Sandra langsung merasa risih saat beberapa orangtua yang hadir menonton pertunjukkan balet mulai menatapnya dengan tatapan aneh bahkan ada beberapa orangtua mulai berbisik satu sama lainnya. Sandra mencoba melihat penampilannya melalui cermin kecil dan menurutnya penampilannya biasa-biasa saja tapi kenapa banyak orang melihatnya dengan tatapan aneh.
Ganindra mendekati teling Sandra lalu berbisik pelan, "Mungkin mereka pikir kamu bukan ibunya Hanin, senyum dan tunjukkan kalau kamu bahagia melihat pertunjukkan Hanin. Berhentilah bersikap kekanakan, kamu sudah dewasa dan memiliki seorang anak. Tunjukkan kalau kamu adalah ibu yang baik untuk Hanin," bisik Ganindra pelan tapi penuh intimidasi.
Sandra mendengus lalu menatap Ganindra kesal, jangankan menjadi ibu yang baik bahkan untuk menerima Hanindiya sebagai anaknya saja ia masih sulit. Andai Ganindra tidak memaksanya untuk datang mungkin sampai kapanpun ia tidak akan pernah menginjakan kakinya di sekolah Hanindiya.
"Jangan harap! Aku ke sini karena paksaan dan jangan harap aku mau ikutin semua mau kamu. Jangan sok berkuasa atas diri aku, kamu itu ..." balasnya dengan kasar dan saat ia hendak memaki dan mengingatkan siapa Ganindra tiba-tiba Ganindra kembali mendekati telinga Sandra.
"Mau aku perkosa di sini? Kalau iya silakan lawan aku dan bersikap kurang ajar, aku nggak akan segan-segan melakukan itu di sini," ancamnya.
Sial! Dia selalu mengancamku menggunakan kata-kata itu! Aku harus cari cara agar dia berhenti mengancamku, gumam Sandra dalam hati.
Sandra mulai menyunggingkan senyumnya walau terkesan dipaksakan, Ganindra pun kembali fokus menonton pertunjukan Hanindiya dan berusaha menahan tawanya melihat raut muka ketakutan Sandra.
Musik mulai mengalun dan satu persatu penari mulai keluar untuk menunjukkan kebolehan mereka. Ganindra masih fokus menyaksikan penampilan Hanindiya sedangkan Sandra sesekali menguap menahan rasa kantuk dan juga bosan. Ganindra mengarahkan tangannya ke tangan Sandra lalu menggenggamnya. Sandra yang kaget langsung menarik tangannya tapi Ganindra semakin erat menggenggam tangan Sandra.
Apa sih maunya? Kenapa dia berubah menyebalkan seperti ini, rutuk Sandra sambil menatap Ganindra.
Baru kali ini ia menatap Ganindra sedekat ini, sangat jelas terlihat bentuk wajah Ganindra yang terlihat sempurna. Alis matanya tidak terlalu tebal dipadu dengan hidung mancung, bibirnya terbilang tipis dan sedikit merah. Sandra membuang wajahnya agar Ganindra tidak melihat wajahnya yang tiba-tiba berubah menjadi merah.
Ya ampun, kenapa aku malah memuji penampilannya. Nggak boleh! Hanya Alex yang boleh aku puja, gumam Sandra merutuk kebodohannya.
Matanya kembali melihat ke arah panggung, ia melihat Hanindiya melambai ke arah Ganindra dan Sandra pun melihat ke arah Ganindra, terlihat jelas di matanya rasa sayang dan cinta ditunjukkan Ganindra.
Dia selalu tersenyum saat berinteraksi dengan Hanin sedangkan saat bersamaku dia hanya bisa mengancamku! Dasar Ganindra menyebalkan! rutuk Sandra lagi.
Pertunjukkan tunggal Hanindiya akhirnya dimulai, matanya melihat ke arah Sandra dan untuk pertama kalinya ia sangat bahagia bisa ditonton ayah dan ibunya. Ia ingin menampilkan pertunjukkan terbaik agar ayah dan ibunya bangga.
"Kamu lihat kan? Hanin sangat bangga kamu bisa melihatnya," ujar Ganindra sambil berbisik pelan.
"Membosankan, kapan acara ini selesai? Aku ngantuk dan lelah," balas Sandra acuh.
Tangan mereka masih saling menggenggam, tiba-tiba Ganindra mengangkat tangan Sandra lalu menciumnya.
"Nggak ngantuk lagi kan? Fokus dan saksikan penampilan anak kamu," ujar Ganindra.
Sandra benar-benar kehabisan kata-kata dengan tindakan Ganindra yang super agresif. Bukan saja mengancamnya tapi juga mulai melakukan hal-hal yang dulu Alexander sering lakukan. Sandra semakin tidak nyaman dan berusaha melepaskan genggaman tangan Ganindra tapi gagal, Ganindra semakin erat dan tidak ingin melepaskan Sandra.
Untuk kali ini kamu hanya boleh berada di samping Ganindra, karena aku suami sah kamu bukan Alex, ujar Ganindra dalam hati.
****
"Antar aku pulang," ujar Sandra setelah acara pertunjukan Hanindiya selesai. Rasa lelah membuatnya ingin segera mengganti gaunnya dengan baju milik Alexander.
Ganindra diam dan lebih memilih berbicara dengan Hanindiya yang terlihat bahagia, senyum dan tawa tidak pernah berhenti ia keluarkan.
"Kamu bahagia?" tanya Ganindra.
"Banget yah ... makasih ya sudah bawa ibu nonton pertunjukkan aku, hmmmm aku punya satu permintaan lagi boleh nggak?" tanya Hanindiya malu-malu.
Sandra semakin kesal dan mulai berkcak pinggang, "Jangan banyak mau ya, apa lagi sih mau kamu?" tanya Sandra dengan mata mulai membesar. Hanindiya menantang Sandra dan ikut membesarkan matanya.
"Aku minta sama ayah kok, bukan sama ibu ... wekss," Hanindiya menjulurkan lidahnya.
Emosi Sandra semakin naik dan ingin rasanya ia memaki Hanindiya andai Ganindra tidak melihatnya dengan tatapan membunuh.
"Ajari anak kamu sopan santun, berani ngeledek orang dewasa," oceh Sandra ke Ganindra.
"Kamu ibunya, ya kamu lah yang ajarin. Anak selalu ikut sikap orangtuanya dan sikap kamu itu sangat jelek sekali makanya Hanin bersikap kurang ajar," balas Ganindra mencoba membuka hati Sandra untuk Hanindiya.
"Sudahhhhh, kalian selalu berantem di depan Hanin. Hanin jadi stress kan, ayah ... Hanin mau adik, titik nggak pakai koma!" Hanindiya pergi begitu saja.
Sandra membuka mulutnya saking tidak percaya dengan permintaan Hanindiya.
"Kamu dengar? Aku paling tidak bisa menolak keinginan anak kita, mau coba?" tawar Ganindra.
Sandra langsung melepaskan heelnya dan melemparnya ke arah Ganindra.
"Coba? Kamu pikir bikin anak kayak bikin kue!" oceh Sandra dengan kesal. Ia meninggalkan Ganindra dan pulang menggunakan taksi.
Ganindra menatap kepergian Sandra dan setelah itu ia membuang napasnya, masih sulit membuka hati Sandra untuk menerima Hanindiya.
Saat ingin mencari Hanindiya tiba-tiba ponsel Ganindra berbunyi, Ganindra mengeluarkan ponselnya dan terlihat nomor tidak dikenal di layar ponselnya. Ganindra mereject panggilan itu dan kembali menyimpan ponselnya.
Baru akan melangkah ponselnya kembali berbunyi dan kali ini ada SMS.
From : +6281255214xxx
Aku tahu rahasiamu.
****
Ganindra memijit kepalanya yang terasa sakit, ia kembali mengeluarkan ponselnya dan membaca SMS yang tadi diterimanya. Ia mencoba menghubungi nomor ponsel si pengirim SMS tapi tidak aktif.
"Ayahhhhhh," suara Hanindiya membuat Ganindra menyimpan kembali ponselnya.
"Iya sayang, masuk saja. Pintunya tidak ayah kunci," ujar Ganindra.
Pintu kamar Ganindra terbuka dan ia melihat Hanindiya sudah memakai baju pijama tidurnya dan memegang boneka kesayangannya. Hanindiya mendekati Ganindra lalu memeluk ayahnya itu.
"Ayah, jadi kapan adikku ada?" tanya Hanindiya dengan wajah polosnya.
Lidah Ganindra langsung tercekat.
"Ya ampun, kamu kenapa tiba-tiba menginginkan seorang adik?" tanya Ganindra sambil merapikan anak rambut Hanindiya.
"Michel tadi cerita kalau orangtuanya juga suka bertengkar dan saat adiknya lahir orangtuanya nggak pernah bertengkar lagi. Jadi aku mau juga punya adik supaya ayah dan ibu berhenti berteriak," ujar Hanindiya dengan wajah lugu.
Ganindra tertawa lalu memeluk Hanindiya dengan sangat erat.
"Kamu mau punya adik? Nanti ayah lebih sayang adiknya gimana?" tanya Ganindra.
"Nggak apa-apa asal ibu nggak marah lagi sama aku," balas Hanindiya pelan.
"Ya sudah, tapi punya adik itu butuh waktu loh ... kamu bisa sabar kan?" tanya Ganindra.
Hanindiya mengangguk lalu mencium pipi Ganindra, "Tentu saja, pokoknya ayah harus bikin ibu mau punya bayi lagi ya," ujar Hanindiya sebelum keluar dari kamar ayahnya.
Ganindra mengangguk lalu melambaikan tangannya, setelah Hanindiya menutup pintu kamarnya barulah Ganindra kembali memijit kepalanya. Ada saja masalah yang membuat kepalanya sakit.
****
Ganindra melihat jam di dinding dan hari semakin larut, Sandra belum juga datang ke kamarnya. Ganindra pun keluar dari kamarnya menuju kamar Sandra, ia membuka pintu kamar Sandra dan untungnya tidak terkunci.
Matanya melihat Sandra sedang berdiri di balkon dengan tangan masih memegang rokok. Ganindra mendekati Sandra lalu mengambil rokok yang dipegang Sandra lalu ia mengisapnya.
"Keluar!" usir Sandra.
"Aku sudah bilang, mulai hari ini kamu tidur di kamar aku," ujar Ganindra.
"Nggak! Terserah kamu mau perkosa aku atau nggak! Pokoknya aku nggak mau tidur di kamar kamu, ini hari kematian Alex! Bisa nggak jangan ganggu aku!" teriak Sandra.
"Oke, kamu yang minta kan?" Ganindra mulai mendekati Sandra, ia membuang puntung rokok ke lantai dan menginjaknya. Sandra mulai ketakutan dan tidak menyangka Ganindra akan benar-benar menjalankan ancamannya.
"Jangan coba-coba atau aku ... bunuh diri!" Sandra mencoba lompat dari balkon tapi Ganindra lebih cepat dan menarik tubuh Sandra hingga mereka jatuh ke lantai. Suasana mulai canggung saat Ganindra masih memeluk pinggang Sandra sedangkan Sandra masih menatap Ganindra tanpa kedip.
"Lepaskan!"
"Aku mau punya anak sama kamu, Hanin menginginkan seorang adik," ujar Ganindra pelan.
Sandra terdiam.
"Mau?" tanya Ganindra sekali lagi.
"Jangan mimpi!" Sandra mencoba berdiri.
"Kalau aku memberi tawaran menarik apa kamu akan tetap menolaknya?" ujar Ganindra.
Sandra tertawa miris.
"Hubungan kita tidak sedekat itu sampai aku harus mengandung anak kamu, kita menikah karena paksaan. Aku nggak pernah cinta sama kamu dan sekarang kamu seenaknya meminta bayi dariku," balas Sandra dengan emosi, ia memutar tubuhnya dan menjambak rambutnya saking kesal tidak bisa melampiaskan amarahnya ke Ganindra lagi.
"Aku akan menceraikan kamu setelah kamu memberikan Hanin seorang adik," ujar Ganindra.
Sandra memutar tubuhnya dan tidak menyangka Ganindra akan menawarkan hal yang sudah ditunggu-tunggunya sejak tujuh tahun yang lalu. Ia mulai mendekati Ganindra lalu mengarahkan jarinya ke bibir Ganindra.
"Aku bukan anak kemarin sore, Ganin. Siapa yang jamin kalau nanti setelah aku melahirkan anak kamu, surat cerai itu tidak akan pernah ada?" ujar Sandra. Ganindra mengambil jari Sandra yang mengelus bibirnya tadi.
"Pegang kata-kataku," balas Ganindra.
Sandra mulai bimbang, di satu sisi ia ingin bercerai dari Ganindra dan di satu sisi lain ia tidak mau melahirkan bayi lagi.
"Oke, hanya satu anak?" ujarnya.
"Ya, anak kita."
"Baik ... tapi tidak dengan b******a, kita akan melakukan bayi tabung atau inseminasi," balas Sandra mencoba memberi penawaran.
Ganindra tertawa.
"Bayi tabung? Inseminasi? Bagaimana kalau aku maunya secara alami atau tawaran tadi batal," ujar Ganindra dengan wajah serius.
"SIALAN!" maki Sandra.
"Sttttt, nggak boleh kasar sama suami," Ganindra mendekati Sandra. Ia memainkan tangannya di wajah Sandra, Sandra mulai tidak nyaman dan merasa aneh dengan reaksi tubuhnya yang tiba-tiba bergetar saat tangan Ganindra menyentuh wajahnya.
"Ga ... Ga ... Nin, jangan di sini ... di kamar kamu saja," balas Sandra.
"Aku mau di sini, paham!"
****