Bab 4

1437 Words
"Sepertinya sudah waktunya kamu bersikap seperti seorang istri. Layani aku dan berhenti meratapi kenangan bodoh itu, orang yang sudah mati tidak akan pernah kembali," ujar Ganindra datar dan tanpa ekspresi. Ia masih berdiri di tempatnya. Pandangannya tajam ke arah Sandra, menunggu istrinya itu memberi jawaban atas tawaran gilanya tadi. Sandra berusaha menahan amarahnya, ia tidak menyangka laki-laki yang selama ini diam mulai berani menentangnya bahkan mengucapkan kata-kata sekejam itu. "Huwahahahaha, gue? Elo? b******a?" tanya Sandra seolah Ganindra sedang bercanda. Sandra memegang perutnya menahan sakit akibat menertawai ajakan Ganindra tadi. Tujuh tahun mereka menikah dan baru kali ini Ganindra berani mengungkit masalah intim di depannya. Ganindra tetap diam dan membiarkan Sandra menertawainya sampai puas walau egonya sebagai laki-laki membuatnya ingin segera membungkam mulut Sandra saat ini juga tapi Ganindra mencoba tetap bersabar dan membiarkan Sandra menyelesaikan tawanya. Setelah puas tertawa barulah Sandra menatap Ganindra dengan tatapan benci, jijik, marah dan juga muak. "Jangan harap! Sampai kapan pun gue nggak pernah ikhlas dan sudi jadi istri elo. Jadi berhentilah bermimpi terlalu tinggi, gue ini istrinya Alex bukan istrinya elo! Elo itu cuma suami yang dibayar mereka untuk menggantikan Alex, elo itu pecundang! Laki-laki gila uang yang rela menjual dirinya! Sampai kapan pun elo nggak akan pernah bisa menggantikan Alex di hati gue, paham!" maki Sandra dengan keras, menumpahkan semua kekesalan yang dipendamnya selama ini. Caci maki dan hinaan Sandra mengusik sisi lain Ganindra yang selama ini ia simpan rapat-rapat. Harga dirinya sebagai laki-laki dan manusia yang punya perasaan terasa terkoyak. Ganindra mulai melangkah menuju tempat Sandra duduk sambil merokok, ia merenggut rokok tadi dari mulut Sandra lalu menginjaknya dengan kakinya. "Pecundang? Lebih pecundang mana aku atau kamu? Ibu yang tega menelantarkan anak kandungnya, ibu yang tega menyalahkan anak yang bahkan tidak minta dilahirkan, anak yang dalam mimpi pun tidak ingin punya ibu seperti kamu! Kamu tahu apa yang dimintanya sama aku? Dia minta aku mencari wanita yang mau menjadi ibunya," balas Ganindra dengan nada tinggi. Baru kali ini ia bicara sepanjang itu di depan Sandra. Sandra semakin muak lalu mendekati Ganindra. Plakkk Plakkk Plakkk Sandra menampar wajah Ganindra berkali-kali untuk melampiaskan kekesalannya. Ganindra tidak menghindar bahkan cenderung membiarkan Sandra menyakitinya. Tidak puas hanya menampar, Sandra pun memukul Ganindra seperti kesetanan. Ganindra masih diam dan tetap tidak memberikan respon. "b******n! b******k! Kurang ajar! Ya sudah elo ceraikan gue dan setelah itu elo cari wanita yang mau sama elo, lo bawa juga anak lo itu!" maki Sandra bertubi-tubi. Emosi dan amarah menguasainya sampai ia lupa kalau Ganindra adalah suaminya dan Hanindiya putri kandungnya. Setelah puas memukul dan memaki barulah Sandra berjalan menuju pintu kamarnya, ia membuka pintu untuk mengusir Ganindra keluar dari kamarnya. "Keluar dari kamar gue dan bersiaplah angkat kaki dari rumah ini," usir Sandra dengan keras, dadanya naik turun menahan emosi yang menguasainya. Ganindra mendekati Sandra lalu dengan sekali tarik pintu yang dipegang Sandra kembali tertutup rapat. Ganindra mengunci pintu lalu mencabut kunci pintu lalu membuangnya ke lantai. "Jangan macam-macam!" ancam Sandra saat Ganindra mulai mendekatinya. Ganindra tidak menjawab, hanya tindakan yang ia tunjukkan agar Sandra belajar menghormatinya sebagai suami dan belajar menerima Hanindiya. "Ganin! Jangan coba-coba! Gue nggak mau elo sentuh!" Sandra semakin terdesak hingga tubuhnya menempel di dinding. Saat ingin kabur dengan sigap Ganindra menangkap tubuhnya, Sandra meronta dan berteriak dengan sekuat tenaga agar Ganindra melepaskannya. Hanindiya yang keluar dari kamarnya untuk mengambil s**u hanya bisa menggelengkan kepala mendengar teriakan ibunya dari dalam kamar. "Kambuh lagi, ckckkc." Hanindiya memasang earphone di telinganya dan sengaja memutar playlist ipod-nya dengan lagu k-pop kesukaannya. Bukan sekali ini ia mendengar ibunya marah dan berteriak, dulu ia selalu takut dan seiring berjalannya waktu ia mulai bersikap cuek. Sandra semakin terpojok dan berkali-kali ia memanggil Hanindiya untuk menolongnya tapi nihil. Seakan tidak ada satu orang pun ingin menolongnya. Ganindra menarik tubuh Sandra menuju ranjang lalu menghempaskannya. Sandra semakin ketakutan saat Ganindra seperti ingin melepaskan lilitan handuk di pinggangnya. "Ganin, gue minta maaf ... tolong jangan lakukan itu. Gue akan ngelakuin apa pun yang lo minta tapi tolong jangan sentuh gue," Sandra akhirnya mencoba mengalah dan memohon agar Ganindra melepaskannya, wajah iba dan ketakutan membuat Ganindra berhenti memegang handuknya. Ganindra mendekati Sandra lalu duduk di sebelah istrinya itu. Sandra masih ketakutan dan berusaha melindungi dirinya dengan memegang bantal sebagai pertahanan diri. Ia pikir Ganindra tidak akan berani menyentuhnya tapi ternyata Ganindra tetaplah laki-laki dan sekuat apapun ia melawan Garindra tidak akan pernah bisa ia kalahkan. "Jangan ... gue mohon," pinta Sandra dengan wajah mengiba dan bersimbah air mata. "Besok datang ke pertunjukan Hanin dan mulai besok kamu tidur di kamar aku. Nggak ada penolakan atau aku akan melakukan ini lagi dan lain kali aku tidak akan segan-segan memperkosa kamu," ujar Ganidra sambil mengelus pipi Sandra. "Lo! Oke ... Oke ..." Sandra terpaksa mengalah demi keselamatannya. "Bagus, ternyata harus menggunakan cara ini agar kamu jinak," Ganindra mengacak rambut Sandra dengan tangannya. Ia lalu berdiri dan memutar tubuhnya, senyum kecil keluar dari mulutnya sedangkan Sandra diam-diam membuat gerakan ingin memukul Ganindra walau setelah itu ia kembali bersikap biasa agar Ganindra tidak terpancing lagi. Setelah senyumnya hilang Ganindra lalu mengambil kunci yang tadi ia buang lalu keluar dari kamar Sandra. Ganindra membuang napasnya, usahanya membuat Sandra datang ke pertunjukkan Hanindiya berhasil walau harus menggunakan cara murahan seperti tadi. **** Ganindra berdiri di samping ranjang Sandra, ia masih menunggu Sandra bangun dari tidurnya. Sesekali ia memeriksa jam di tangannya, masih ada waktu sekitar satu jam lagi. Sandra menggeliat hingga menunjukkan perut serta pahanya, Ganindra menarik selimut agar Sandra tidak masuk angin. Sandra membuka matanya dan langsung ketakutan melihat Ganindra sedekat ini dengannya. "Ma ... Mau apa? Lo kan sudah janji ..."Sandra tercekat saat tiba-tiba Ganindra mencium keningnya. "Seharusnya kamu sambut aku dengan senyuman bukan makian, lain kali lebih sopan atau kejadian tadi malam ..." Sandra menarik selimutnya dan menatap Ganindra takut, "Jangan kelewatan, gue ..." Ganindra membesarkan matanya, "aku sudah menuruti keinginan kamu dan jangan harap aku bisa diperintah!" sambung Sandra sedikit memelankan suaranya. "Mulai hari ini kamu harus menuruti semua perintahku," ujar Ganindra dengan wajah serius dan tidak mau dibantah. Ya ampun, kenapa aku semakin terintimidasi! Seharusnya aku yang memerintahnya bukan dia! gumam Sandra dalam hati. Ganindra lalu berjalan menuju lemari pakaian Sandra, ia mulai memilih pakaian yang cocok dikenakan Sandra saat menghadiri pertunjukan Hanindiya. Ganindra mengambil sebuah gaun berwarna toska lalu ia meletakkan gaun itu di dekat Sandra. "Kenakan gaun itu," ujar Ganindra. "Nggak mau, gue ... aku nggak mau pakai gaun. Tanktop dan hotpan lebih nyaman," tolak Sandra. Ia lalu berdiri dan membuka lemari pakaian satunya lagi, ia mengeluarkan sebuah tanktop dan hotpan kesukaannya. "Kalau begitu aku akan ... mau?" ancam Ganindra lagi. Bulu kuduk Sandra langsung berdiri. "Jangan macam-macam!" "Kalau begitu turuti perintahku, sudah cukup tujuh tahun aku mengalah dan kali ini jangan harap kamu bisa bersikap seenaknya," ujar Ganindra lagi. Sandra langsung mengambil gaun tadi dan masuk ke dalam kamar mandi. Di dalam kamar mandi ia kembali memaki Ganindra. Awas ya, tunggu saja pembalasan gue! Jangan pikir dengan ancaman murahan itu gue bakal tunduk sama elo! rutuk Sandra dalam hati. Ganindra kembali membuang napasnya. Semua ini demi Hanin ... Hanin sangat menginginkan Sandra datang ke pertunjukkannya dan aku terpaksa melakukan ini, guman Ganindra dalam hati kecilnya. Alahhhh, lo manusia paling munafik Ganin. Hanin hanya alasan, sebenarnya elo suka kan sama dia. Tujuh tahun elo menunggu tapi nyatanya sedikit pun dia tidak pernah menganggap elo suaminya. Elo itu benar-benar pecundang! Jangan bermimpi pecundang bisa bahagia! Ganindra menutup matanya, sisi lain dari hatinya mengungkit masalah perasaan yang disimpannya selama ini. **** Hanindiya terpaku saat melihat Sandra berubah dari itik buruk rupa menjadi wanita cantik, baru kali ini Hanindiya melihat ibunya memakai makeup dan gaun. "Ibu kesambet di mana yah?" bisik Hanindiya pelan. Ganindra mencoba menahan tawanya di depan Sandra. Ia hanya membuat gerakan agar Hanindiya menutup mulutnya. "Ayo kita berangkat," ujar Ganindra. "Buruan!" Sandra yang risih memilih keluar terlebih dahulu. Sepanjang perjalanan hanya suara Hanindiya terdengar, Sandra lebih memilih diam sambil menikmati jalanan. Sesekali terdengar suara gelak Ganindra saat Hanindiya menceritakan cerita lucu tentang teman-temannya. Setelah perjalanan cukup lama barulah mereka sampai di sekolah Hanindiya, Sandra melihat situasi sekolah yang baru kali ini ia datangi. Hanindiya memilih turun lebih dulu sedangkan Ganindra dan Sandra memilih menunggu di mobil. "Apa yang kamu inginkan dari aku?" tanya Sandra. "Aku mau kamu bersikap seperti seorang ibu, sayangi Hanin dan terima dia," balas Ganindra. Sandra tertawa sinis, "Kamu pikir semua akan berubah hanya karena paksaan, aku di sini karena ancaman dan jangan harap aku bisa menerima anak itu," balas Sandra dengan wajah serius. "Kenapa kamu membencinya?" tanya Ganindra. "Karena dia ... sudahlah!" Sandra memilih turun dari mobil, mulutnya terkunci dan enggan memberitahu Ganindra kalau ada rahasia besar yang ia simpan selama ini. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD