Verlyn sedang menyiapkan makan malam di dapur. Devano yang baru saja pulang, langsung menghampiri sang istri. Pria itu menyodorkan kotak beledu berwarna biru dongker, berbentuk hati dari belakang tubuh Verlyn. Ayah biologis dari Dafa itu melingkarkan lengan melewati pundak istrinya.
"Sayang! Hampir aja jantungku copot!" seru Verlyn karena ia merasa sangat terkejut dengan apa yang suaminya lakukan.
"Kejutan ... buat istriku yang paling cantik."
"Apa ini?" tanya Verlyn. Ia membalik badan, menghadap Devano. Kemudian, menerima dan membuka kotak beledu itu.
"Buka saja!"
Verlyn pun menurut. Ia buka benda yang ada di tangannya itu. Begitu terbuka, kilau dari benda yang ada di dalamnya, cukup membuat Verlyn takjub.
"Sayang, ini pasti mahal."
"Buat istriku, nggak ada istilah mahal. Karena dia sangat tidak ternilai."
"Emh ... Sayang. Makasih." Sebagai ucapan terima kasih, Verlyn mencium pipi Devano.
"Mau aku pakaikan?"
"Boleh."
Verlyn melepas kalung berliontin berlian itu. Namun, ketika ia amati, ia menemukan keganjilan. Di liontin itu bertuliskan inisial. Bukan DV yang berarti Devano-Verlyn. Melainkan DF. Entah siapa.
Melihat Verlyn diam sambil mengamati pemberiannya, Devano pun penasaran.
"Kenapa? Tidak suka?" tanyanya.
"Oh, enggak ... suka, kok. Mungkin pegawai tokonya salah tulis waktu pesan desainnya kali, ya ... aku kan pakai huruf V bukan F, Sayang."
Mata Devano melebar. Raut wajahnya seketika berubah.
"Nggak apa-apa, kok. Aku tetap mau pakai. Kamu pakaikan, ya!"
"Biar besok aku tukar, ya?" tawar Devano.
"Nggak usah. Apa artinya sebuah huruf. Yang penting, kan, tujuan kamu ngasih ke aku."
Saat Devano bingung harus berbuat apa, tiba-tiba Flo datang ke dapur.
"Kak Vano! Kak Vano salah kotak kayaknya. Kalungnya tertukar," ucap Flo.
Wajah Devano langsung pucat pasi. Begitu juga dengan Verlyn. Wajahnya berubah mendengar itu. Apa suaminya memberikan benda yang sama pada sang adik?
Flo yang sadar akan sesuatu, langsung mencairkan menjelaskan.
"Gini, lho, Ver ... aku nitip dibuatkan kalung berliontin juga sama Kak Vano, waktu dia bilang mau kasih kamu hadiah. Aku pesan buat namaku sama Dafa. Dafa-Flo, kan harusnya D-F, tuh. Ini malah aku dapatnya D-V. Devano-Verlyn kayaknya."
"Oh ... iya, bener, Flo. Beludunya ketuker kayaknya. Pelayan tokonya salah kasih instruksi kayaknya. Untung kita satu rumah. Nggak nyasar ke orang lain." Verlyn berjalan mendekat ke arah Flo. Berniat untuk menukar liontinnya dengan yang Flo pegang.
Diam-diam, Devano sangat bernapas lega. Bagaimana jika tadi Flo tidak mengatakan alasan itu, mungkinkah Verlyn akan curiga padanya?
Akhirnya Devano memakaikan liontin itu di leher Verlyn.
***
Malamnya, ketika Devano hendak mengambil air minum di dapur karena haus, kebetulan juga ada Flo yang sedang menyiapkan air panas untuk persiapan jika Dafa meminta s**u.
Pria itu membuka lemari pendingin, kemudian mengambil air mineral di sana.
"Lain kali, hati-hati. Jika memang Kakak tidak ingin Verlyn curiga," ucap Flo.
"Ya ... terima kasih karena kamu sudah membantuku memberikan alasan yang tepat."
"Dia tidak curiga, kan?"
"Tidak."
"Syukurlah."
Flo sudah akan keluar dari dapur. Namun, Devano memegang pergelangan tangannya, mencegahnya.
"Ada apa?" tanya Flo.
Devano mendekat. Kemudian memberikan kecupan di kening dan bibir Flo.
"Selamat tidur...."
"Kakak juga."
***
Verlyn sedang membersihkan rumah, termasuk kamar Flo. Dafa sedang tidur di dalam box-nya. Ia pandangi wajah bayi yang matanya sedang terpejam itu. Senyum wanita itu tersungging. Ia usap perut yang tertutup baju. Ada keinginan untuk segera memiliki anak, tetapi entah mengapa ia masih merasa ragu.
Diusapnya pipi gembul Dafa. "Sayang, besok kalau kamu sudah besar, nggak boleh lupa sama Tante Verlyn, ya ... Tante Verlyn sangat menyayangi Dafa." Wanita itu mencium kening Dafa.
Setelah itu, Verlyn kembali membersihkan kamar Flo. Ia rapikan bantal dan juga mengganti sepreinya. Saat sedang menarik kain berwarna ungu bermotif bunga-bunga itu, ada benda yang jatuh ke lantai. Kening Verlyn berkerut. Ia mendekati benda itu. Mengamati, kemudian membolak-balikkan dengan gagang sapu.
Wanita itu menggelengkan kepala ketika sudah memastikan benda yang dilihatnya benar-benar sebuah k****m habis pakai. Dan benar-benar masih terlihat baru.
"Flo ... Flo ... kenapa kejadian yang sudah-sudah tidak kamu jadikan pelajaran. Tidak cukupkah kamu memiliki Dafa, dan fokus membesarkannya lebih dulu? Kalaupun ingin menjalin hubungan, kenapa tidak secara serius. Menikah dulu, baru melakukan hubungan badan. Bagaimana jika kamu hamil, dan setelah itu kekasihmu meninggalkan kamu lagi...."
Dengan perasaan miris, Verlyn membuang k****m bekas itu ke tempat sampah. Kemudian ia kembali melanjutkan mengganti sprei dengan yang bersih.
***
Verlyn dan Devano sedang berdua di kamar. Verlyn duduk dengan kaki berselonjor. Sementara Devano merebahkan kepalanya di paha sang istri.
"Dev...."
"Hem?" Devano sedang memejamkan mata sambil menikmati pijatan tangan Verlyn di kepalanya.
"Apa Flo memasukkan pria ke rumah ini tanpa sepengetahuan kita?"
"Maksud kamu?"
"Iya ... apa Flo sedang memiliki hubungan dengan seorang pria, lalu membawanya ke rumah ini tanpa kita tahu?"
"Enggak, ah ... mana mungkin dia berani." Tentu saja Devano menjawab demikian. Jika saja Flo berani melakukan itu, sudah pasti baik Flo dan pria yang Flo bawa pasti akan habis di tangannya.
"Kamu yakin?"
"Tentu saja."
"Apa kabar dengan ayah Dafa? Buktinya kamu kecolongan."
Hampir saja Devano keceplosan mengatakan bahwa tidak ada pria lain selain dirinya yang masuk ke rumah, terutama ke kamar Flo. Namun, itu sama saja dengan mengatakan bahwa dirinyalah pria satu-satunya yang pernah di rumah itu.
"Ya ... itu kan bukan di rumah ini kejadiannya."
"Tetap saja kamu sudah kecolongan."
"Kenapa kamu sekarang jadi sering membahas ini? Sering mencurigai Flo?"
"Karena aku punya buktinya."
"Maksud kamu?"
"Tadi aku membersihkan dan mengganti sprei kamar Flo. Terus, aku nemu k****m bekas pakai. Dan itu masih baru. Bisa semalam, atau mungkin kemarin malam."
Devano terperanjat. Bodoh! Benar-benar bodoh! Mengapa ia bisa seceroboh itu?
"Nggak mungkin kan, tanpa ada pria masuk, ada k****m di kamar Flo."
"Mungkin tanpa sengaja, ada yang memasukkannya ke tas Flo." Devano masih berusaha meyakinkan Verlyn. Tujuan utamanya agar sang istri tidak menaruh curiga padanya nantinya.
"Jangan ngaco kamu!"
"Ya, mungkin saja, kan, ada yang tidak suka padanya di tempat kerja. Terus iseng ngelakuin itu."
"Sekurang kerjaan apa sih dia...."
"Ya, sudah ... berarti kita harus lebih ketat lagi awasi dia."
"Bukannya aku mau ikut campur, Dev. Sebagai kakak, aku nggak mau dia terperosok ke dalam lubang yang sama. Kasihan kalau sampai harus ada Dafa yang lain."
"Iya, Sayang ... besok aku ngomong ke dia. Udah, ya, jangan bahas itu lagi. Pengen ini akunya." Devano membuka kancing baju piyama Verlyn satu persatu. Kemudian, mencium benda yang tersembunyi di sana. Setelahnya, malam pun terlewati seperti malam-malam sebelumnya.
oOo
Hello ... hello ... akhirnya cerita ini update lagi. Ikuti terus, ya ...