Butuh waktu cukup panjang untuk membersihkan barang-barang milik Alexander dan tanpa terasa hari semakin larut dan rasa lelah membuat Ayundadan Rabian memutuskan berhenti sejenak untuk beristirahat. Beberapa barang peninggalan Alexander sudah diberi ke orang yang lebih membutuhkan, dokumen-dokumen yang dirasa tidak penting sudah dibakar dan kini hanya tinggal beberapa foto yang harus disimpan.
"Besok saja dilanjutkan, kayaknya Hanin sudah tidur di ruang tamu. Anak itu sangat mirip dengan Alex ya sayang, suka tidur kalau kita sedang gotong royong," ujar Ayunda sambil memegang bahu Ganindra.
Ya Tuhan, apa reaksi mereka kalau sampai rahasia itu terbongkar. Hanin akan sangat sedih kalau tahu oma dan opanya bukan mereka, gumam Ganindra dalam hati.
Sampai detik ini ia masih belum bisa membayangkan apa yang akan terjadi kalau sampai rahasia besarnya diketahui orangtua angkatnya.
Ganindra juga tidak mau Sandra sampai tahu tentang pertukaran s****a yang dilakukan Alexander.
"Sedikit lagi selesai, setelah ini aku akan ke ruang kerja untuk mencari buku," ujar Ganindra pelan dan wajahnya yang biasa tanpa ekspresi kini mulai bersahabat ke Ayunda.
Ayunda pun tersenyum, tujuh tahun ia menanti Ganindra menunjukkan wajah bersahabat seperti tadi dan usahanya tidak sia-sia walau ia harus merelakan kenangan Alexander harus ia singkirkan.
"Baiklah, ayo sayang ..." Ayunda dan Rabian pun meninggalkan kamar Alexander.
Setelah kedua orangtuanya keluar, Ganindra pun memutuskan keluar dari kamar Alexander. Ia langsung menuju ruang kerja untuk mencari buku yang mau dipinjamnya untuk dibaca di rumah.
Saat ingin membuka pintu ia mendengar sayup- sayup suara tangis Sandra. Ganindra terlihat kecewa mendengar Sandra kembali menangisi Alexander. Usahanya tadi malam agar Sandra melupakan Alexander sepertinya belum berhasil. Ganindra membuka pintu ruang kerja dan melihat Sandra sedang menatap penuh cinta foto Alexander yang terpajang di dinding.
Melihat Ganindra masuk membuat Sandra buru-buru menghapus airmatanya.
"Sudah selesai? Ayo pulang aku mau tidur," Sandra buru-buru melewati Ganindra tapi tangan Ganindra menahannya.
"Apa yang kamu tangisi?" tanya Ganindra dengan nada sedikit tinggi.
"Bukan urusan kamu," balas Sandra sambil menghalau tangan Ganindra dari tangannya.
"Aku tidak suka kamu menangisi laki-laki lain," ujar Ganindra dengan tegas dan mengintimidasi Sandra dengan tatapan tajamnya. Rahangnya menguat, tangannya mengepal menahan emosi yang tiba-tiba datang.
Ya, Ganindra cemburu! Sangat-sangat cemburu melihat Sandra masih menangisi Alexander walau tubuh mereka sudah saling menyatu tadi malam.
Sandra tertawa dan menatap sinis Ganindra, "Kamu lupa kalau di hati aku hanya ada dia ... walau kamu sudah berhasil menyentuhku tapi hatiku hanya untuk dia," ujar Sandra dengan menunjuk ke arah foto Alexander.
Ganindra menarik tubuh Sandra agar mendekat dengannya.
"Oh ya ... tapi ada satu hal yang menjadi pertanyaan sejak tadi malam. Kalau kalian benar-benar saling jatuh cinta kenapa tadi malam aku menemukan sebuah rahasia cukup besar," Ganindra mendekati telinga Sandra lalu berbisik pelan.
"Ma ... maksud kamu apa?" tanya Sandra dengan gugup.
"Kamu mencintai Alex tapi keperawanan kamu ... aku yang ambil, aneh bukan? Kenapa wanita bersuami dan sudah memiliki anak bisa menjaga keperawanannya untuk suami keduanya ... kamu melahirkan secara ceasar tapi s****a setahuku masuknya dari sini ..." Ganindra menyentuh organ intim Sandra.
Bulu kuduk Sandra berdiri setelah mendengar ucapan Ganindra tentang rahasia yang disimpannya selama ini. Rahasia yang hanya diketahui Sandra, Alexander dan Bimo yang dulu sempat membantu Alexander saat-saat mereka menyembunyikan proses bayi tabung dari keluarga Sinathriya dan Dharmawangsa.
"I ... tu ... bukan urusan kamu! Jangan sentuh aku seenaknya, kesepakatan kita hanya sampai tadi malam. Kita tunggu bayi kamu hadir di rahim aku dan setelah itu segera urus surat cerai," ujar Sandra berusaha mengalihkan perhatian Ganindra agar tidak bertanya lebih dalam.
Lagi-lagi Ganindra mendekati telinga Sandra. "Aku mau kamu ... sekarang," ujarnya dengan deru napas menggoda.
Ya Tuhan, apa mau laki-laki ini! Kenapa dia bisa berubah sejahat ini, kenapa aku semakin sulit menolak intimidasinya. Ke mana Sandra yang dulu? Yang berani menentangnya! Dan kenapa dia selalu ingin meniduriku! guman Sandra kesal.
"Berhenti bersikap c***l! Kamu tahu ini di mana?"
"Oke, kalau begitu aku akan menitipkan Hanin di sini dan setelah itu kita bisa pindah ke hotel. Kamu bisa pilih hotel sesuai keinginan kamu," balas Ganindra lagi.
"Jangan mimpi!" tolak Sandra.
"Oke ... aku akan memberitahu bunda kalau ..."
"b******k! Jangan gunakan itu untuk
mengancamku, Ganin!" maki Sandra dengan emosi dan amarah.
Ganindra menyentuh bibir Sandra lalu menatapnya tajam.
"Kalau begitu bersikaplah sebagai seorang istri yang baik, jangan pernah tangisi laki-laki lain, hapus dia dari hati kamu dan yang terpenting sayangi Hanin," ujar Ganindra.
Maafin gue Alex, ini terpaksa gue lakukan karena gue mau Sandra melupakan elo. Agar dia sayang sama Hanin dan agar gue bisa memilikinya secara utuh. Gue bisa memiliki tubuhnya tapi gue belum bisa mengambil hatinya dan gue tahu cara ini sangat jahat tapi gue rasa sudah cukup tujuh tahun ini gue jadi orang baik karena orang baik tidak akan pernah bisa menang kalau bersaing dengan kenangan masa lalu, gumam Ganindra dalam hati.
"Kamu ... jahat Ganin," Sandra membuang wajahnya dan isak tangis kembali terdengar.
Hati Ganindra sakit melihat Sandra menangis, ia menarik Sandra ke dalam pelukannya. Sungguh ia tidak mau sejauh ini tapi rasa cinta teramat dalam membuatnya ingin bersikap egois agar Sandra bisa mencintainya.
"Jangan menangis .."
"Kamu ... jahat," ujar Sandra sekali lagi, dadanya sesak menyimpan rahasia itu selama tujuh tahun dan pertanyaan Ganindra tadi membuatnya ingin meluapkan kekesalan dan rasa putus asanya.
Kali ini Sandra membenamkan wajahnya di d**a bidang Ganindra.
"Hanin ... bukan anaknya Alex," ujar Sandra disela isak tangisnya.
Tubuh Ganindra langsung menegang, ia sangat shock mendengar ucapan Sandra barusan. Ia melepaskan pelukannya dan menatap Sandra yang masih bersimbah airmata.
Mungkinkah dia tahu tentang pertukaran itu?
Ya Tuhan! ujar Ganindra dalam hati.
"Apa maksud ka .. kamu?" tanya Ganindra takut.
"Kamu tahu kenapa aku membenci Hanin? Kamu pasti bertanya-tanya kenapa aku membenci anak dari laki-laki yang aku cintai? Jawabannya karena dia bukan anaknya Alex! Bodohnya lagi aku tidak tahu siapa ayahnya! Siapa laki-laki b******k yang tega memberikan benihnya ke rahim wanita bersuami, aku sangat membencinya! Aku sangat membenci ayah Hanin!" ujar Sandra berapi-api.
Kepala Ganindra seperti ditusuk ribuan paku mendengar kebencian Sandra kepadanya.
"Kamu tahu dari siapa?" tanya Ganindra.
"Alex ... sehari sebelum keberangkatannya ke Bali, dia memberitahuku semuanya. Kami bertengkar hebat, aku marah ... aku marah kenapa dia tega menyuruh orang lain memberikan benihnya di rahimku. Aku ingin tahu siapa laki-laki itu tapi dia tidak mau memberitahuku, ya Tuhan!" ujar Sandra sambil menutupwajahnya.
Ganindra masih diam membisu, lidahnya kelu mendengar semua curahan hati Sandra.
"Kenapa Alex memberitahu kamu?" tanya Ganindra pelan.
"Aku nggak tahu! Aku nggak tahu! Kenapa dia tidak diam saja! Kenapa dia tidak menyimpan rapat rahasianya! Aku mengutuk perbuatannya! Aku mengutuk laki-laki jahat itu, tega sekali dia menghancurkan hidupku!" amarah Sandra semakin berkobar.
Ganindra menutup matanya, lidahnya kelu memberitahu Sandra kalau b******n yang dikutuknya itu adalah dirinya.
Maaf, aku melakukan itu untuk kebahagiaan Alex. Aku tidak tahu kalau ternyata banyak pihak terluka dengan keputusanku itu, gumam Ganindra dalam hati.
Sandra menghapus airmatanya, beban besar sudah dilepaskannya walau hanya di depan Ganindra.
"Jadi ... berhentilah mengancamku dengan ancaman murahan itu, kamu tidak tahu rasanya menyimpan sakit sedalam itu," balas Sandra.
"Sandra..."
"Jangan menatapku dengan tatapan kasihan, aku memang masih perawan dan sialnya kamu orang pertama yang mengambilnya. Aku marah kenapa mengizinkan tubuhku menikmatinya dan aku juga marah kenapa aku tidak bisa menentangmu lagi," ujarnya dengan nada berapi-api.
Ganindra mencoba tertawa walau sangat dipaksakan.
"Mungkin karena aku jodoh terakhir yang dikirim Tuhan untuk menjaga kamu," balas Ganindra pelan.
****