hilang.
“Assalamu’alaikum,” salam yang diucapkan seorang cewek mengalihkan perhatian semuanya.
“Wa’alaikumussalam. Ehh, bidadari Zevania berkunjung, mau ketemu gue ya?” sambut Ilham langsung berdiri dan merentangkan tangannya seakan-akan memberi Zevania peluang untuk memeluknya.
“Apaan deh, mau ketemu sama yang punya rumah lah,” ketus Zevania langsung menghampiri Zidan dan duduk di samping cowok tampan itu.
“Lagi gak ada,” tutur Zidan yang membuat Zevania bingung.
“Apanya yang gak ada?” tanya Zevania menatap heran Zidan yang tiba-tiba berucap.
“Ayah lagi gak ada. Dia yang punya rumah,” jawab Zidan yang kembali fokus pada ponselnya. Ia merasa malas untuk menatap Zevania yang duduk di sampingnya.
“Ya ampun, kagak dapat anaknya, bokapnya diembat juga.” Leon menggelengkan kepalanya dengan mimik wajah kaget yang dibuat-buat.
“Dih, gak lah! Eh, hallo kenalin gue Zevania. Emmm ... calonnya Zidan.” Zevania mengulurkan tangannya pada Andri dan tersenyum manis.
Andri nampak sedikit tertegun ketika melihat senyum Zevania, beruntung Andri dapat mengatur ekspresinya dengan baik dan segera membalas uluran tangan Zevania.
“Gue Andri, ini kembaran gue Andra.” Andri menunjuk Andra yang juga nampak menikmati pemandangan indah di depannya.
“Pantesan muka kalian berdua sama. Kalau kalian pacaran, pacar kalian gak ketuker gitu?” Zevania menatap Andra dan Andri secara bergantian, mereka begitu mirip. Entah apa yang membedakan di antara keduanya, Zevania belum menemukan perbedaan.
Berbeda dengan si kembar adik Zidan. Selain berbeda jenis kelamin, wajah mereka pun tak mirip sama sekali.
“Ya bisalah, kalau udah kenal nanti lo juga tahu bedanya kok,” jawab Andra yang berusaha untuk tidak menatap Zevania. Ia tak habis pikir, bagaimana seorang Zidan bisa menolak cewek secantik Zevania.
“Gue udah duga, lo berdua pasti terpesona sama bidadari gue.” Suara Rafael menyadarkan Andra dan Andri. Ternyata Rafael menyadari wajah terpesona saudara kembar itu.
“Gimana gak terpesona kalau disuguhin modelan begini,” timpal Ilham.
“Gue enggak,” tutur Zidan membuat semua mata tertuju padanya.
Zevania menatap Zidan kesal dan berkata dengan tegas, “Perlu digaris bawahi belum, hanya belum. Liat aja nanti.”
0o0
Zevania rela tak bekerja di hari minggu ini, meski dengan begitu ia juga harus merelakan selembar uang berwarna biru yang harusnya ia dapat hari ini.
Perlu diketahui, Zevania bekerja di sebuah kafe. Biasanya ia bekerja dari sore hingga pukul dua belas malam. Tapi di hari minggu, Zevania biasa bekerja dari pagi hingga sore. Rasa khawatirnya pada Zidan membuat ia enggan untuk bekerja. Jadi, lebih baik ia menjenguk Zidan dan memastikan bahwa kaki Zidan sudah baik-baik saja.
Zidan masih menselonjorkan kakinya, posisinya tidak berubah sejak mereka ditinggalkan oleh teman-teman Zidan. Di rumah ini hanya tersisa mereka, karena Yulis dan si kembar Alda Aldi belum pulang dari mall.
Di rumah Zidan juga tidak ada pembantu rumah tangga, hanya ada satu pekerja di sana yakni seorang supir yang bertugas mengantar ke manapun ayah Zidan pergi.
“Gak niat pulang?” tanya Zidan dengan mata yang terfokus pada televisi. Tidak ada tontonan menarik memang, Zidan hanya malas untuk melihat Zevania. Jadi sebaiknya ia menonton televisi.
Zevania memberengut. “Lo ngusir gue?” Tutur Zevania dengan gaya bicaranya yang berubah.
“Kamu tuh gimana sih, aku udah bela-belain ke sini demi kamu. Tapi kamu malah ngusir aku. Aku udah gak kerja Cuma buat jenguk kamu,” jelas Zevania yang terlihat kesal dengan pengusiran halus Zidan padanya.
“Gak nyuruh,” jawab Zidan, hatinya sempat bertanya ketika mendengar kata ‘kerja’ yang dilontarkan Zevania. Memangnya cewek itu bekerja? Zidan memang tahu Zevania bukanlah berasal dari keluarga kaya, hanya gayanya yang selangit saja membuat ia sejajar dengan teman-temannya. Namun ia tak menyangka jika cewek biang onar di sekolahnya ini mau bekerja.
“Iya juga sih, hehehe.” Zevania terkekeh.
Cewek dengan celana jins panjang berwarna hitam yang semula duduk di samping Zidan, berpindah guna mendekati kaki kanan Zidan. Tangan halusnya menyentuh pergelangan kaki Zidan tanpa rasa jijik sedikitpun. Padahal, dengan begitu tangannya terkena minyak urut yang ada di kaki cowok itu yang terkilir.
Zidan menatap tangan Zevania yang berada di kakinya. Tangan Zevania bergerak secara perlahan mengelus kaki Zidan.
“Sakit?” tanya Zevania tanpa menatap Zidan, ia lebih memilih untuk menatap kaki Zidan yang terlihat sedikit bengkak.
“Kalau gerak,” balas Zidan dan kembali fokus pada televisi. Ia membiarkan Zevania yang terus mengelus kakinya. Rasa nyaman menjalari kakinya, maka biarkan saja cewek itu terus melakukannya.
“Aku boleh dong minta nomor WA kamu,” pinta Zevania, ini bukan pertama kalinya Zevania memintanya pada Zidan. Sejak dulu Zidan tidak mau memberikannya. Bahkan cowok yang digilai Zevania itu sampai memberi maklumat kepada teman-temannya untuk tidak memberi tahu Zevania nomornya.
Selama ini Zevania harus puas dengan mengirimkan pesan melalui aplikasi i********:. Itupun tidak pernah mendapat balasan dari Zidan.
“Buat apa?” Zidan melihat Zevania sejenak dengan alis terangkat.
“Kan biar kita bisa kontekan. Biar kalau ada penting gampang,” tutur Zevania berusaha membujuk Zidan.
“Gak penting,” ujar Zidan, meski begitu ia melempar ponselnya pada Zevania yang mana layar ponsel android itu menampilkan nomornya.
“Yes!”