Bab 7

1604 Words
"AYAHHHHHHHH, AKU SUDAH TELAT!" teriakan Hanindiya membangunkan Sandra, tubuhnya sulit untuk digerakkan. Sandra mencoba menjangkau Ganindra dengan tangannya, setelah berhasil ia mendorong tubuh Ganindra agar segera bangun. "Ganin ... bangun, anak kamu berisik banget tuh," ujar Sandra dengan suara serak. "Aku capek, kamu yang urus dan antar Hanin ke sekolah," ujar Ganindra malas, ia menarik selimutnya dan kembali mencoba tidur. Sandra menarik selimut Ganindra lalu memukulnya pelan. Matanya membesar dan tangannya sengaja berkecak pinggang agar Ganindra takut padanya, bukannya takut yang ada Ganindra tertawa pelan sambil menikmati keindahan tubuh Sandra yang masih telanjang. "Kamu ayahnya, kamu yang urus dia!" ujar Sandra dengan ketus. "Tapi kamu ibunya, sudah seharusnya kamu bersikap selayaknya seorang ibu," ujar Ganindra tidak mau kalah. Lidah Sandra langsung kelu, berdebat dengan Ganindra tidak akan berhasil. Ia memutuskan turun dari ranjangnya dan memakai kembali baju yang tadi malam dibuang Ganindra. Ganindra hanya bisa menatap tanpa banyak kata. Percintaan panas mereka tadi malam semakin membuat Ganindra tidak ingin kehilangan Sandra, ia akan melakukan apa saja asal Sandra bisa terus bersamanya. Sandra keluar dari kamarnya dan melihat Hanindiya sudah siap dengan seragam sekolahnya, ia masih berdiri di depan pintu kamar Sandra. Sesekali ia melihat ke arah dalam kamar tapi Sandra mencoba menghalangi agar Hanindiya tidak melihat Ganindra dalam kondisi setengah telanjang. "Ayah mana?" tanya Hanindiya. "Tidur, kamu berangkat sama supir saja," ujar Sandra. "Nggak mau! Pak supirnya bikin perut aku mual ... ayahhhhhhh antarin aku ke sekolah dong," teriak Hanindiya. "Sama ibu ya, ayah lagi nggak enak badan," balas Ganindra. "Nah kan, ayah lagi sakit dan aku nggak mau pergi sama pak supir ... jadi ibu mau kan antarin aku ke sekolah?" tanya Hanindiya menantang Sandra. Sandra berkacak pinggang dan belum menjawab ajakan Hanindiya. "Nggak mau? Ya sudah ... aku pergi naik gojek saja," Hanindiya memutar badannya dan mengeluarkan ponselnya dari dalam saku rok sekolahnya. Sandra merebut ponsel Hanindiya dan menatap anaknya dengan mata besarnya. "Ya kali kamu diizinkan pergi naik gojek, tunggu dulu ... aku ganti baju dulu," ujar Sandra. Ia kembali masuk ke dalam kamar lalu mengambil bantal guling yang berserakan di lantai dan ia memukul Ganindra menggunakan bantal guling itu, pelan dan tidak menyakitkan sepertidulu. "Nyebelin!" maki Sandra sebelum masuk ke dalam kamar mandi. Lagi-lagi Ganindra tersenyum, ia suka melihat Sandra marah seperti tadi. Walau marah tapi Sandra masih bisa dikendalikannya. **** Suasana tegang sangat terasa saat Ganindra, Hanindiya dan Sandra menikmati sarapan pagi mereka. Sandra mengaduk-aduk nasi goreng yang dibuat Ganindra khusus untuknya sedangkan Hanindiya menikmati roti bakar dengan selai coklat. Ganindra mengambil segelas s**u dan langsung menyerahkan s**u itu ke Sandra. "Aku nggak suka s**u," tolak Sandra. "Itu s**u ibu hamil," ujar Ganindra. Hanindiya yang sedang menggigit rotinya langsung kaget sedangkan Sandra langsung terbatuk. "Ibu hamil adiknya aku?" tanya Hanindiya lugu. Sandra menggeleng lalu menatap Ganindra dengan tatapan membunuh. "Kamu gila hah? Baru tadi ... malam kita ..." Sandra mengecilkan volume suaranya agar Hanindiya tidak mendengar, "nggak mungkin aku hamil secepat itu," sambungnya masih dengan bola mata membesar. Ganindra mengambil tangan Sandra dan menyerahkan gelas tadi walau Sandra langsung meletakkan gelas itu disampingnya. "Jaga-jaga, s**u itu bagus untuk ibu hamil ... kamu butuh nutrisi," balas Ganindra. "Ckckckckck nggak waras kamu," Sandra terpaksa meminum s**u itu atau ia tahu sendiri apa yang akan dilakukan Ganindra kalau ia menolak minum s**u itu. Bisa-bisa Ganindra mengurungnya di kamar dan ujung-ujungnya mereka kembalibercinta. Sandra meletakkan gelas yang sudah kosong tepat di depan Ganindra. "Puas?" tanya Sandra kesal. "Bagus," Ganindra berdiri dari tempatnya duduk lalu mengarahkan tangannya ke kepala Sandra, "itu baru istri yang baik, nurut sama suami." sambungnya sambil mengacak-acak rambutSandra. Hanindiya tersenyum simpul walau setelah itu iasembunyikan,iasenangayahdanibunyaakurdan sudah jarang ia mendengar teriakan Sandra. Ia juga senang ayahnya mulai tidur di kamar Sandra. Baginya tidak penting Sandra mau menyayanginya, yang terpenting baginya melihat ayahnya bisa tersenyum jika berada di dekat ibunya. "Ayo dihabiskan sarapannya," ujar Sandra ke arah Hanindiya. "Iya, mulut aku kecil ... nggak kayak mulut ibu, mana bisa masuk semuanya ..." balas Hanindiya sambil berusaha memasukkan semua rotinya ke dalam mulutnya yangkecil. "Ajarin anak kamu, ngelawan mulu sama ibunya," ujarSandra. "Nah sadar kan kalau kamu ibunya, ya sudah mulai sekarang kamu yang ajarin dia," balas Ganindra cuek. "Maaf ibu, tapi kan aku ... ya deh aku nggak akan kurang ajar lagi, maaf ya ibu." balas Hanindiya. Selera makan Sandra langsung hilang, moodnya sepagi ini harus rusak karena ulah Ganindra dan Hanindiya. Baru saja keluar dari kamar mandi, Ganindra langsung mengambil baju serta celana yang akan dipakainya untuk menghadiri rapat dengan kliennya. Saat akan mencari pakaian dalamnya ia teringat SMS yang dikirim orang tidak dikenal. "Siapa yang tahu rahasiaku?" ujarnya pelan. "Rahasia apa? Kamu punya rahasia apa?"tanya Sandra saat tanpa sengaja ia mendengar Ganindra menyebut 'rahasia'. "Rahasia kalau ... kalau ternyata tadi malam kamu masih ..." Ganindra berhenti mengelak saat mendengar ponselnya berbunyi. Wajah Sandra langsung menegang, ia lupa kalau ternyata selama ini ia masih menyimpan satu rahasia besar dan kejadian tadi malam seharusnya membuat Ganindra tahu tentang rahasiaitu. Ya Tuhan, apa yang harus aku katakan jika dia bertanya, gumam Sandra dalam hati. Ia menggigit bibirnya dan mengutuk kebodohannya yang terlalu terbawa nafsu hingga lupa kalau ia tidak boleh b******a dengan Ganindra. Drttt drttt Ganindra melihat nama Ayunda di ponselnya, sudah sangat lama Ayunda tidak menghubunginya "Nanti kita bahas, kamu harus jelaskan masalah itu," ujar Ganindra sebelum keluar menuju balkon kamar. "Halo, bunda." "Sibuk nak?" "Aku ada rapat pagi ini, ada apa bunda meneleponku sepagi ini. Hanin sedang sekolah dan sepertinya sore ini dia ada les." "Kamu ... nggak kangen bunda?" Ganindra menutup matanya lalu membuang napasnya. "Aku lagi malas membahas masalah itu lagi bun, jadi..." "Bisa tolong bunda membuang barang-barang Alex? Bunda nggak mau kamu semakin jauh. Bunda akan menyingkirkan semua barang-barang Alex agar kamu bisa terus di samping bunda." Ganindra terdiam, sungguh ia tidak menyangka kalau Ayunda akan membuang barang-barang peninggalan Alexander. "Please, tolong bunda ya. Ajak Sandra dan Hanin, bunda mau kalian makan malam di sini, bisa?" "Aku coba tanya Sandra dulu," "Baiklah." Ayundamenatap Rabian, beban di dadanya terasa lepas saat memutuskan membuang semua barang-barang Alexander. Semua itu Ayunda lakukan demi ketenangan bathinnya di hari tua, ia ingin hidup berdampingan dengan Ganindra dan semua itu tidak akan pernah terjadi kalau ia masih menyimpan barang- barangAlexander. "Aku ... benarkan sayang? Alex nggak akan marah kan sama kita?" tanya Ayunda sambil memeluk Rabian. "Nggak sayang, ini yang diinginkan Alex ... kita melupakannya dan menerima Ganindra sebagai anak kita," balas Rabian. **** Untuk pertama kalinya Sandra kembali datang ke rumah orangtua Alexander, rasa sedih dan malu bercampur menjadi satu. Sedih di rumah ini banyak kenangannya dengan Alexander dan malu karena selama tujuh tahun ia jarang menjenguk orangtua Alexander. "Bu, kok bengong. Ayo masuk ke rumah opa, opa sudah nungguin dari tadi tuh," ajak Hanindiya. Sandra pun masuk ke rumah Ayunda sedangkan Ganindra memilih menghabiskan rokoknya di taman depan sambil menunggu saat yang tepat untuk masuk ke dalam kamarAlexamder. "Ganin, ayo kita mulai," ajak Ayunda. "Iya, bunda masuk saja dulu, nanti aku menyusul," balas Ganindra. Ayundapun mengangguk lalu menghampiri Sandra yang sudah sangat lama tidak ia temui. Ayunda memeluk Sandra lalu Sandra menangis dan mengucapkan ribuan kata maaf karena sudah lalai. "Maafin Sandra, bunda." Ayundamenggeleng pelan, "Nggak apa-apa, bunda tahu kok gimana perasaan kamu. Yang terpenting sekarang kamu harus bahagia dengan Ganindra dan Hanindiya, sayangi mereka sebelum terlambat," ujar Ayunda. Maaf bunda, sepertinya semua ini akan segera berakhir saat aku mengandung anaknya, dia akan menceraikanku dan akan mengambil anak ini, ujarnya dalam hati. Untuk menyenangkan hati Ayunda, Sandra pun mengangguk agar Ayunda tidak merasakan kecewa lagi. Sandra pun masuk ke dalam ruang baca dan mulai menghabiskan waktunya dengan membaca buku- buku peninggalan Alexander. Awalnya ia menentang rencana Ayunda membuang barang-barang peninggalan Alexander tapi ia nggak punya hak karena barang- barang itu ada di rumahAyunda. Setelah puas merokok Ganindra pun masuk ke dalam rumah, ia langsung menuju kamar Alexander yang berada di lantai atas. Ayunda dan Rabian terlihat sibuk menyusun barang-barang ke dalam box. Ganindra pun mulai membantu dengan membuka laci meja kerja milik Alexander. Ia mengeluarkan beberapa dokumen lama yang tersimpan didalam laci itu. Ganindra meletakkan dokumen itu ke tumpukan khusus dokumen. Saat akan membuka laci kedua tiba-tiba mata Ganindra melihat sebuah foto usang yang tersimpan di antara tumpukan-tumpukan buka. Ia mengambil foto itu dan melihat foto Alexander dan dirinya sedang berangkulan. Foto yang diambil saat mereka sama- sama sedang kuliah diYogyakarta. Dan ingatan tentang hari itu kembali muncul di benak Ganindra. Hari di mana Alexander menemuinya setelah sekian lama mereka berpisah sejak sama-sama lulus dari bangku kuliah. "Gue nggak tahu harus minta tolong siapa lagi, elo satu-satunya yang gue percaya," ujar Alexander. "Lo gila Alex! Lo benar-benar sudah kehilangan akal!" balas Ganindra sete;ah Alexander mengutarakan sebuah permintaan aneh kepadanya. "Iya gue gila! Gila karena nggak pernah bisa menjadi suami sempurna untuk Sandra, gue nggak bisa menunaikan tugas gue sebagai laki-laki dan itu semua karena kanker prostat sialan itu! Gue nggak bisa menyentuhnya! Gue impoten!" teriak Alexander dengan putus asa. Ganindra terdiam, ia shock mendengar alasan yang diberikan Alexander. "Jadi ... karena itu elo minta gue mendonorkan s****a untuk bini elo? Loe benar-benar bikin gue kehilangan kata-kata, Sandra tahu?" tanya Ganindra. "Sandra hanya tahu gue nggak mampu jadi suami, dia menerima dan menyarankan kami melakukan bayi tabung tapi s****a gue benar-benar nggak bisa untuk membuahi Sandra. Jadi ... gue mau elo menjadi pengganti gue," balas Alexander lagi. "Gila!" Bayangan masa lalu membuat d**a Ganindra sesak, ia menyimpan foto itu agar tidak ada yang tahu kalau ia dan Alexander sudah sangat lama saling mengenal dan itu ia lakukan agar tidak ada yang tahu kalau Hanindiya itu berasal dari benihnya. Hanindiya putri kandung yang sengaja ia berikan agar sahabatnya bahagia. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD